11. Tentang Bagaimana

6 0 0
                                    

Perjalanan melupakan tidak semudah yang orang bilang. Tidak pacaran bukan berarti seringan kapas untuk mengikhlaskan. Tidak pernah disakiti justru membuat Ranua terjebak lama dengan kenangan mencintai seorang Ibay.

Apalagi janjinya. Tapi rasanya Ibay tidak butuh Ranua. Ranua memutuskan pergi dan melupakan. Mereka masih teman dan selamanya akan terus berteman. Tapi hidup tak selamanya berjalan dengan Ibay.

Ranua memiliki hidup yang lebih rumit ketika masuk PTN. Ekonomi orang tuanya menurun. Ia hidup mengembara bagai tak tau arah selain menjalani dengan apa adanya. Ranua percaya Tuhan tak tidur dan perjalanannya 4 tahun kedepan Tuhan selalu membersamainya.

Tidak ada Yura, Ibay dan belenggu cinta yang menjebak ketiganya. Yura telah berbahagia. Meski tidak dengan Ibay. Tuhan kembali menyatukan Yura dengan Pramu. Takdir memang misteri. Yang saling membenci malah akhirnya saling mencintai.

Ranua kembali mengembara tanpa cinta. 4 tahun kuliahnya harus Ia tebus dengan kesuksesan. Kalau bukan dia siapa lagi. Masih ada adik kecilnya yang butuh masa depannya ditata. Siapa yang katanya nggak mau begitu saja. Ranua bertekat membukam mulut jahat yang berseru pada orang tuanya. Siapa juga yang mau menemani manusia penuh luka ini jika tidak dirinya sendiri.

"Ngapain Lo?" Tanya Sita yang baru saja duduk didepan Ranua yang diam merenung.

Sita adalah saksi penderitaan Ranua selama 4 tahun kuliah. Hari ini keduanya bertemu di Kafe dimana keduanya dipertemukan dengan Ibay dan Rama beberapa tahun lalu.

Sita meletakkan jas putihnya dimeja. Mengeluarkan ponsel dan memeriksakannya sebentar. Kini Sita sedang menjalani sekolah profesi untuk ahli gizi. Dan orang yang paling bodo amat dikelas menjadi si paling gizi di circle mereka. Setelah selesai dengan urusannya Sita memfokuskan diri melihat ke arah Ranua.

"Murung aja Lo padahal baru keterima kerja. Minimal traktiran!" Canda Sita.

"Dih, monggo ibunda. Boleh, pesen aja sana. Jangan lebih dari 1 tapi!" Jawab Ranua.

"Pelit!"

"Becanda ellah!" Ranua terkekeh. "Gimana kabar Rama?"

"Rama teruuss"

"Dih."

"Nggak tau Gue!" Jawab Sita sambil kembali bermain ponsel. Ranua tau itu hanyalah akal-akalan Sita.

"Beneran move on Lo?"

"Ya ngapain, goblok banget! Ya kali 7 tahun cuma hidup dengan bayang-bayangnya Rama!"

"HTS menyakitkan teman!" Ejek Ranua.

"Bangke!" Umpat Sita. "Lo sendiri gimana sama Ibay! Bukannya Ibay juga kuliah di Surabaya? Sekali aja masak nggak pernah ketemu?"

"Hm" jawab Ranua malas.

"Surabaya emang luas. Tapi takdir Lo sama dia sempit! Bisa aja kan satu bangku di kereta. Mampus!"

Ranua menatap datar Sita.
"Jahat bener"

"Jujur ayo sama Gue!" Melihat tatapan Ranua. Sita dapat menyimpulkan sesuatu. "Lo beneran ketemu sama Ibay?"

Sebelum menjawab Ranua meminum jus wortel pesanannya. Rasanya Ia membutuhkan asupan nutrisi sebelum bercerita.
"Nggak pernah selama 4 tahun Gue kuliah. Tapi.."

"Tapi? Kalau nggak Ibay apa lagi yang membuat Lo galau brutal anjir!" Sita juga meminum jus alpukatnya.

"Em beberapa hari yang lalu Gue ketemu dia, untuk pertama kalinya."

"Yang kata Lo nikahan Delisa?"

"Eh nggak pertama pertama juga deh. Pertama tuh di Surabaya waktu Gue iseng ngopi sendirian. Kedua waktu Delisa ngasih undangan. Ketiga waktu nemenin Delisa beli kain. Keempat nikahan Delisa."

Sita hanya menggut-manggut paham sambil menyemil kentang dan kue pancong favoritnya.
"Lanjut"

"Lo tau nggak? Gue malu anjir! Gegara Gathan sialan Gue ketahuan suka sama Dia waktu dulu!" Ranua mengusap wajahnya kasar. "Mau ditaruh mana muka Gue Sitaaa"

Sita tertawa ngakak.
"Ya ampun kasihan banget temen Gue."

"Tapi Lo tau nggak? Dia marah anjir! Katanya gini 'Kenapa Lo nggak bilang' " ucap Ranua sambil menirukan Ibay. "Ya kali Gue cewek suruh bilang kata dia!"

"Dih Gue juga ogah kali!" Ranua meminum jus jambunya sebentar, "Btw, Yura mau nikah Ta."

"Yura itu bestie Lo SD SMP kan ya. Sama siapa?"

"Sama Pram."

"Hah? Gila. Plot twist banget."

"Katanya dulu Yura pernah bikin novel tentang Pram. Malah jadi kenyataan anjay! Ngeri Gue!"

"Lo lupa? Lo hobi gambar Ibay!"

"Itu kan dulu. Mulai semester 2 Gue kuliah udah nggak anjay!"

"Ngeles aja"

"Btw Dia udah mulai skripsi katanya"

Sita tersenyum lebar.
"Duh Ranua gamon!"

"Dih apaan? Orang tau dari Oyan kok."

"Btw Oyan sama Amara lanjut nggak?"

"Nggak tau lihat aja. Tapi bisa aja sih. Tapi ga tau. Bukan urusan Gue!"

Sita kembali ngakak.
"Lo pernah berpikir nggak? Gathan sama Lo dan Gathan sama Ibay deketan mana?"

"Deketan Gathan sama Ibay lah"

"Mungkin sebelum ini Ibay udah tau. Tapi waktunya salah. Terus di moment yang sekiranya benar dia bersikap kayak gitu."

"Please Lo jangan buat Gue overthinking deh" Ranua menautkan kedua tangannya. Sementara Sita santai sambil sesekali mengecek ponselnya.

"Bisa aja kan. Si Gathan"

"Enggak tau. Gue nggak peduli. Giliran Lo! Pasti ada sesuatu. Dari tadi ngecek HP terus"

"Apaan? Gue cuma takut ada urgent"

"Gue masih inget ya Lo ahli gizi bukan dokter bedah yang kalau ada darurat langsung ke rumah sakit" Ranua memincingkan matanya. "Lo ketemu Rama kan?" Tanya Ranua, seketika membuat Sita terdiam.

***

Kedua orang sahabat itu kembali menjelajahi tempat lahirnya dengan kuliner di malam hari. Hal ini tidak bisa mereka wujudkan dimasa remaja. Dibesarkan di keluarga strit parents membuat dua orang ini tidak bisa membuatnya merasakan suasana malam.

"4 tahun membuat Lo bebas dari sangkar emas ya? Bisa pulang malem?" Tanya Ranua sambil menjilati es krimnya.

"Kan Gue udah kerja. Jadi ya gapapa sih selama masih ada izin"

"Lo pernah berpikir kita bakal ketemu Ibay atau Rama disini nggak sih? Gue jadi keinget kejadian waktu SMA. Bersyukur kita bisa keluar tepat waktu" Ucap Ranua becanda, yang kemudian membuat keduanya terkekeh.

Ranua menoleh pada Sita yang terdiam.
"Lo kenapa?"

"Gue udah pernah ngelarang Lo becanda kek gini belum sih Nua?"

Ranua mengernyit.
"Apaan sih? Lo berkata seolah olah becandaan Gue bakal nyata?"

Sita berdecak. Lalu menarik kepala Ranua untuk menghadap kearah kanan jalan.
"Lihat omongan Lo jadi kenyataan."

Ranua pucat. Matanya tak sengaja melihat laki-laki yang sedang jongkok memeriksa ban mobilnya. Jalanan ini sepi dan hanya ada Ranua dan Sita.
"Pangeran Lo juga ada disini Sita" bisik Ranua sambil menepuk tangan Sita yang mulai dingin.

Hai Ibay!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang