Pagi itu di sekolah, nama Kiran tak luput dari perbincangan semua orang. Fotonya bersama Julian kemarin tersebar luas di media daring.
"Gue pikir Julian homo. Nggak taunya seleranya anak SMA kayak kita."
"Proyek baru kali. Julian mau duet sama dia."
"Mau juga si Julian sama Kiran. Bokapnya Kiran kan-"
Hhh, suara sumbang itu. Tak pernah berhenti membicarakan Kiran seolah gadis itu tak berhak bahagia.
"Apa?"
Kiran berhenti pada seseorang yang bergosip tentangnya. Ia memandang sinis orang yang menyangkut pautkan dirinya dengan orang tuanya. Tidak etis.
"Nggak. Jangan sampe semua orang tahu kalo gue mau nikah sama Ian."
Tanpa Kiran duga, seseorang mencegahnya masuk ke dalam kelas. Satria.
Hampir. Hampir saja Kiran lupa bahwa ia punya mantan pacar. Kiran seperti sudah kebal dengan permintaan putus dari Satria secara tiba-tiba. Tapi kali ini, rasanya sudah cukup bagi Kiran. Masalahnya akhir-akhir ini memang terlalu banyak.
"Kita bisa ngomong sebentar?"
Tak ada alasan bagi Kiran untuk menolak permintaan Satria. Kiran penasaran dengan apa yang pemuda itu akan ucapkan padanya.
Satria membawa Kiran ke kantin. Mungkin masih ada sekitar sepuluh menit lagi sampai bel sekolah berbunyi. Waktu yang cukup jika Satria berhenti diam seperti yang ia lakukan sekarang.
"Jadi ngomong ama gue nggak sih?" gerutu Kiran dalam hatinya.
"Kalo nggak jadi ngomong, aku mau balik ke kelas sekarang," ancam Kiran sambil berusaha beranjak dari tempat duduknya.
Satria berdecak sambil mencegah Kiran pergi dari kantin. Pemuda itu seperti terlalu gugup sampai bingung harus memulai perbincangannya dari mana.
"Kemarin lusa aku-"
"Iya, tau. Nggak bisa mikir jernih, kan? Udah berapa kali kamu bikin alesan begitu setelah mutusin aku? Nggak kaget," oceh Kiran kesal. Ia juga punya hati. Dan Satria tak pernah berpikir sejauh itu.
"Aku minta maaf," sesal Satria.
"Nanti pasti kamu ulangi lagi," tebak Kiran.
"Nggak, Ran," ucap Satria lirih. "Aku emang asal ngomong kemarin. Kamu nggak maafin aku kali ini? Karena kamu pacaran sama penyanyi itu?"
"S-siapa yang bilang?" Kiran gelagapan. "Nggak. Kemarin emang aku sama Julian ada kerjaan. Wartawan aja yang lebay bikin berita," jawab Kiran asal.
"Kerjaan? Kamu mau jadi penyanyi lagi? Duet sama dia?"
"Nggak taulah." Kiran tak jago berdusta. Gadis itu memutuskan untuk beranjak pergi dari kantin. Tapi sebelum itu, ia sempat memberitahu Satria tentang satu hal. "Kamu mau ajak aku balikan kan? Jawabanku, iya."
Semudah itu. Ya. Berkali-kali Kiran melalui hal ini dengan Satria. Labil
***
Pak Ardi memijat pelipisnya saat melihat berita yang naik hari ini. Penyanyi yang kental dengan gosipnya sebagai penyuka sesama jenis itu ternyata pergi bersama dengan seorang siswi SMA sekaligus mantan trainee di perusahaan itu.
"Pak, Mas Ian udah dateng," ucap seorang karyawan yang melongokkan kepalanya sebentar ke dalam ruangan Pak Ardi.
Tak lama setelah itu, Julian menerobos pintu ruangan itu.
"Lo manggil gue ke sini cuma buat berita itu?"
"Album baru kamu sebentar lagi akan dirilis dan kamu bikin ulah, Ian," omel Pak Ardi dengan nada kesal.
"Bukannya ini waktunya agency yang ngurus? Gue menguntungkan buat Big Dream dan lo juga harus menguntungkan buat gue. Bilang aja sama wartawan kalo gue bakal duet sama dia," ucap Julian memberi usul. "Selesai."
"Duet? Duet apa? Dia udah dipecat dari TiTan. Nggak ada duet, Ian!" sanggah Pak Ardi dengan emosi. "Jangan macem-macem kamu. Apa kata orang-orang kalau penyanyi top mau duet sama mantan trainee yang dipecat?"
"Lo yang bilang atau gue yang bilang ke wartawan?"
Pak Ardi menatap Julian dengan tatapan nanar.
"Terserah kamu," jawab Pak Ardi dengan tatapan pasrah.
Julian terdiam. Pemuda itu masih duduk di kursi saat Pak Ardi keluar dari ruangannya. Pikirannya adalah ia harus bertahan sampai ia menemukan Charlene.
***
"Kamu mau kemana liburan tengah semester nanti, Ran? Kamu nggak mau pergi ke dufan sama aku?"
Kiran terdiam sambil menerawang kapan dimulainya liburan tengah semester itu. Lusa. Saat dimulainya kehidupan baru Kiran. Saat Julian menikahinya.
"Aku-"
"Ran, lihat. Bintangnya banyak banget." Satria tiba-tiba menunjuk langit dengan jari telunjuknya.
Kiran menyapu pandangannya ke atas. Ia berpikir sejak kapan langit jadi secantik ini? Sebuah pemandangan yang mungkin tak akan pernah Kiran lihat sampai ia bercerai nanti. Dan sampai saat itu tiba, saat Kiran berhasil menjadi seorang penyanyi, ia akan berlari ke Satria.
***
Tanggal 19. Liburan tengah semester baru berjalan sekitar 2 hari. Teman-temannya yang lain mungkin tengah berlibur di rumah neneknya, ada juga yang mempersiapkan album debutnya, tapi Kiran malah menikah.
Kiran tak henti memandang layar telepon genggamnya saat perias memoles wajahnya. Ia sudah mengabaikan panggilan dari Satria sejak tadi malam. Tak berani Kiran terima karena pasti akan membuatnya makin sedih.
"Ran, kamu ngapain masih sibuk sama hp kamu? Sini Mama yang bawa."
Tanpa menunggu persetujuan Kiran, Mama Sari mengambil telepon genggam putrinya berniat untuk mengamankannya. Pernikahan Kiran akan digelar beberapa saat lagi dan ini bukan saatnya Kiran untuk bermain-main.
"Ma, bawa sini!" pinta Kiran memelas. "Nanti ada temenku yang telepon."
"Temen yang mana? Jangan aneh-aneh kamu, Ran. Udah ini hp Mama yang bawa sampai acaranya selesai."
Kiran mendengus. Tak bisa berbuat apa-apa. Perias dan penata rambut memohon pada gadis itu untuk tenang dan tak terlalu banyak bergerak agar hasil polesan mereka sempurna.
Hampir pukul 9 malam, saat semua orang bersiap untuk tidur, Kiran dan mamanya menunggu nasib yang akan segera mereka lalui.
"Bu, permisi."
Tim perias wajah dan penata rambut yang sudah merias Kiran sejak jam 6 tadi sore sudah undur diri.
Mama Sari gelisah sambil sesekali memandang jam tangannya. Julian dan maminya tak kunjung datang.
"Kok nggak dateng-dateng ya, Ran? Mama ini khawatir ninggalin kakakmu di rumah sama perawat. Takut kakakmu rewel kalo nggak ada Mama. Kamu nggak nyoba telepon Julian?" tanya Mama Sari sambil celingukan ke arah pintu gereja.
"Hp ku kan ada di Mama," gerutu Kiran. "Kenapa Julian sama maminya nggak kecelakaan aja ya, Ma? Biar aku nggak jadi nikah."
"Hus, mulutmu!" desis Mama Sari.
"Lagian. Mana hp ku?"
Mama Sari dengan wajah kesal mengembalikan telepon genggam putrinya. "Siapa itu telepon dari tadi? Kamu nggak kasih tau temen-temenmu kalau kamu nikah kan, Ran? Kamu masih kelas 2 SMA."
"Tau masih kelas 2 SMA malah Mama nikahin," gumam Kiran sambil memeriksa telepon genggamnya. Benar saja. Satria yang menelepon dan mengirimkan pesan berkali-kali sejak tadi.
Tunggu jandaku, Satria.
Tak berselang lama, Mami Jane dan Julian datang. Mereka berdua tampak elegan.
Sejenak, Kiran mulai berpikir apa ia pantas menjadi istri pemuda itu?
"Si goblok!"
Kiran berusaha menyingkirkan pikirannya yang satu itu. Peduli setan dengan statusnya sebagai istri. Pernikahan ini hanya di atas kertas.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET HUSBAND (SUAMI RAHASIA)
RomanceHarusnya Kiran Shamora sudah debut menjadi penyanyi, jika ia tak dipecat di hari pengumuman debut. Padahal, menyanyi adalah satu hal yang Kiran andalkan untuk menghidupi ibunya yang miskin dan kakak perempuannya yang cacat. Pertolongan itu bernama p...