Hari ini Ranua janjian dengan Mela akan menonton film horor. Dan sampai detik ini Mela masih belum bisa dihubungi. Tadinya Mela katanya ada urusan ke kampus lebih dahulu. Daripada saling tunggu keduanya memutuskan bertemu di depan bioskop. Film terakhir akan diputar 30 menit lagi. Dan calon guru itu belum datang juga.
Ranua memutuskan menonton sendirian. Setelah memasukan ponselnya ke slingbag, Ranua pergi mengantri tiket. Dilihatnya didepan ada seseorang yang tidak asing.
Ranua berharap, sangat, bahwa orang itu bukan yang ditebaknya. Baru saja hendak menyakinkan diri. Laki-laki itu malah menoleh kebelakang dan menatapnya.
"Ranua?" Sapanya.Ranua hanya tersenyum tipis. Ranua kembali mengutuk idenya. Kenapa juga ada kebetulan seperti ini.
"Pilih kursi samping Gue aja Nua. Kebetulan someone yang mau Gue ajak nggak bisa datang."
"Iya."
Sungguh rasanya tidak ada pilihan lain selain berkata Iya. Ranua harap ini adalah yang terakhir kalinya. Ranua yakin dirinya mampu, Ia akan berusaha mengakhiri. Tapi apa yang diakhiri jika semuanya tidak pernah dimulai?
"Eh Lo juga sendiri kan?" Tanya Ibay yang pastinya hanya berbasa basi.
"Sebenarnya sama teman SMA Gue. Tapi dia nggak ada kabar dari 1 jam yang lalu. Jadi Gue masuk aja. Ini juga film terakhir."
Ibay terlihat hanya mengangguk paham. Keduanya berjalan memasuki teater. Tidak ada satu patah pun ketika film sudah dimulai. Keduanya dengan hikmat menikmati. Meskipun di beberapa scene keduanya menutup mata ataukah hanya meringis ngilu. Namanya saja film horor.
Mendengar suara penonton berjerit jerit ketakutan membuat Ranua tidak mau membuka mata. Ranua tidak takut hantu. Ranua hanya memiliki trypophobia. Kebetulan saja salah satu scene nya ada yang membuat trauma Ranua keluar.
"Kenapa?" Tanya Ibay tanpa menoleh.
"Enggak."
"Takut?"
"Enggak!" Reflek Ranua. Sadar akan suaranya yang meninggi Ranua langsung saja menoleh pada Ibay. Laki-laki itu ternyata menatapnya."Kenapa?"
"Itu punggungnya bolong-bolong. Jijik. Kalau lihat ikutan gatal." Jawab Ranua sepenuhnya jujur. Trypophobia nya mulai menguasai dirinya. Lihat saja tangan Ranua entah sejak kapan menggaruk-garuk tangannya.
"Kalau trypophobia jangan dilihat!"
"Udah nggak lihat!"
"Tutup mata lagi!"
"Bilangin kalau udah lewat!"
"Iya. Sana nunduk lagi!"
Film yang mereka tonton berakhir, setelah 2 jam yang penuh jumpscare. Ranua bernafas lega, setidaknya masih bisa menikmati film yang ditontonnya.
"Rate filmnya." Pinta Ranua setelah mereka keluar dari teater.
"Em mungkin 8/10."
"Kenapa?"
"Harus ada alasannya?"
"Ya kan apapun ada alasannya?"
Ibay terlihat berpikir.
"Mungkin karena bagus sih.""Gitu aja?" Todong Ranua. Sungguh tadi Ranua berharap laki-laki ini menjabarkan pandangannya.
"Endingnya agak gantung."
"Kan emang ini nanti ada lanjutannya."
"Oh gitu ya."
Ranua hanya mengangguk. Kemudian keduanya memutuskan untuk duduk di sebuah kursi didepan biokop. Entah rasanya tubuh Ranua hanya mengikuti apapun yang dilakukan Ibay. Ranua terdiam, matanya entah sejak kapan tidak bisa mengalihkan pandangan dari laki-laki yang tengah mengikat ulang tali sepatunya.
"Kenapa diikat ulang?" Tanya Ranua. Pasalnya ikatan tali sepatunya tadi masih bagus.
"Nggak nyaman."
"Jadi kalau udah nggak nyaman di ikat ulang?"
"Iya. Kamu kalau udah nggak nyaman, pasti kayak gitu kan?" Jawab Ibay sambil tersenyum.
"Kalau udah berlalu, bisa diikat lagi nggak?"
Namun sebenarnya ini bukan hanya tentang ikatan.
***
2019
Sejak Ranua diperbolehkan mengendarai sepeda motor. Ranua bersama dengan Yura mengawali pengalaman mereka menonton dibioskop. Berbekal sepeda motor hijau milik Yura. Keduanya menembus jalanan kota yang penuh akan bahaya.
Tidak hanya itu. Kedua perempuan itu bahkan tidak mengantungi izin orangtua masing-masing. Dengan hanya modal maps yang sebenarnya hanya membuat keduanya berputar-putar. Didukung pula Yura yang sangat buat maps. Pengalaman itu menjadikan kisah tersendiri bagi Ranua.
"Gimana rasanya nonton?" Tanya Ibay.
Hari ini mereka kembali menemani Amara dan Oyan kencan. Ranua mengangkat sebelah alisnya.
"Hm, Nggak gimana-gimana sih.""Katanya mau ada film horor bagus." Sambung Ibay.
"Film apa?"
"Horor sih."
"Gue malah suka. Seru tuh kayaknya." Ranua tampak berseri-seri. Ranua memang pencinta horor.
"Mau nonton sama Gue?"
"Berdua aja?" Tanya Ranua hati-hati.
Entah setelah dua kata itu terucap, suasana menjadi awkward banget.
"Lo ajak temen Lo. Gue ajak temen Gue. Ketemuan disana."
"Boleh. Tapi temen Gue nggak suka horor"
"Yang lain masa nggak pada suka?"
"Mungkin ada sih"
"Okay agendakan."
Hari-hari terus berjalan, semakin Ranua jarang saja bertemu Ibay. Ibay tidak lagi mengekor pada Oyan. Tidak ada lagi yang menemani Ranua menunggu Amara kencan. Hanya ponsel dan semangkuk gelato yang membuat Ranua bisa bertahan.
Ranua termenung. Apakah sudah 3 bulan berlalu sejak ajakan nonton itu dilontarkan? Entah Ranua sudah bosan menghitung.
"Lo udah dikasih tau Ibay belum? Gue sama dia mau PKL. Denger-denger Ibay ambil yang diluar kota."
Ranua yang tadinya termenung. Sontak saja menghadap sepenuhnya pada Oyan. Dengan ekspresi lemah, Ranua menoleh.
"Kenapa harus bilang Gue?""Gue ngasih tau. Siapa tau Lo kepo."
Ranua bangkit. Dengan tenaga yang tersisa, Ia berjalan kearah parkiran. Rasanya Ia lebih butuh tidur dari pada mendengar kebodohannya. Kalimat Ibay menjadi kenyataan.
Kenapa susah sekali melupakan laki-laki ini? Padahal bertemu saja tidak pernah. Rasanya Ranua merasa bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Ibay!
ChickLit8 tahun terjebak mencintai sendirian. Pada akhirnya Ranua ditinggalkan dan kesakitan. Lantas gadis people pleaser ini, bagaimana jalannya? Mereka hanyalah teman. Dan Ranua hanya hidup mencintai sendirian.