"Wow!"
Vernon dan Vernia tidak ada hentinya mengagumi Hogwarts semenjak mereka sampai dan melihat bangunan sekolah yang bagaikan istana di negeri dongeng.
Bangunan sekolah Hogwarts sangat di luar ekspektasi si kembar Dursley. Mereka sempat berpikir jika bangunan Hogwarts seperti sekolah biasa pada umumnya di dunia muggle.
"Aku tidak menyangka kita akan bersekolah di tempat yang bagaikan istana." bisik Vernia di telinga Vernon.
Murid-murid baru tahun ajaran pertama mengikuti langkah profesor Minerva menuju great hall. Lagi-lagi Vernon dan Vernia berdecak kagum dengan apa yang dilihat mereka.
Dari meja Slytherin, Scorpius dan Albus melirik sosok Lily yang berdiri di antara Daisy dan Hugo. "Itu adik perempuan kalian?" Jeano Parkinson -putra pertama dari Pansy dan Hermione- bertanya pada Scorpius yang duduk di sebelahnya.
"Perhatian!" seluruh perhatian murid-murid baru tahun pertama tertuju pada profesor Minerva. "Topi seleksi ini yang akan menentukan kalian masuk ke asrama yang mana. Aku bacakan dulu ..." wanita baya itu mengernyit sambil membaca selembar kertas yang panjang.
"Geoffrey Hooper."
Anak yang namanya disebut langsung maju ke depan, begitu sudah duduk di kursi yang disediakan, Minerva meletakkan topi seleksi itu di atas kepala Geoffrey.
"Hmmm ... Anak yang pemberani ... sangat aktif ..." topi seleksi bergumam.
"Ini adalah topi yang bisa bicara itu." Lily menjelaskan kepada dua sepupu muggleborn nya ketika mendapati Vernon dan Vernia menganga terkejut atas apa yang keduanya lihat.
"Aku tahu .... Gryffindor!"
Suara tepukan tangan yang ramai datang dari murid-murid Gryffindor. Bocah bernama Geoffrey tadi langsung mendatangi meja Gryffindor dan bersalaman dengan kakak-kakak tingkat yang menyambutnya dengan hangat.
"Hugo Zabini."
Bocah berambut merah itu melangkah maju dengan penuh percaya diri. Dari meja Gryffindor, Rose meringis melihat sikap adiknya, pribadi dia dan adiknya sangatlah berbeda.
"Hmm ... Aku tahu! Slytherin!"
Suara tepukan tangan dan riuh berasal dari murid-murid yang duduk di meja Slytherin. Rose menganga tidak percaya, ayahnya pasti senang mengetahui ini.
"Selanjutnya," Minerva menjeda untuk membaca nama murid selanjutnya, "Vernia Dursley."
Mendengar namanya disebut, Vernia menarik napas panjang, "santai, santai, tenang." ucapnya untuk dirinya sendiri sambil melangkah maju dan duduk di kursi yang disediakan.
"Anak yang pintar ... suka mempelajari hal-hal baru ... memiliki rasa penasaran yang tinggi ... Aku tahu!"
"Gryffindor ... Gryffindor ..." batin Vernia dalam hati, dia takut mengecewakan Harry.
"Ravenclaw!" seru topi seleksi.
Suara tepuk tangan berasal dari murid-murid berdasi biru dari meja Ravenclaw, Vernia turun dari kursi dan melangkah menuju meja Ravenclaw. Meski masih mempertahankan senyuman di wajahnya, hatinya sangat kecewa karena tidak disortir ke asrama Gryffindor.
Vernia menyambut salaman dari kakak-kakak tingkat dengan hangat, kemudian duduk. Gadis itu melihat saudara kembarnya yang menatapnya, melalui isyarat mata dia sangat sedih. Semoga Vernon disortir ke asrama Gryffindor.
"Lily Malfoy!"
Dengan senyuman percaya dirinya Lily melangkah dan duduk di kursi, persis seperti sang ayah yang penuh percaya diri ketika akan diseleksi. Semua perhatian tertuju pada keturunan perempuan Malfoy satu-satunya itu. Tidak sedikit orang-orang mengagumi kecantikan dari gadis itu, hal itu membuat Lily senang. "Aku tahu aku cantik." batinnya.