4. Wedding

9 1 0
                                    

***

Pernikahan Delisa membuat semua teman-teman berkumpul. Mereka kompak mengenakan batik yang diberikan oleh si empu acara. Akad Delisa sudah dilaksanakan pagi tadi. Kini hanya tinggal resepsi.

Teman-teman sedang berbahagia berkumpul dan berfoto ria di depan altar pernikahan. Namun, Ranua yang malang malah terjebak berdua di meja penerima tamu dengan sahabat baik sekaligus sepupu mempelai pria.

Yang di sangka Ranua semua salah besar. Pertemuan pertamanya dengan Ibay yang bagaikan mimpi buruk, diubah oleh laki-laki itu dalam sekejap. Ternyata kembali berteman tanpa melibatkan perasaan sungguh semenyenangkan ini. Diam-diam Ranua tersenyum lega. Juga sekaligus berharap tidak kembali jatuh cinta.

"Gimana perasaan Lo ke nikahan mantan Bay?" Tanya Ranua pada Ibay yang tengah menunduk. Entah rencana siapa yang membuat laki-laki itu sejak tadi mengikutinya. Ibay mendongak, setelah membenarkan tali sepatunya.
"Ikut bahagia."

Ranua berdecih. Untungnya hanya ada mereka berdua saja yang berasa disini.
"Bohong banget Lo. Dari wajah Lo aja kelihatan banget keselnya."

Ibay menatap Ranua datar.
"Lo merhatiin wajah Gue?"

Ranua kelabakan. Sungguh Ia tak bermaksud demikian, Ia hanya berbasa basi. Sialan. Ranua mendatarkan ekspresinya.

"Enggak lah. Tanpa merhatiin pun orang pasti tau kalau Lo kesel," Ranua kembali memperhatikan sekitar, takut keakrabannya terlihat teman-teman lain. "Apalagi mata panda Lo! Menyedihkan amat sih." Ucapnya sambil menunjuk wajah Ibay.

Ibay tersenyum samar. Malah terlihat lega.
"Sepupu Gue nikah, kenapa harus sedih? Kalau Lo yang nikah, mungkin Gue baru sedih. Bahkan amat sangat sedih."

Ranua menatap Ibay tidak percaya. Masih saja laki-laki ini menggodanya.
"Jangan gini woy, nggak enak sama yang lain. Jangan bikin rumor kita ada hubungan deh."

"Nggak papa rumor dulu. Siapa tau kejadian beneran." balas Ibay santai. Tapi Ranua masih yakin itu 100% becanda.

"Lo kalau becanda jangan gini. Kalau Gue jatuh cinta beneran, emang bisa Lo tanggungjawab?" Batin Ranua. Semua ini hanya bisa terucap dibatinnya.

Ranua diam. Matanya terus memperhatikan Ibay. Perlahan laki-laki itu merebahkan kepalanya di meja pagar bagus sambil memejamkan matanya. Hati kecil Ranua tersentuh. Pasti laki-laki ini sangat kelelahan. Ranua rasanya tahu betul cara laki-laki ini mengejar mimpinya.

"Apa kabar Ibu Bay?"

"Alhamdulilah baik."

"Kalau Lo apa kabar hari ini?"

Ibay membuka kembali matanya. Bibirnya mengulas senyum samar. "Baik kok. Kan ketemu Lo," Ibay memainkan alisnya, lalu melanjutkan ucapannya. "Bisa dijahilin."

Tanpa sadar tangan Ranua bergerak memeriksa suhu kening Ibay. Dan mengelus rambutnya.
"Bohong, agak demam nih. Minum obat mau?"

"Udah minum tadi."

"Mau makan cemilan nggak? Gue ambilin ya?"

"Kalau nggak ngerepotin boleh sih."

Ranua segera bangkit lalu berjalan ke arah rak makanan. Mengambil beberapa kudapan dan segera kembali duduk di samping pasiennya.
"Silakan dimakan pasien gue."

Ibay terkekeh. Random sekali gadis ini.
"Baik ibu dokter. Terimakasih"

"Lembur ya Lo?"

"Skripsi."

"Oh maaf Gue nggak tau." Ibay hanya mengangguk. "Lo sendiri kerja? Udah wisuda kan harusnya?" Tanya Ibay.

Ranua tersenyum cerah.
"Tinggal nunggu tanggal wisuda. Alhamdulilah udah kerja"

Ibay hanya mengangguk paham. Ia mengambil sebotol air minum, lalu meneguknya.
"Kenapa Lo cuekin Gue sejak tadi pagi?"

Ranua menoleh menatap Ibay. Tangannya meletakkan cookies yang baru saja Ia buka bungkusnya. Lalu menawari Ibay dengan bahasa isyarat yang hanya dibalas gelengan. "Cuek? Bukannya dari dulu kalau lagi sama yang lain kita ga saling sapa ya?"

Ibay terdiam. Melihat itu Ranua memikirkan sebuah kalimat penenang. Entah melihat laki-laki itu diam seolah merasa bersalah membuatnya merasa tidak enak hati.

"Tapi tadi Gue udah sapa Lo loh. Lo aja yang lagi sibuk. Sampai ga mau jabat tangan Gue"

***

Satu persatu teman-teman mempelai wanita dan pria saling berjabat tangan. Semuanya penuh dengan senyum bahagia melihat kedua mempelai sudah sah.

"Mau adek 5 ya Lis." ucap Amara jahil. Mengundang teman teman lainnya menggoda Delisa.

"Kalau bisa kembar aja Lis." Imbuh Niva.

"Emang gampang apa?" Tanya Delisa sok keras, padahal sedang malu. Lihat saja pipinya semakin merah saja. Ranua ikut tersenyum kecil.

"Berhenti. Nggak lihat apa sayangku lagi malu," balas Adam sambil mengelus pipi Delisa. Bukannya mendapat senyum manis istrinya, Adam malah mendapat cubitan di pinggangnya. "Suka banget sih nyubit."

Delisa melotot. "Nyebelin!"

"Gimana ceritanya nih kalian balikan?" Tanya Bima.

"Mereka tuh lagi demam definisi buat apa balikan kalau nggak nikah." Jawab Ranua sok tau.

"Huu ratu puitis!" Timpal Niva.

"Tapi definisinya keren tau ges" komentar Oyan. "Ya kan Bay? Lo sepemikiran sama Gue kan?" Tanya Oyan pada Ibay.

"Iya bagus kok. Apa yang enggak sih sayang?" Balas Ibay, yang tanpa Ranua duga memandangnya.

"Jijik woy, gay! Diem-diem gay si Ibay!" Komentar Amara.

"Biar apa? Biarin! Sayangnya Gue nih!" Jawab Oyan.

"Berantem terus, jodoh mampus!" Ucap Ranua.

"OGAH!" Ucap Oyan dan Amara kompak.

"Aamiinin ges, kasihan. Pengen kayak Delisa sama Adam katanya" teriak Ranua kembali mengompori.

"AAMIIN!" Teriak teman teman lain.

"Jahat kalian sama gue!" Ucap Amara terlihat sedih, padahal jauh dilubuk hatinya Ranua tau Amara dan Oyan adalah mantan yang saling merindukan. Siapa tau definisi Delisa Adam bisa jadi definisi Amara Oyan?

Hai Ibay!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang