15. SERPIHAN YANG TERSISA

246 26 3
                                    

"Kepada mereka yang ditinggalkan, selamat karena telah selamat. Sebab semesta selalu punya cara untuk menjadikan ceritanya menarik"

-Mereka Yang Pergi-

🥀🥀🥀

Hari ini tak ada bahagia. Senyum, tawa dan candaan. Itu semua terasa munafik untuk mereka. Beberapa jam lalu hal itu masih mereka lakukan. Candaan masih bertahan, tawa bersahut-sahutan, senyum menguasai.

Namun kini hilang menjadi sekelebat rindu. Laut benar-benar marah, menelan mereka semua hingga hilang.

Gelombang air setinggi kurang lebih sembilan meter itu menerkam mereka ganas. Menghancurkan sendi-sendi kehidupan mereka.

Tim SAR datang sepuluh menit pasca tsunami. Menyelamatkan mereka yang masih punya kesempatan untuk menikmati oksigen.

Proses evakuasi korban sudah mulai sejak tadi. Banyak sekali nyawa yang hanyut terbawa arus. Meninggalkan mereka yang masih mampu bertahan.

"Disini masih ada yang selamat!!" teriak salah satu anggota Tim SAR. Kemudian rekannya datang membawa brankar.

Diceknya nadi dan napas korban kemudian setelah dipastikan bahwa masih hidup, dibawalah korban ke tempat evakuasi.

Tak jauh dari sana, Sheiza perlahan membuka mata. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit. Bumi seakan berputar searah jarum jam sebab kepalanya terasa pening.

Ia menatap sekeliling, perlahan air matanya tumpah diiringi ringisan kecil.

"Terasa seperti mimpi, Tuhan... Tapi terlalu nyata. Sakitnya terasa jelas, apalagi hancurnya" gumamnya seraya meringis pelan.

Sheiza mencoba duduk, kemudian menatap tangannya yang penuh luka bercampur lumpur. Pelipisnya terus mengalirkan darah segar.

Tak butuh waktu lama, dua orang Tim SAR datang kepadanya. Kemudian mengecek keadaannya. "Ayo ke jalur evakuasi" ajaknya.

Kemudian Sheiza digendong dan diletakkan pada tandu brankar untuk dibawa ke tempat evakuasi bencana.

"Jean... Farhan... Iris... Sonya--"

"--Mereka dimana?" tanya Sheiza lirih.

Napasnya tersengal kala menyebut nama teman-temannya itu, sejenak memori bagaimana ia kehilangan teman-temannya terputar jelas di otaknya. Tubuhnya gemetar, air matanya mengalir deras diiringi ringisan kecil.

Sampai di tempat evakuasi, ramai sekali orang. Ribuan orang yang sudah tak bernyawa dimasukkan dalam kantong jenazah, disusun rapi disana. Keluarga mereka yang tersisa menangis sejadi-jadinya.

Sheiza langsung mendapat penanganan, lukanya dibersihkan. Diberi selimut, juga disuruh beristirahat.

Sheiza mencoba berjalan pelan. Menghampiri seorang pria tinggi tegap yang tengah mengecek korban.

"Pak, korban atas nama, Meiza Moana Sarasvati dimana, ya, pak?" tanya Sheiza pelan.

Bapak itu menghela napas pelan kemudian menuntun Sheiza menuju sebuah kantong jenazah. Dibukanya kantong tersebut kemudian dipersilahkannya Sheiza mendekat.

Sheiza menggeleng tak percaya, ia terduduk ditanah, bersimpuh disamping sang adik yang sudah terbujur kaku.

Tangan Sheiza meraba wajah Meiza yang penuh luka. Kemudian dipeluknya erat seraya menangis hebat.

"Kalau boleh tahu, mbak siapanya almarhumah Meiza ya?" tanya bapak tersebut.

"Saya kakaknya" bisik Sheiza parau, nyaris tak terdengar.

Laut Nestapa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang