Part 10

5.5K 229 20
                                    

"Kamu bener sama duda itu?"

Fokus Hilya kini menghembus jagung rebus yang baru matang. Wanita itu baru kemudian melirik pada sang ibu yang menatap tajam padanya saat lengannya disikut.

"Tau dari Mbak pasti."

"Ya iya, Mbak mu cerita. Lah wong mesra begitu mesti ada apa-apa. Udah lama?"

"Belum." Hilya berhenti menguyah, ia kini beralih menatap penuh wajah ibunya. "Ibuk ndak suka kalau aku jalin hubungan sama Pak Banyu?"

"Bukan ndak suka."  Salma tersenyum kecil, senang karena sang putri menjalin hubungan dengan orang lain. Tapi khawatir karena pria itu merupakan duda yang memiliki anak. "Cuma ya kalau anaknya Pak Banyu nanti malah ndak suka kamu gimana? Kamu bilang juga anaknya susah banget buat dikasih tau."

Sorot mata Hilya langsung meredup, begitu juga yang ia pikirkan. Ia takut kalau Jennie kecewa padanya dan yang lebih menakutkan lagi adalah saat gadis kecil itu tak ingin bertemu dengannya serta berhenti menjadi pengasuh.

"Aku juga udah ngomongin ini sama Pak Banyu. Beliau bilang lagi diusahakan pelan-pelan. Tapi kalau memang akhirnya gak ketemu ujungnya ya bakal pisah."

Salma terdiam, mengingat umur sang putri yang sudah menginjak 27 tahun ia ingin sekali melihat Hilya menikah. "Tapi janji kamu jangan sampai terluka ya?"

"Janji."

Usai menenangkan hati sang Ibu, Hilya kemudian bergegas keluar. Pagi ini ia ingin pergi ke pasar untuk belanja, selain belanjaan rumah dan juga rumah Banyu. Sebenarnya ini bukan hari kerjanya, sebab hari libur. Tapi pria itu meminta dibuatkan udang saus asam manis. Katanya masakan Hilya berbeda dengan rumah makan yang sering ia kunjungi.

"Itu udah nungguin!" Sebut Layla, melirik pada mobil hitam milik Banyu.

"Mbak jadi nitip?"

"Minta beliin cumi yang gede."

"Uangnya?" Tanya Hilya.

Sontak Layla berdecak, tampak raut kekesalan di wajahnya. "Lah, kamu perginya juga sama Pak Banyu. Orang kaya masa perhitungan buat beliin cumi doang."

"Ck! Aku gak pernah minta beli apapun sama Pak Banyu," desisnya.

Tak ingin terlalu lama, Hilya kemudian bergegas menghampiri Banyu di kursi kemudi. Mengetuk kaca mobil pria itu. "Lagi ngapain?"

"Angkat telfon dari Jennie. Minta dibeliin pecal katanya." Pria itu lalu menyingkir ponsel, ia segera membuka pintu mobil. "Ibu kamu di dalam? Saya pamit dulu ya?"

"Gak usah. Langsung pergi aja, Pak."

"Mas!" Tegas pria itu.

"Iya, Mas."

❇️

Pasar pagi di ujung desa memang cukup ramai, para penjual beraktivitas mulai pukul 4 pagi. Pun pembeli juga datang lebih cepat seperti biasa. Tapi meski begitu, masih akan tetap ada bahan makanan segar pada pukul 7 pagi ini.

Hilya menenteng tas belanjanya yang kosong, fokus pada bahan makanan. Tanpa sadar, Banyu memegang tangan kanannya. Kadangkala pria itu menarik Hilya di dekatnya saat orang-orang berlalu lalang dan berhimpitan. Tak ingin kalau wanita itu bersentuhan dengan pria lain.

"Di sana saja!" Sebut Banyu, menunjukan pada salah satu kios yang tak begitu ramai.

"Nanti mahal, Mas."

"Coba dulu, cabenya juga kelihatan segar."

Hilya menuruti, ia mendekat pada kios penjual cabe serta bawang. "Pinten, Bu?" (Berapa)

TERJERAT PESONA DUDA 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang