#10

128 111 8
                                    

Jungwon berjalan dengan tatapan kosong. Ia sudah bertemu dengan mayat Asahi dan Sunghoon. Ia terus berjalan tak tentu arah. Sampai akhirnya, ia bertemu dengan Jeongwoo yang terlihat sangat putus asa.

Jungwon yang melihat Jeongwoo, langsung balik badan dan berlari. Ia tidak ingin menjadi pembunuh.

Sampai akhirnya, ia berhenti karena menabrak seseorang.

Ternyata, itu Mashiho.

Saat Jungwon ingin melanjutkan larinya, kakinya ditahan oleh kaki Mashiho. Hingga, ia terjatuh.

Mashiho mengangkat dagu Jungwon dengan pistolnya.

"Gua ga bakal bunuh lo, asal lo mau kerja sama bareng gua buat bunuh mereka pake pisau lo itu", ujar Mashiho.

"Gua ga butuh keegoisan lo", balasnya.

"Lo boleh bunuh gua. Selagi bukan gua yang jadi pembunuh", sambungnya.

Mashiho tersenyum miring dan perlahan mundur.

"Yakin?", tanyanya.

"Ya kalo lo gamau, gampang sih. Biar gua aja yang bunuh temen-temen lo", lanjutnya.

Jungwon yang mendengar perkataan keji barusan, langsung mendekat ke arah Mashiho dan menarik kerah bajunya.

"Gua tarik kata-kata gua tadi. Kalo yang harus gua bunuh itu lo, gua ga segan buat jadi pembunuh!", bentaknya sambil mencengkram kuat kerah baju Mashiho.

Mashiho menempelkan pistolnya ke jidat Jungwon.

"Lepasin, atau gua pecahin kepala lo", ancamnya.

"Pecahin aja. Pisau gua juga siap ngobrak-abrik organ lo", balas Jungwon.

DOR!

Tembakan tersebut berhasil mengenai punggung Mashiho. Jungwon yang kaget reflek menjauh dan melihat siapa yang telat menyelamatkannya.

Ternyata, itu Riki yang datang bagaikan pahlawan.

Mashiho mengerang kesakitan dan jatuh tersungkur di lantai.

"Bang, lo gapapa?", tanyanya memastikan keadaan Jungwon.

"Gua gapapa", jawabnya.

"Sini, gua bantu ngobrak-abrik organnya", ujar Riki.

"Eh ga deh, mager gua. Mending tembak", Riki menarik pelatuknya saat pistol tersebut mengarah ke kepala Mashiho.

DOR!

"Nih", ucap Riki sembari memberikan pistol itu pada Jungwon.

"Buat apa?", tanyanya.

"Lo belum bunuh sama sekali 'kan?"

Jungwon terdiam. Jadi, ia harus menembak Riki?

"Jangan konyol. Gua ga mau jadi pembunuh", ucapnya.

"Yaudah, ayo nyari yang lain", ajaknya lalu merangkul Jungwon.

Mereka berdua melangkah menjauh dari mayat Mashiho untuk mencari teman-temannya yang lain.

Mereka sudah berjalan sekitar 10 menit, namun tidak menemui siapa-siapa.

"Kok kita kaya ngelewatin ni tempat mulu ya?", tanya Jungwon.

"Naik aja yu? Gua ga mau mati konyol disini", ucap Riki lalu menarik Jungwon untuk pergi.

Di atas, mereka bertemu dengan Yoshi yang sedang menyandarkan dirinya di dinding.

"Kak Yosh!", panggil Jungwon.

"Udah bunuh berapa orang?", tanya Riki.

"Weh jaga mulut lo Rik", timpal Jungwon.

"Belum ada. Gua ga berani", jawabnya sambil tersenyum.

"Kalian pergi gih, cari yang lain", lanjutnya.

"Terus lo gimana bang?", tanya Riki.

"Gua mau nyari yang lain juga ini. Jangan khawatir", ucapnya menenangkan.

Riki dan Jungwonpun pergi meninggalkan Yoshi yang masih berdiri disana. Yoshi memandangi pisau yang sedang ia pegang sekarang.

"Mana bisa gua gunain ini buat nyelakain temen gua?", gumamnya.

Tangannya bergetar, kakinya melemas. Ia tidak tega menggunakan pisau itu hanya untuk uang. Apalagi sampai mencelakai orang lain.

Ia mengeluarkan obat dari sakunya. Itu adalah obat penenang yang selalu ia bawa kemana-mana.

"Ya Tuhan, ga ada air", ucapnya.

Ia memutuskan untuk menumbuk obat itu dengan ujung pisaunya yang tumpul agar menjadi serbuk halus. Ia pun segera meminumnya.

Lalu, ia berdoa agar teman-temannya selamat dan mereka bisa keluar bersama-sama.

Selang beberapa menit, Yoshi mendengar suara langkah kaki yang perlahan mendekat.

Itu Yedam.

Ia ikut menyandarkan dirinya ke dinding sama seperti Yoshi.

Yedam memposisikan kepala Yoshi untuk bersandar di pundaknya.

"Badan lo gemeter lagi?", tanyanya.

"Ya kaya yang lo liat", jawabnya.

"Lo pengen hidup ga, Dam?", tanya Yoshi.

"Pertanyaan konyol apa itu?", Yedam yang sudah tahu arah pembicaraan Yoshi itu hanya memalingkan wajahnya menahan tangis.

"Gua mau hidup, tapi gua gabisa bunuh lo kak", tutur Yedam.

"Gua tadi udah ketemu mayat Bang Ji, Bang Sahi, sama mayat anak-anak lain", ujar Yedam.

"Dan gua nemu ini", Yedam memberikan pistol itu ke Yoshi.

"Maksud lo apa?", tanyanya.

"Gua tahu lo orang baik, kak. Lo lebih pantes hidup daripada gua", tuturnya dengan tulus.

"Jangan, Dam", Yoshi menggelengkan kepalanya dengan cepat sebelum akhirnya Yedam menggenggam erat tangan Yoshi yang sedang memegang pistol itu dan mengarahkannya ke kepalanya sendiri. Ia lalu menarik pelatuknya.

DOR!

"DAM!", teriaknya.

Tubuh Yedam terhuyung lemas dan terbaring di lantai.

"Dam, jangan kaya gini. Gua mohon", ucapnya sambil menangis dan memeluk mayat temannya itu.


_________________________________________
.
.

Belum cukup sampai disini. Nantikan bab selanjutnya untuk hal yang lebih mengejutkan lagi.

Should we next?

KILL OR DIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang