3. Bukan Gue

9 0 0
                                    

***

Definisi buat apa balikan kalau tidak menikah menjadi salah satu dasar pikiran kenapa Ibay kembali. Maksutnya kembali bersama Delisa. Bodoh sekali pikiran Ibay bahwa Ranua takut jatuh cinta padanya. Memangnya Ranua sudah gila apa? Jatuh cinta kepada calon suami orang, lebih parahnya lagi calon suami dari sahabatnya sendiri.

"Lo gila?" Ucap Ranua setelah memastikan dirinya benar-benar tegak dan tidak berpotensi menindih laki-laki itu kembali.

Ranua bergeser beberapa langkah. Lalu mengulurkan tangannya untuk menarik Ibay.

"Kenapa gila? Oh kalau menurut Lo definisi jatuh cinta itu gila. Why not?" Jawab Ibay ringan seolah-olah bukan dia yang akan menikah beberapa minggu lagi.

"Orang gila mana yang mau nikah malah godain perempuan lain" guman Ranua.

"Siapa yang mau nikah?" Tanya Ibay. Rupanya dugaan bahwa laki-laki ini tidak berpendengaran tajam salah besar.

Ranua meniup poninya.
"Lo lah siapa lagi?"

Ibay mendelik. "What, kata siapa? Lo jangan sebar-sebar hoax ya. Bisa Gue tuntut Lo."

Kini giliran Ranua yang mendelik. Kenapa dirinya malah diancam. "Apa-apaan? Kan Lo mau nikah sama Delisa. Hoax dari mana sih!"

"Belum buka undangan Lo?" Ranua hanya menggeleng. "Bawa undangan kemarin nggak?" Ranua mengangguk, tangannya segera mengambil sebuah undangan dari dalam slingbag nya.

Sebelum membuka undangan berwarna maroon itu, Ranua memandang mata Ibay. Dari mata laki-laki itu seolah berkata 'buka saja cepetan'. Oke, apa yang diperintahkan itu yang dilaksanakan.

Ranua melotot. Kemudian menatap Ibay. Laki-laki itu justru tengah tersenyum ponggah.
"Kok bukan nama Lo sih!" Protesnya.

Senyum Ibay luntur seketika.

Ranua berdecih sinis. "Oh I see. Sad boy banget sih Lo, gagal move on sampai ngikutin ke sini. Kasihan banget, sini Gue puk puk"

Tangan Ibay dilipat didepan dada.
"Lo kesannya kok kecewa banget bukan Gue yang nikah sama Delisa?"

"Jelas lah. Gue kasihan sama Lo. Apalagi Lo kemarin datang seolah-olah calon suaminya. Terus ikut kesini bantuin cari kain. Dan yang lebih gilanya lagi Lo godain Gue! Parah sih itu. Mana terima Gue calon suami Delisa sebrengsek Lo."

"Godain dari mananya, coba ngomong?"

"Sapaan Lo kemarin berpotensi seperti menggoda ya tuan Ibrahim Famua yang terhormat."

"Kalau Gue calon suami orang nggak bakal Gue sekurang ajar itu sama Lo. Kalau Lo calonnya malah harus kurang ajar."

"Orang gila!" Umpat Ranua. "Kemana Ibay yang Gue kenal dulu. Kenapa jadi Ibay yang kayak gini?"

Ibay menaikan sebelah alisnya.
"Cemburu Lo?"

"DIH OGAH NGAPAIN! PERGI SANA!"

"Catat ya Nua, bukan Gue yang nikah"

***

Ranua pulang. Dalam perjalanan singkatnya Ia menatap langit sore yang mulai berganti malam. Tiupan angin rasanya lembut menerpa kulitnya. Senja memang akhir dari waktu seharian menemani Delisa. Senja dan segenap penutupnya. Juga seseorang yang tengah menyetir motor mengantarkan Ranua pulang.

"Nua!" Panggilnya dengan suara lantang.

Ranua mendekatkan bibirnya ke telinga laki-laki itu.
"Kenapa?"

"Nggak"

"Nggak jelas!"

"Rumah Lo masih sama?"

Tiupan angin membuat pendengaran Ranua tidak begitu jelas. "Ulangin"

"Rumah Lo masih Gue?"

"Hah?" Ranua kembali mendekatkan telinganya. Ia barusan salah dengar kan?
"Apa? Yang keras, nggak jelas"

"Rumah Lo masih sama?" Oh ternyata Ranua benar-benar salah mendengar. "Iya sama"

Beginilah sebuah alur jika terlambat menyadari. Jatuh cinta dimasa yang telah berbeda.

Setibanya didepan rumah. Ranua segara turun. Ia sangat bersyukur bahwa kedua orangtuanya sedang pergi kerumah pamannya. Kabar baiknya, bahwa tidak perlu ada sandiwara menawarkan untuk mampir.

"Nggak usah mampir. Nggak ada orang. Terimakasih" ucap Ranua sambil menyodorkan helm pada Ibay. Entah kenapa rasanya laki-laki ini terlalu siap untuk sebuah kebetulan. "Seenggak mau itu Gue mampir?"

Ranua menautkan kedua alisnya. Kemudian tangannya dilipat didepan dada.
"Udah dibilangin nggak ada orang"

Ibay terkekeh pelan. Lalu tersenyum jahil.
"Sebenarnya nggak Lo tawari pun, Gue nggak mau mampir sih"

"Orang gila! Pergi sana Lo!" Usir Ranua. Berteman dengan laki-laki ini membuat tensi darahnya naik.

"Take care" guman Ranua pelan. Ia tidak peduli, sungguh. Hanya saja, beberapa hari terakhir kerap terjadi kecelakaan.

"Peduli banget Lo sama Gue? Sayang ya?" Ibay kembali menggoda Ranua. "Jujur aja sih. Gue malah senang." Ranua terdiam. Apakah laki-laki ini tau perasaanya dulu.

"Bercanda" tambah Ibay.

Ranua menabok kepala laki-laki itu, bersyukur masih ada helm yang melindungi kepalanya.
"In your dream!"

Masih saja senyum jahil itu tidak luntur.
"In your dream? Mimpi Gue Kok Lo tau, Gue mimpi Lo suka sama Gue? Kenyataan ya?"

"Kelamaan jomblo Lo, jadi stres ya? Pergi sekarang nggak Lo!" Teriak frustasi Ranua.

Lalu pergi meninggalkan Ibay yang masih tersenyum culas diatas motornya. Sebelum benar-benar masuk ke rumah, Ranua menoleh. "Biadab banget orang itu. Kok gue bisa sih suka sama dia? Bodoh banget gilak!" Guman Ranua selirih mungkin.

"Gue masih dengar ya Nua!" Teriak Ibay.

Brak!

Ranua membanting pintu. Dari dalam rumah Ranua masih bisa mendengar suara tawa Ibay yang terdengar sangat menyebalkan. Tapi malah membuat seulas senyum terbit dibibir Ranua.

Hai Ibay!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang