Part 1

19.5K 304 16
                                    

Ahilya menarik nafasnya berulang kali, pertengkaran antara dirinya dan sang kakak kembali terjadi. Selalu begitu tiap kali mereka tak sependapat. Tapi rasanya tak pernah sekesal ini menghadapi kakaknya.

"Udah, Nduk. Ibuk tidak apa-apa kalau kamu mau kembali ke kota."

"Tapi aku gak mungkin ninggalin ibuk di sini," kata Ahilya dengan tersedu.

Tangan Salma kini sibuk mengurai rambut putrinya yang panjang. Ia tersenyum pahit, sebab tak tega pada si bungsu yang harus merelakan mimpi yang telah dikejar. "Ibuk janji bakal baik-baik aja kalau ditinggal kamu. Sayang juga karir kamu udah cukup bagus kan?"

"Aku gak tega sama ibuk. Ya udahlah."

"Kenapa?"

"Aku mutusin buat di sini aja. Masalah rezeki, nanti bisa diusahakan. Ibuk pokoknya jangan ikut ngarit lagi!"

"Maaf ya, Nduk?"

"Gak masalah."

Ahilya tersenyum tipis, berusaha meyakinkan pada sang ibu bahwa ia baik-baik saja dengan keputusannya kali ini. Meski berat, tapi ia yakin mampu melewatinya. Karir yang ia tinggalkan bisa ia kejar lagi, tapi waktu bersama dengan sang ibu tak akan mungkin kembali.

Sejak ditinggal ayahnya, Ahilya cukup khawatir pada kondisi sang ibu. Pun ia tak ingin kehilangan orang tua satu-satunya yang ia miliki saat ini. Sudah cukup kematian ayahnya menjadi hal yang menyakitkan. Apalagi saat itu Ahilya tak bisa berada di samping sang ayah saat detik-detik terakhir.

Salma ikut mengangguk. "Tolong tebus obat ibuk di apotik simpang ya? Kayaknya ibuk malah lupa kalau udah habis."

"Ibuk kebiasaan. Pokoknya obat itu gak boleh sampai habis. Aku keluar dulu kalau gitu. Mau minta beliin makanan sekalian?"

"Tidak usah."

"Kue pancong ya?"

"Jangan banyak-banyak."

Ahilya tertawa geli, ia lantas menuju kamar untuk mengambil dompet dan kunci motornya.

Pemandangan desanya memang masih tampak asri. Suasana sejuk dan kicau burung terdengar merdu, jauh dari hiruk-pikuk kesibukan kota. Ahilya sebenarnya betah tinggal di desa ini.

Tapi ia selalu merasa bahwa karirnya tak akan berjalan mulus jika masih terperangkap di desa kelahirannya. Itulah yang membuat Ahilya akhirnya memutuskan untuk merantau.

Sampai di persimpangan jalan, ia memarkirkan motornya di depan ruko tiga pintu. Ruko pertama adalah minimarket, kedua tempat alat-alat tani dan yang ketiga apotek.

"Waw, kayaknya yang punya orangnya sama. Namanya Jen's semua. Orang kaya ini," bisiknya.

"Yaya!"

Ahilya menoleh saat nama panggilannya disebut. Ia lantas tersenyum lebar dan segera mendekat pada sosok wanita berkerudung lebar. "Ren! Ah, kamu udah lama gak ada kabar loh!" Sapanya. Ia lantas merangkul teman semasa sekolahnya itu.

Dibalas pelukan oleh Reni. "Kamu juga, makin cantik!"

"Anakmu udah dua kan?"

"Lah, iya. Kamu pulang karena mau lamaran?" Bisiknya.

Ahilya hanya meringis. Ia buru-buru menoleh pada apotek yang tampak mau tutup. "Eh, aku mau ke apotek dulu."

Kakinya melangkah cepat untuk menggapai rolling door yang siap tertutup rapat. Gadis itu terengah, tangannya memegang gagang pintu. Sontak saja membuatnya memegang tangan seseorang tanpa sengaja. "Pak, jangan tutup dulu. Saya perlu buat beli obat ibuk."

TERJERAT PESONA DUDA 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang