Bab 8 - Pernikahan, Hari Bahagia

19 1 0
                                    

Julian sempat tersadar sebentar. Apa untung dan ruginya ia menghajar bocah itu. Merasa terlukakah Julian saat melihat Kiran tersungkur akibat ulah Satria?

Tangan Julian masih mengepal di depan wajah Satria. Terlalu banyak berpikir, membuat lawan Julian punya kesempatan untuk menghajarnya.

Kiran mencoba bangun dari tanah dan melerai perkelahian itu. Ini jam-jam saat beberapa orang pergi untuk ibadah. Ia tak mau jadi pusat perhatian para tetangganya.

"Sat, jangan. Mending kamu pergi," ucap Kiran lirih sambil menjaga jarak Satria dengan Julian.

"Ada hubungan apa kamu sama dia?" tanya Satria penasaran. Pria yang baru saja ia pukul adalah seorang penyanyi terkenal. "Jangan bilang karena kalian satu agency. Kamu udah bukan calon penyanyi lagi, Ran."

"Aku bilang pulang sekarang. Ya?"

Satria mendengus.

Pemuda itu sempat menunjuk wajah Julian dengan jarinya, seperti menantang Julian untuk melakukan duel.

Nyatanya, Satria hanya kalah umur. Sekali pukulan bisa membuat ujung bibir Julian sedikit sobek.

Satria menatap Kiran sejenak sebelum ia pergi bersama dengan motornya.

Penjelasan apa yang akan Kiran katakan pada Satria nanti? Tak ada. Kiran hanya berniat berbohong saja jika Satria bertanya nanti.

Kiran mencoba meraih pria yang ada di hadapannya itu. Tapi Julian malah mengelak dan pergi ke dalam mobilnya.

Deru kendaraan mewah Julian memecah sore. Pria itu tak mengatakan apapun pada Kiran. Aneh.

***

Beberapa tahun lalu, Julian pernah menyesal. Ada gadis yang sudah membuatnya jadi punya perasaan bersalah sampai seperti ini. Gadis itu mendadak menghilang dan tak pernah Julian temukan sampai sekarang. Sekelebat matanya, ia teringat gadis itu saat Kiran jatuh seperti tadi.

"Sssttt. Mas Ian." Emon menyadarkan Julian yang sedang termenung saat semua orang tengah bergembira di pesta itu.

"Masih lama nggak, Mon?" tanya Julian sambil mengamati keadaan sekitarnya. "Gue udah boleh pulang, kan?"

Ia sedang tak mood berpesta hari ini. Ini lebih mirip seperti sebuah pekerjaan baginya. Banyak kamera wartawan, Pak Ardi dan para artis dari agency yang hadir di bar ini.

"Sejam lagi lah, Mas. Mas Ian kan baru sampe sepuluh menit yang lalu."

"Nggak mood gue."

"Emang Mas Ian dari mana sih? Dateng-dateng bonyok."

"Banyak nanya lo."

Julian menarik jaket yang ia sandarkan di bahu sofa lalu pergi melewati kerumunan. Ia tak peduli teriakan Emon yang menggema.

Pria itu hanya ingin pulang saja dan segera sampai ke apartemen untuk istirahat.

"Mas Ian! Mas!" Emon masih terus saja memekik memanggil Julian.

"Jangan ada yang ganggu gue," ancam Julian pada sekretaris pribadinya.

Sialan.

Ujung bibirnya yang sobek itu terasa perih sekarang. Ia tak sangka tenaga anak ingusan itu kuat juga.

***

"Udah sampe kamu?" Seorang wanita dengan sheetmask hitam di wajahnya itu menyambut kedatangan Julian. Membuat jantung Julian hampir copot saja dari tempatnya.

"Mam!" Julian merebahkan tubuhnya yang melemah karena terkejut itu ke atas sofanya. "Jangan bikin aku kaget lah, Mam. Mami ngapain sih malem-malem pake begitu?"

SECRET HUSBAND (SUAMI RAHASIA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang