Terdengar suara pintu kamar Kiran yang sedang diketuk dari luar. Pasti mamanya.
Kiran hanya melirik ke arah pintu yang memang tak ada kuncinya itu. Lain kali akan Kiran pasang gembok agar tak seenaknya orang keluar masuk areanya.
"Lagi ada tamu kok kamu malah di kamar sih, Ran?" tanya Mama Sari pada putrinya
Lagipula sejak kapan mamanya itu peduli pada Kiran? Oh, iya. Kiran lupa. Dia sudah menjadi harta yang paling berharga di keluarganya saat ini.
"Emang kenapa? Mama tenang aja. Aku tetep bakal nikah sama Ian, kok." Kiran menutup buku yang tadi sempat ia baca. "Kenapa muka Mama kayak gitu? Nggak perlu merasa bersalah. Nikah aja, kan? Awas aja Mama nggak tahu diri terus minta cucu pas aku udah nikah nanti."
"Ran."
Suara Mama Sari bergetar saat memanggil nama putrinya.
Hampir. Hampir Kiran kasihan dengan mimik wajah mamanya.
"Mama mau aku keluar terus baik-baikin calon besan Mama? Yuk!" Kiran bangkit dari ranjangnya. Lebih baik keluar dari kamar dan bermain peran di hadapan semua orang dibanding harus melihat mamanya memelas.
"Kiran!" sapa Mami Jane pada calon menantunya.
Kiran heran. Kenapa semua orang bersikap baik padanya hari ini. Julian, Mama Sari, lalu Mami Jane.
"Ayo makan sekarang. Mumpung dimsumnya masih panas," ajak Mami Jane pada Kiran sambil menggandeng tangannya ke meja makan. Di sana, Julian sudah asyik mencomot beberapa macam dimsum yang tersaji. Makan dengan lahapnya.
Pria itu sempat melirik ke arah Kiran.
"Lagi galauin pacar lo, ya?" tanya pria bertato itu.
Kiran menyorot Julian dengan tatapan yang mengintimidasi.
"Pacar apa, sih? Orang kalian mau nikah," celetuk Mami Jane ikut masuk ke dalam pembicaraan Julian dan Kiran. "Ayo, Kiran. Makan dulu. Jangan dengerin Ian. Anak itu emang suka ngomong sembarangan."
Kiran mengambil satu dimsum dengan sumpitnya. Kiran akhirnya mengerti kenapa orang-orang kaya itu suka makan makanan mahal. Ia tak pernah makan dimsum seenak ini di hidupnya.
"Siapa sih yang ngide pesen dimsum segini banyaknya?" gerutu Julian. "Makan selusin juga nggak bikin kenyang. Next time pesen ramen aja lah, Mam."
"Beli sendiri. Orang Mami beliin Kiran, kok," jawab Mami Jane dengan ketus. "Ayo, Kiran makan lagi. Yang banyak."
Kiran menganggukkan kepalanya. Ia memang berencana untuk makan lagi.
"Sar, ayo duduk. Kamu nggak makan juga?" ajak Mami Jane pada sahabatnya.
Kiran bisa melihat bahwa kebaikan wanita kaya raya itu tak dibuat-buat. Ia memang tulus pada Kiran dan keluarganya.
"Tante nggak makan juga?" tanya Kiran tiba-tiba.
Semua orang yang ada di meja makan itu terkejut dengan pertanyaan Kiran.
Mami Jane tersenyum semringah mendengar hal itu.
"Ya," jawab Mami Jane gelagapan. "Jangan panggil Tante lagi, ya. Panggil Mami."
Kiran terdiam mendengar hal itu. Mami. Haruskah? Wanita itu baik. Tapi menjadi mertua di usia Kiran yang masih enam belas tahun?
"Kiran, Mama abis ini mau ke tempat kerja Mama. Mau pamitan. Kamu jaga Kak Grace sebentar ya, Ran," ucap Mama Sari.
"Pamitan? Mama nggak kerja di sana lagi?" tanya Kiran terkejut.
"Biar mamamu urus kakakmu. Jangan disuruh kerja lagi," ucap Mami Jane pada Kiran.
Agak lega mendengarnya. Mama Sari akan mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai seorang pembantu rumah tangga setelah mengabdi bertahun-tahun pada keluarga kaya itu. Tapi kini giliran Kiran yang akan mengabdi pada keluarga Julian.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET HUSBAND (SUAMI RAHASIA)
RomanceHarusnya Kiran Shamora sudah debut menjadi penyanyi, jika ia tak dipecat di hari pengumuman debut. Padahal, menyanyi adalah satu hal yang Kiran andalkan untuk menghidupi ibunya yang miskin dan kakak perempuannya yang cacat. Pertolongan itu bernama p...