13. Hang on a little longer

9 3 0
                                    

Seharusnya kade melepaskan semua tamengnya, membiarkan tubuhnya yang sudah terlanjur kritis menerima lebih banyak lagi tikaman, dan pergi dengan tenang,Mati dan melepaskan semua beban yang terpikul di pundaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seharusnya kade melepaskan semua tamengnya, membiarkan tubuhnya yang sudah terlanjur kritis menerima lebih banyak lagi tikaman, dan pergi dengan tenang,
Mati dan melepaskan semua beban yang terpikul di pundaknya.

Seharusnya seperti itu, karena sejak awal dia merencanakan rencana darurat ini, ia sudah siap mempertarukhan apapun, bahkan nyawanya.

Tapi tubuhnya yang kebas masih tetap berusaha bertahan, tamengnya meski berkali kali hancur kembali ia tegakkan,
Bayangannya ia paksakan untuk menumbangkan lawan, sesedikit apapun.

Ia tak mengerti, mengapa ia mencoba bertahan.

Benaknya berteriak menyuruhnya menyerah, bertekuk lutut dan musnah.
Namun hatinya berbisik lirih untuk menunggu, bertahan sedikit lagi.

Dua anak panah menembus tamengnya lagi,
Kali ini menikam kakinya, membuatnya tersungkur sementara yang satunya menusuk bahu.

Darah kembali terasa diantara giginya yang ia rapatkan menahan perih.

Pandangannya yang sudah berkabut sejak tadi, kini mulai kabur dan runtuh.

Ah, apa ini akhirnya?

Ia ingin memeluk alam bawah sadarnya, sebelum cahaya yang membutakan mata datang dan bunyi ledakan bergaung di telinganya. Rasa hangat yang familiar menerpa kulitnya, membuatnya mendongak.

Menyaksikan bagaimana dinding api menyelimuti mereka dari dunia luar, bagaimana seekor phoenix berkelebat membakar udara kosong dan perlahan kembali menjelma,
Menjadi sosok gadis api, Elvarhea Valkyrie.
Penampilannya kusut dan tak lebih baik darinya, tapi ia masih memiliki semangat hidup yang berteriak dari sorot matanya.

"Kau kembali"

Gadis itu menatap tajam kearahnya sembari berlutut dan memapah tubuhnya.

"Aku akan memukulmu nanti sekali, dasar bajingan" desisnya marah,
Ia menarik tangan Kade untuk menyentuh kristal diatas altar batu itu,

"Kita harus bertahan menyentuh ini, satu menit saja"
Itu aturan yang tertulis di altar ini kalau kita mau kembali.

1 menit itu waktu yang panjang sekali, Kade dan Rhea tahu itu,
Tapi hidup tak memberi mereka pilihan yang lebih baik.

Jadi segala usaha mereka kerahkan,

Kade tahu, mempertahankan dinding api tetap berdiri diantara terjangan api dan angin yang membantai gila gilaan sangat menguras mana, tenaga, dan kewarasan.

Ia berkali kali mencegah elemental tanah, baja, dan apapun yang berusaha menghancurkan tanah dibawah mereka, untuk berhenti,
Meskipun ia harus mendorong tubuhnya yang tak lagi mampu bertahan lebih keras,

Mereka harus bertahan,
Sedikit lagi.

Tembok api runtuh detik setelahnya, bersamaan dengan Rhea yang hilang kesadaran, dan segala yang menyerang mereka mendekat, tombak, panah, kapak, tumbuhan rambat dan segala hal yang tak tampak di mata Kade.

Secepat itu pula sinar yang membutakan matanya menelan mereka dalam kehampaan,

Dan sepersekian detik setelahnya, ia sadar, mereka sudah berada diatas Altar utama. Diantara sorak sorai seluruh warga yang perlahan mulai terdengar jauh dan menghilang, seiring kesadarannya tercerabut.

Ia sempat mendongak meskipun pandangannya buram, menatap iris emas milik Edgar yang menusuknya dengan amarah, wajah yang biasanya tenang itu tampak pias,

Ini masih belum bermula Edgar.
Langkah kita masih panjang, benar kan?

Quadron MinervaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang