***
Percuma membangun dinding yang tinggi, kalau nyatanya memiliki pondasi yang lemah, toh, akan runtuh juga.
***
Sebagai makhluk sosial, manusia sangat membutuhkan koneksi. Entah untuk hubungan bisnis, mencari pasangan, atau bahkan dalam mengejar impian. Koneksi menjadi sangat penting bagi manusia, tak jarang orang-orang yang sukses memiliki koneksi yang sangat luas.
Tapi bukan hanya itu yang akan kita bicarakan. Koneksi tidak hanya sekedar relasi yang hadir hanya untuk kepentingan semata. Terkadang terdapat sebuah koneksi yang sangat halus bahkan tidak terlihat namun memiliki kekuatan yang sangat besar juga tidak bisa diprediksi.
Sebagian orang mengatakan bahwa koneksi itulah yang dinamakan 'Ikatan Batin'.
Sebuah koneksi yang terjalin tanpa adanya kepentingan apapun, menciptakan sebuah ikatan fenomenal yang tak akan mampu untuk terputus bahkan dalam rentang waktu ataupun jarak bahkan kematian sekalipun.
Dan itulah yang dialami oleh para gadis-gadis ini. Mereka yang ingin memutus hubungan dan menjalani hidup sebagai orang asing satu sama lain, nyatanya tak mampu untuk membendung rasa khawatir terhadap seseorang yang telah mereka anggap sebagai adik.
Setelah memeriksa keadaan Yena, Jia berniat kembali ke kelas. Namun, saat Jia menggeser pintu UKS, Jia terkejut menyadari sosok di baliknya. Hanin yang datang terburu-buru hampir saja menabrak Jia. Mereka saling menatap, lalu keduanya yang mendengar langkah kaki dari sisi lorong, serempak menoleh. Ahrin yang awalnya berlari, berhenti menatap bingung melihat 2 kakak tertua itu. Langkah lari juga muncul di sisi lorong lainnya. Jia dan Hanin serempak menoleh lagi. Danella membulatkan matanya, melihat 'mereka' semua ada disana.
Jia dan Hanin masih nge-blank ditempatnya. Ahrin yang sebenarnya menunggu pintu akhirnya menyibak masuk melewati keduanya.
"Ngalangin banget sih.."
Jia yang gak terima, menepak belakang kepala Ahrin. Dirinya kembali masuk.
"Apaan sieh, biasanya juga kamu yang nge-lag."
Hanin yang ingin menyusul, meraih tangan Danella untuk masuk bersama.
Yena terbaring di pojok UKS. Jia sengaja menaruhnya disitu karna tau spot kesukaan sang gadis adalah dekat jendela. Yena sangat suka tempat terang bahkan saat tidur pun dia lebih nyaman dengan lampu menyala.
Hanin menyibak tirai yang menutupi Yena dan segera mengaduh. Dia pikir hanya ada mereka ber-empat, nyatanya ada beberapa teman Yena yang masih menetap. Mereka semua bengong melihat pemandangan ini, 2 orang peringkat teratas, ketua teater bahkan pemain andalan sekolah, berkumpul hanya untuk menjenguk teman mereka. Apa hubungan mereka dengan Yena?
"Ngapain kalian masih disini? Balik kelas sana." Hanin menatap tajam, anak-anak itu bergidik ngeri dan mengambil langkah pelan keluar tirai, tapi Danella menahan satu orang, mengalungkan satu lengannya dipundak gadis itu.
"Kalau kamu tetep disini aja, kamu temen deketnya Lhina kan?"
Daira mengangguk sambil menelan ludah. Kenapa harus kejebak disini sih?
"Minta tolong izin ya..." Kata Danella yang mendapat anggukan dari anak-anak itu. "Dan... jangan sampai ada yang tau tentang kita disini, okey?..." Anak-anak itu kembali mengangguk. Mereka sadar betul dibalik senyum dan nada manis itu ada sebuah ancaman.
Daira kembali berdiri didekat tembok.
"Ngapain berdiri disitu? Duduk aja kali..." Ahrin menggeser kursi, Daira pun duduk perlahan.
5 Menit hening. Hanin dan Danella duduk disamping kasur, menggenggam masing-masing jemari Yena. Jia dan Ahrin memilih berdiri sambil melipat tangan ke dada.
"Kenapa bisa pingsan?" Suara Hanin memecah keheningan.
Daira yang merasa ditanya, menjawab takut. "Katanya belum sarapan Kak."
"Kamu tau dia belum sarapan tapi kamu gak suruh dia berhenti?!" Hanin sedikit menekan suaranya.
"Aku udah suruh kak, Aku juga mau izinin dia ke pak guru, tapi ditahan..."
"Haduhh.." Hanin memijit keningnya. "Lainkali 'jangan' kasih longgar." Hanin memberikan penekanan di setiap katanya. "Aku tau ini bukan salah kamu."
"I-iya kak." Daira melirik Yena greget. Nih orang emang punya hubungan apa sih sama mantan ketos??
Keadaan menjadi hening lagi. Jia yang sedang nyender ke dinding memperhatikan Hanin dan menyadari anak itu sedang melirik jam tangan Yena. Menyadari kegelisahan Hanin, Jia mendekati ranjang.
"Udah yuk, balik kelas. Kita kayaknya gak bisa nunggu Lhina bangun. Lagian kan udah ada Ira yang jagain..."
Daira sedikit tertegun, karna Jia memanggilnya dengan sebutan 'Ira', panggilan Yena untuknya.
Danella yang berada di dekat jia, menolehkan kepala dan mengangguk. Tapi atensinya langsung terfokus pada bibir Jia yang memerah. Danella memanggut dagu Jia, mendekatkan ke netranya.
"Ini kenapa kak?"
Ahrin yang otomatis menengok, matanya seolah terbakar melihat pemandangan itu. Alih-alih menyingkirkan tangan Danella, Ahrin malah menjauhkan wajah Jia dari pandangan Dane dengan telapak tangannya, justru Hanin yang menepak tangan Danella dari dagu Jia.
Melihat hal itu, Hanin dan Ahrin saling memandang dan langsung membuang muka.
"Yaudah kita balik kelas." Hanin langsung ngeloyor gitu aja, Jia langsung mengejar.
"Nanti kalo Lhina udah bangun, suruh dia hubungin kita ya.. LANG-SUNG HU-BU-NGI.." Ahrin menatap Daira tajam.
"Sss-siap kak."
Ahrin beranjak keluar begitupun Danella ikut menyusul. Daira menatap pintu yang tertutup dan bernafas lega, dia memegangi dadanya. Apa-apaan situasi tadi?. Pokoknya kalau Yena bangun dia berhutang penjelasan padanya.
#789
KAMU SEDANG MEMBACA
WAW : Who Are We?
FanficWe are We : Who are We? Kebersamaan yang telah terjalin sejak kecil terpaksa pupus karna permasalahan yang menimpa. Menjadi asing telah menjadi keputusan bulat, terus menjauh, tidak ingin peduli dan tidak ingin kembali mengenal adalah hal yang merek...