SANG MAYOR (10)

8.6K 494 38
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

•••

Alana duduk disofa ruang tamu bersama Jendral Saleh dan Teddy. Kekesalan gadis itu pada Teddy masih memuncak, tidak ada satupun pesan dari Teddy yang Alana balas hingga detik ini. Kedua orang tuanya tidak tau perihal hubungan Alana dan Teddy sedang tidak baik-baik saja, maka selama Jendral Saleh berbicara Alana dan Teddy memberikan sikap seperti tidak terjadi apa-apa.

Teddy duduk disamping Alana, persis disamping gadis itu, hanya berjarak beberapa senti saja. Jendral Saleh sedang membahas tentang rencana pernikahan Teddy dan Alana karena Teddy akan di sibukkan dengan aktifitasnya mengawal Menhan dalam kampanye. Jendral Saleh tidak ingin berlama-lama, ia ingin anak gadisnya segera dibawa oleh Teddy dengan keadaan sudah sah lahir dan batin.

"Coba kalian diskukan lebih lanjut, Ayah masih ada yang harus dikerjakan, jadi Ayah tinggal sebentar."

Jendral Saleh pergi meninggalkan Alana dan Teddy setelah keduanya menyanggupi. Beberapa lama setelah ditinggal oleh Jendral Saleh, belum ada pembicaraan diantara mereka. Teddy masih bingung harus berbicara apa, sedangkan Alana masih tidak mau berbicara dengan Teddy, jadilah adegan diam-diaman diantara mereka berdua.

Dari sudut mata Teddy ia melihat Alana sedang memainkan kukunya. Dengan mengumpulkan keberanian, Teddy merubah posisi duduknya menghadap Alana.

"Ehem..." Teddy terbatuk kecil untuk memulai pembicaraannya.

"Alana." Panggil pria itu.

Tidak ada respon dari Alana, gadis itu masih memainkan kukunya dan tidak menggubris Teddy.

"Please, jangan diamkan saya terus."

Alana tetap tidak menjawab. Mungkin jika gadis itu melihat raut wajah Teddy, hatinya bisa luluh kembali. Namun Alana sengaja tidak ingin melihatnya agar pendiriannya tetap kuat, menurutnya Teddy sudah keterlaluan menuduhnya yang tidak-tidak.

"Saya minta maaf Alana, mungkin bagimu saya egois. Maksud saya bukan untuk menuduh kamu, saya cuma terbawa emosi. Laki-laki mana yang tidak emosi melihat calon istrinya dirangkul oleh laki-laki lain?..."

"Saya percaya kamu, kamu pasti tidak akan bohongi saya. Saya terbawa emosi kemarin, saya kaget tiba-tiba kok ada yang rangkul kamu? Laki-laki pula. Padahal niat saya video call kamu itu supaya kamu semangat, saya juga mau lihat muka kamu, ternyata si kampret itu datang."

Teddy terbawa emosi lagi, tangannya mengepal, rahangnya menegang dan tatapan matanya menjadi tajam. Alana hanya bisa menunduk mendengar penjelasan Teddy, gadis itu juga merasa bahwa tidak ada pria yang rela pasangannya diperlakukan tidak baik oleh pria lain. Namun Alana tetap diam, ia tidak tau harus berbuat apa, disamping itu juga rasa kesal masih menyelimuti sebagian hatinya.

SANG MAYOR [LENGKAP]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang