Chapter 9 : That Gratitude💌

91 9 4
                                    

***

Memperhatikan kamu dari jauh itu cukup, berada didekatmu itu lebih baik, tapi untuk memilikimu itu tetaplah sebuah mimpi.

***

BRAK!

Lagi-lagi bahu Jia dan Hanin bergidik ngeri. Ini sudah kesekian kalinya Bu Layla menggebrak meja dengan melanturkan pertanyaan yang sama dengan nada rendahnya.

"Bukankah kita baru saja bertemu?"

BRAK! (lagi)

"Bukankah kita baru saja bertemu?"

Kali ini Jia inisiatif menahan tangan Bu Layla sebelum kembali melayang.

"U-udah dong Bu, kalau gebrak meja terus, kapan kita jawabnya?"

"Saya emang gak butuh jawabannya Jia!" Bu Layla melotot garang. "Astaga, Aku pikir aku akan hidup tenang dan tentram menjadi wali kelas kalian a.k.a murid-murid peringkat teratas, nyatanya, justru masalah lebih banyak datang dari kalian sendiri." Bu Layla mengeluh.

Jia dan Hanin hanya memainkan-mainkan mata, ada perasaan bersalah dan juga tidak. Yah, mau gimana lagi, justru masalah itu yang dateng sendiri bahkan saat mereka hanya duduk diam di kelas, sebagai contoh.... Fitnah?. Tapi mereka menyadari, masalah saat ini memang datang dari diri mereka sendiri.

"Kalian tau keadaan Jeremy saat ini?"

"Gak mau tau Bu.." Jia menjawab cepat. Bu Layla berdecak, melotot kesal.

"Dia mengalami pendarahan di kepalanya dan sedang dilarikan ke rumah sakit."

"Bagus deh.." Jia sembarangan menyeletuk.

"JIA!" Hampir saja Bu Layla melemparkan papan namanya ke muka Jia, Jia reflek mengangkat tangan melindungi wajah cantiknya.

"Kenapa kamu lakuin itu Hanin?" Bu Layla mengalihkan pandangannya berusaha untuk tetap waras, emang gak rebes ngomong sama anak slengean macam Jia, nguras emosi terus yang ada.

"Masalah pribadi Bu.."

"Astaga.." Bu Layla memijit keningnya kasar, tidak sanggup berkata-kata lagi. Sudah pasti itu jawabannya.

"Kamu tau kan, kalau sudah seperti ini masalahnya saya terpaksa memanggil orangtua kamu dan mengeluarkan surat peringatan. Kamu tidak hanya melukai seseorang tapi juga mencelakainya, kamu hampir saja membunuh Jeremy."

"Maaf Bu, saya bersalah..." Hanin membungkuk dalam. Jia mendelik, Ha? minta maaf nih? Serius?.

Bu Layla membuang nafas untuk kesekian kalinya.

"Kalian lanjut bersih-bersih sampai sekolah selesai."

"Lah? saya juga Bu? Kan saya gak ikut berantem, justru saya yang menengahi loh bu.." Jia melotot tidak terima.

"Trus kamu mau biarin Hanin dihukum sendirian?"

Jia tidak memikirkan hal itu, hatinya langsung bimbang. Jia melirik Hanin, tapi kan biasanya dia cuek, coba ah...

"Ya iyalah bu, orang dia yang bikin masalah, tanggung jawab sendirilah." Jia melirik Hanin sinis, Jia dapat melihat jelas mimik Hanin yang kesal dan tidak terima, tapi ada gengsi disitu.

Gua kayak gini juga buat belain orang tua loe, goblok!

Seperti itulah kata hati seorang Hanin saat ini, sedangkan Jia mesem-mesem ingin melanjutkan keisengannya, tapi dia harus sadar endingnya gak akan pernah berakhir baik.

WAW : Who Are We?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang