***
Kematian itu pasti tapi bukan berarti peluang hidup itu tidak ada...
***
Hanin dengan tidak percaya diri memimpin anak-anak lain menuju pusat pelabuhan, kaki dan tangannya gemetaran. Danella yang merasakan hal itu dari genggaman tangannya merasa prihatin dan menghentikan langkahnya.
"Kita berhenti dulu aja..."
"Ga-gak bisa..."
"Kamu takut kan?"
"Kita semua takut, kamu emang enggak?"
Danella menghela nafas. "Tapi kamu gemetaran banget, kamu yakin masih sanggup buat jalan? Aku lihat kamu aja udah kayak gak bisa berdiri..."
Hanin membenarkan perkataan Danella dalam hati. Hanin memejamkan mata, tangannya menangkup kedua lutut guna menghentikan gemetar itu. Hanin berusaha mengatur nafasnya yang semakin berat, tapi gemetar di tangan dan kakinya semakin jadi, Hanin jongkok bersandar, dia kesulitan bernafas, oksigen yang dihirupnya seolah berhenti di kerongkongan. Hanin memukuli dadanya, Danella panik.
"Hey, nafas pelan, nafas pelan..." Danella menggoyang-goyangkan bahu Hanin. Ahrin sedari tadi menoleh kebelakang, dia tetap waspada melihat sekitarnya, Ahrin mempertajam pendengaran...
"A-apa kita tidak bisa langsung bergerak? Aku dengar..."
GUK!GUK!GUK!
Tubuh ke-4 gadis itu seketika merinding. Hanin memaksakan dirinya berdiri, kembali menggenggam tangan Danella dan berlari, Hanin benar-benar tidak peduli kalau dia akan mati kehabisan nafas.
Bruk! Aduh...
Yena terjatuh, dengan tubuh kecilnya Yena tidak bisa mengimbangi lari anak-anak lain. Ahrin tidak tinggal diam, dia langsung mengangkat dan menarik Yena kembali mengikuti langkahnya, tidak peduli kaki anak itu tengah berdarah yang pasti Ahrin sama sekali tidak ingin meninggalkannya atau tertinggal bersamanya, dengan terseok-seok pun Yena terpaksa menahan nyeri di lututnya.
"Hei! Itu mereka!" Beberapa pria berhenti tepat diseberang ada satu anjing bersama mereka. Hanin menggertakkan gigi, mereka berbalik.
Gak bisa... Kita gak bisa lari...
Hanin menghentikan Danella. "Kamu bawa yang lain pergi, aku akan coba tahan orang-orang itu..."
"Ta-tapi..."
"Jangan tapi-tapian, kalau kita terus maksain lari bareng, kita semua yang bakal ketangkep, kamu mau?"
Danella menggeleng, mau tidak mau dia harus menurut dengan perkataan Hanin.
Danella membantu Ahrin memapah Yena dan berbelok ke arah lain. Hanin mengeluarkan stungun yang diberikan Jia padanya, satu orang pria menangkap Hanin, sedangkan 2 orang pria lainnya mengejar Danella dan anak-anak lain, Hanin menekan stungun menyetrum tangan pria itu, tubuh besar itu pun terkejang hebat dan langsung terkapar tak sadarkan diri. Hanin tercengang.
Woah, beneran seampuh itu....
Guk!Guk!
Melihat majikannya yang sudah terkapar, anjing itu menyerang Hanin. Lengan Hanin tergigit.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAW : Who Are We?
FanfictionWe are We : Who are We? Kebersamaan yang telah terjalin sejak kecil terpaksa pupus karna permasalahan yang menimpa. Menjadi asing telah menjadi keputusan bulat, terus menjauh, tidak ingin peduli dan tidak ingin kembali mengenal adalah hal yang merek...