12. MENUJU RUMAH SEBENARNYA

256 33 0
                                    

"Jika penyesalan tak mampu mengetuk pintu maaf, lalu apakah menghilang tanpa jejak akan berguna?"

-Manusia-

🥀🥀🥀

Hari ini, tanah Sinantuah menjadi tanah berdarah. Lagi dan lagi pertumpahan darah membanjiri bumi pertiwi. Belasan nyawa kembali pada Yang Kuasa, memang benar itu semua kehendak-Nya. Namun apa daya, rela masih menjadi hal yang cukup menyakitkan.

Farhan menghela napas, ia cukup lega. Sebab lima belas personil tentara datang di waktu yang cukup tepat. Para tentara itu datang menyelamatkan mereka, melepas peluru kala musuh hendak menikam Sheiza yang lengah.

Namun kini pandangan prihatin mereka tertuju pada Jeandra yang tergeletak bersimbah darah di tanah Sinantuah.

Karina menggenggam tangan Wulan. Memeluk sahabatnya itu erat, mereka sama-sama sakit menyaksikan kejadian ini. Cukup Shaqeel yang telah hilang dari mereka, Jean jangan.

Farhan mendatangi salah satu personil TNI yang tengah menahan komplotan pria berpakaian hitam tersebut. Letnan Aray.

"Pak, bagaimana dengan rekan saya?" tanya Farhan melirik Jeandra yang terbaring kesakitan.

"Kami akan segera membawa kalian kembali ke kota. Rekan kamu akan segera diobati oleh pihak rumah sakit. Tujuan kami datang memang untuk membawa kalian kembali" jelas Letnan Aray.

"Pak! Sebelum kita kembali, tolong selamatkan teman-teman saya. Mereka disekap di area selatan pulau. Mereka ada delapan orang" jelas Meiza ikut berdiri di sebelah Farhan.

"Teman-teman kamu disekap?" tanya Letnan itu tampak sedikit kaget. Pasalnya pulau ini adalah pulau yang sudah lama ditutup, dan pengunjung yang hadir tahun ini hanyalah sepuluh muda-mudi ini. Lalu, teman-teman yang mana maksud gadis ini?

Meiza mengangguk. "Iya. Saya adalah korban dari tragedi pulau hilang. Kami dijadikan tumbal setiap tahunnya. Dan sekarang delapan orang masih tersisa disana"

Letnan Aray mengangguk paham. "Baiklah"

Tak butuh waktu lama ia mengerahkan sebagian personilnya untuk menuju area selatan pulau.

"Pak" panggil Farhan lagi. Matanya menyorot kekhawatiran dan keraguan yang terpadu menjadi satu.

"Teman kami, Shaqeel. Apakah sudah di evakuasi?"

Menghela napas sejenak, Letnan Aray tersenyum tipis. "Sudah. Kamu tenang saja, dia sudah dikembalikan kepada keluarganya. Dia sudah tenang, memperhatikan kalian yang kini sedang berjuang"

Letnan Aray menepuk pelan bahu Farhan. "Kini giliran kalian yang berjuang. Ayo buat dia senang"

Farhan ikut tersenyum. "Makasih, pak" ujarnya parau kemudian berjalan menuju Jeandra yang sudah di kelilingi oleh teman-teman mereka.

"Jean, please--"

Lelaki manis dengan tangan yang berlumuran darah itu tersenyum tipis. Menggenggam erat jemari Sheiza seraya berbisik kecil.

"Maaf, Shei"

Sheiza mengusap kasar air matanya yang entah kapan mulai mengalir. Tanpa sepatah kata pun, Sheiza melepas genggaman Jeandra kemudian berdiri tegap.

Ia mengambil langkah besar menuju seorang pria yang tadi menyerang Jeandra. Kini pria itu sudah diborgol dan diikat oleh para Letnan Aray.

Bugh!

Dengan amarah, Sheiza menendang kuat bagian ulu hati pria itu hingga ia meringis kesakitan. Tak cukup sampai disitu, Sheiza memukul kuat wajah pria itu beruntun. Hingga kini lebam dan bahkan berdarah.

Laut Nestapa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang