5. A painful Loyality

19 4 0
                                    

Pedangnya menebas tanpa ragu, dan menangkis tanpa gentar, suara desing pedang yang beradu meniupkan warna baru pada hutan yang sepi itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pedangnya menebas tanpa ragu, dan menangkis tanpa gentar, suara desing pedang yang beradu meniupkan warna baru pada hutan yang sepi itu.

Keduanya mempertaruhkan nyawa, yang ambruk lebih dulu akan kehilangan nyawanya.

setelah menit menit yang berlalu tanpa jeda,
Seseorang menyerah

Jedd ambruk diatas kakinya sendiri, irisnya berkilat penuh identifikasi "kau.... adalah panglima kami, pemilik sejati pedang Madleev.... keturunan agung Elviathan" ujarnya gemetar

"aku bukan rajamu" ujarnya tipis "aku bukan Edgar Elviathan" Kade menelan pahitnya menyatakan kata kata itu dengan mulutnya sendiri.

"aku tak mungkin melupakan teknik itu... aku tak mungkin salah mengenalimu..." Harusnya Kade mengelak, harusnya ia menyembunyikan identitasnya, namun ia gagu. Ia tak mampu melontarkan satu katapun, karena bibirnya mendadak kelu.

"tapi mengapa..." nafas Jedd kian memendek "mengapa kau tak merebut tempatmu? Mengapa kau... membiarkannya memeluk takhta?"

Sang kapten pasukan tertawa getir, "betapa bodoh.... aku... mematuhi titah orang itu, pantas ia tampak amat berbeda.... dia bukan orang yang... berjuang bersamaku di medan perang" ia terbatuk batuk "maafkan aku....yang mulia"

"jangan.." Kade tercekat oleh suaranya sendiri. Nafasnya sesak oleh rasa panas dan pedih, oleh rasa takut yang tak pernah berhenti menghantuinya.

Jedd membenahi posisinya, memaksakan dirinya untuk memberikan sumpah kesatria "hamba, Jedd Akiel Avaron..... me...nyerahkan sumpah... pada matahari agung.... .Minerva..."

"aku tak mampu melindungimu" balas Kade pahit. Ia tak pernah mampu melindungi siapapun, dulu ataupun sekarang. Tak akan ada yang berbeda.

"saya kesatria anda.... saya.. yang harus melindungi anda..."

// mereka dataang.... banyak.... banyak sekali...//

Para bayangan memperingatkannya. Tapi Kade masih diam tak bergerak. Ia menatap Jedd

"pangeran! Mereka datang! Kita harus pergi!" Rhea menarik lengannya, tapi Kade sama sekali tak dapat mengalihkan pandang dari Jedd.

"pergilah pangeran" senyum jedd yang penuh kepercayaan itu menyakitinya

"kau..."

"anda tak perlu khawatir, tujuan setiap dari kami hanya membunuh anda. Kami akan baik baik saja" Regis memapah Jedd.

"anda harus selamat, pangeran" Regis tersenyum "pergilah, kami disisi anda" Sebuah panah baja nyaris menghantam telak kepala Kade jika Rhea tak menariknya "SIAAL. Kadarius Elviathan! Hei pangeran bodoh! Kita harus pergi!!!!"

"maaf" menjadi kata terakhir yang Kade lontarkan sebelum ia menarik Rhea melebur dalam bayangan, meninggalkan panah baja lain mendarat tanpa sasaran yang tepat, membawa serta segala rasa yang berkecamuk memberatkan langkahnya. Namun kali ini ada yang berbeda, karena detik itu Kade mulai mempertanyakan tujuan hidupnya.

Siapa dia?
Untuk apa keberadaannya?
Apakah selama ini ia puas menjadi bayangan Edgar?

Siapa dia? Untuk apa keberadaannya?Apakah selama ini ia puas menjadi bayangan Edgar?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote dan komen kamu udah kayak surat cinta buat aku

#pasti kubales sumpah🩵

Quadron MinervaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang