"Nama?"
"Jennie."
Hilya tergelak. "Wah, Jennie member black pink?"
"Gak lucu," balasnya dengan wajah datar. Gadis itu lalu mengernyitkan dahi dan melirik orang dewasa di sampingnya. "Tante suka K-Pop?"
Wajah Hilya lantas sumringah, kini ia menemukan topik yang tepat untuk dibahas dengan gadis kecil itu. Padahal ia tak pernah excited tiap kali berbicara dengan anak-anak. Entah mungkin karena gadis kecil itu sudah mulai beranjak remaja. "Jangan ditanya! Aku itu ELF tau. Dulu banget, aku ngikutin tentang K-Pop. Sampai koleksi album dan sering nonton konsernya."
Jennie mulai menampakkan wajah antusiasnya. Gadis itu tersenyum tipis, lalu merapatkan kembali bibirnya kala menyadari bahwa ia tersenyum dengan orang asing. "Sekarang masih?"
"Kurang. Karena sibuk kerja, aku udah gak terlalu ikutin. Tapi masih suka dengan beberapa lagu K-Pop. Apalagi lagunya kayak New Jeans!"
"Sama dong!" Balasnya.
"Kamu suka yang mana?" Tanya Hilya kembali, sengaja untuk memperpanjang obrolan mereka.
"Aku cenderung suka semuanya."
Hilya mengangguk, diam-diam ia menelisik wajah gadis kecil itu. Hidungnya yang mancung dan kecil, bibirnya kemerahan dan tipis sekali. Alisnya tampak rapi dan mata almond. Benar-benar cantik, sayang sekali cukup judes. "Suka K-Pop karena apa?"
"Kalau Tante?"
Mata Hilya berkedip, ia lalu mengunyah kembali pecal yang masih tersisa di piringnya. Setelah menegak air, ia kembali menatap Jennie. "Buat menghilangkan suntuk dan stress belajar sih. Kamu?"
"Buat hilangin rasa sepi." Jennie menunduk, mengaduk-aduk piring ya g masih berisi pecal utuh. Ia tak menguyahnya sama sekali, sebab tampak asing dengan menu itu. "Aku kesepian sejak ditinggal Mama." Gadis itu kembali mendongak, menatap mata Hilya yang kecoklatan. "Tante masih ada ibu?"
Ah, kini Hilya mulai simpati pada gadis itu. Ia tahu rasanya kehilangan sosok yang berharga dalam hidupnya. Kehilangan seorang ayah saja sudah begitu melumpuhkan sebelah kaki Hilya. Apalagi kehilangan sosok ibu?
Hilya menganggu kecil, tapi ia kemudian tersenyum tipis. "Aku juga kehilangan ayah. Dan sekarang, sejak ditinggal ayah, ibuku sering sakit."
"Udah tua ayahnya?"
Kening Hilya mengerenyit. "Udah. Kenapa memang?"
"Aku juga takut ditinggal ayah. Tapi ayahku masih muda sih," katanya.
"Loh, orang masih muda juga bisa meninggal."
Jennie melotot. "Telfon ayahku, Tan!"
❇️
"Nah, kan! Mama bilang juga apa? Jennie itu semakin dewasa dan susah diatur sama kamu nanti. Apalagi jarang banget ada waktu sama kamu. Bakal beda rasanya tumbuh tanpa seorang ibu," kata Tantri.
Banyu mengusap wajahnya dengan kasar, pria itu menghembuskan nafasnya. Berusaha menghilangkan sesak di dada tiap kali membahas tentang perkembangan sang anak.
Ia melirik ponselnya, tak ada tanda-tanda bahwa Jennie akan mengangkat telfon darinya. "Saya udah coba. Dan Jennie tak pernah suka dengan wanita yang aku pilih."
"Cuma belum ketemu."
"Saya udah malas cari lagi. Semakin besar dia, maka tingkahnya akan semakin sulit dikendalikan."
Tantri mengurut keningnya, wanita tua itu menghembuskan nafas perlahan. Lalu kembali memperbaiki posisi kaca matanya di pangkal hidung. "Bagaimana kalau kemauan Jennie dituruti saja? Kamu ajak dia tinggal bersama di sini, tapi kamu harus rekrut orang buat jadi semacam pengasuhnya. Alasannya tidak mau di rumah Mama kan karena kesepian dan pengen dekat kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
TERJERAT PESONA DUDA 18+
RomanceSejak mendapat kabar bahwa keadaan sang ibu tak kunjung membaik, Ahilya Janita harus menelan asa yang sedang ia rajut. Kembali ke desanya yang jauh dari perkotaan dan membuatnya harus melepaskan mimpi menjadi budak korporat di gedung tinggi menjulan...