Lily mengernyit sebal, lalu tangannya melempar batu mungil ke danau hitam hingga menimbulkan bunyi ceplukan kecil. Bagaimana tidak, dia sama sekali belum mendapatkan informasi sedikit pun dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepalanya. Ketika dia bertanya pada Scorpius, kakak sulungnya itu sama sekali tidak tahu apa-apa, dan ketika dia bertanya pada Albus, kakaknya yang berwajah cantik itu selalu menghindar.
Pasti kak Al menyembunyikan sesuatu! Ekspresi Lily menjadi marah dan kembali melempar batu mungil ke danau hitam sebagai pelampiasan rasa kesalnya.
Sudah seminggu bersekolah di Hogwarts, Lily luar biasa menikmatinya. Bersekolah di Hogwarts sangat menyenangkan!
Gadis berambut pirang itu kecewa karena tahun ajaran pertama dan kedua belum diperbolehkan ke Hogsmeade. Tadinya dia ingin ikut Scorpius dan Albus ke Hogsmeade, tapi kakaknya mengatakan murid tahun ajaran pertama belum diperbolehkan ke sana. Alhasil, Lily duduk sendirian menatapi danau hitam. Tadinya dia mengajak Daisy, tapi putri bungsu Parkinson itu menolak dan lebih memilih belajar sendirian di kamar.
Kebiasaan Hermione menurun padanya.
Suara semak-semak mengalihkan perhatian Lily dari danau hitam. Dahinya mengernyit, curiga ada yang memata-matai nya. "Siapa di sana?!" gadis itu berdiri dari duduknya.
"Kau tidak mau keluar?!"
Lily mengambil salah satu batu di dekatnya, lalu melemparnya ke semak-semak itu. Gadis itu tersenyum puas saat mendengar suara ringisan dari balik sana.
Sosok di balik semak-semak itu keluar dari persembunyiannya, Lily membulatkan matanya ketika melihat siapa sosok itu.
"Daisy?! Apa yang kau lakukan di sini?"
Gadis berambut hitam itu meringis untuk kepalanya yang terkena batu tadi, "tadi aku ingin mengejutkanmu, tapi aku malah ketahuan, ya." Daisy melangkah menuju Lily, setengah menggerutu.
Lily menyilangkan kedua tangan di dada, "bukannya kau tadi bilang ingin belajar di kamar?"
Daisy terkekeh kecil sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "ya, aku bosan, jadi aku memutuskan jalan-jalan di sekitar sini, dan ternyata aku melihatmu sendirian." jawabnya.
Lily mengernyit, "tumben ..." gadis itu mengalihkan pandangannya pada danau hitam yang tenang. "Biasanya kau lebih memilih belajar dan belajar, persis seperti bibi Mione." gumamnya dan dibalas kikikan kecil oleh penyihir halfblood itu.
Satu detik setelahnya, Lily menoleh pada Daisy dan mengernyit. "Apa jangan-jangan kau bukan Daisy?!"
Sosok yang menyamar menjadi Daisy itu tampak terkejut, lalu Lily tertawa terbahak-bahak membuatnya keheranan. "Hey, aku hanya bercanda." Gadis pirang itu merangkul sahabatnya, kemudian mengajaknya duduk bersama.
Sosok yang menyamar jadi Daisy itu diam-diam menghembuskan napas lega. Kedua tangannya memainkan rambut pirang Lily yang halus dan panjang, tapi Lily diam saja. Ah, berarti keduanya dekat.
"Daisy."
"Hm?"
"Sudah lama kita tidak bermain salon-salon. Mumpung seperti ini, ayo!" Lily menegakkan tubuhnya agar memudahkan Daisy, "kau pindah posisi ke belakangku." pintanya.
"Baiklah." sosok yang menyamar itu pindah posisi ke belakang Lily, kedua jemarinya mulai menyisiri rambut halus itu dengan lembut.
Lily diam dan menikmati jemari tangan Daisy yang menyisiri rambutnya. Oh, ya, omong-omong, soal hal yang ditanya-tanya kannya, dia berniat mengintrogasi Albus nanti.
Bugh!
"Akh!" Lily memejamkan erat matanya ketika merasakan kepalanya dihamyam, kedua tangannya menyentuh belakang kepalanya yang terasa sakit. Dalam hitungan detik, tubuh mungil itu ambruk.