Part 8

5.7K 217 10
                                    

"Pagi banget," ujar Banyu. Pria itu sibuk membaui rambut Hilya, hingga sang wanita tampak risih. Konsentrasinya pada telur yang sedang digoreng jadi terganggu.

Wanita itu menggeliat tak nyaman, ia melirik pada pintu kamar. "Mas, nanti Jennie lihat. Aku gak enak."

"Susah udah ada Jennie. Kamu keramas pagi ya?" Pria itu menggenggam rambut Hilya yang masih tampak lembab. "Kenapa?" Katanya.

Hilya sontak menepis tangan pria itu, lalu ia menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Banyu. "Mandi wajib."

"Pantas, harum."

"Mas duduk sana dulu, nanti Jennie keluar kamar. Terus juga-" Hilya menjeda ucapannya, ia melirik pada celana pendek Banyu. Lalu kembali melirik wajah pria itu yang tampak polos. "Biasakan kalau bangun tidur itu cuci muka dulu, terus ganti celana. Ada anak gadis di rumah ini loh. Dua lagi," protesnya.

Sebelumnya, Hilya tak pernah melihat pria itu mengenakan celana pendek. Pasalnya Banyu selalu mengenakan sarung, penampilannya juga tak pernah seberantakan ini. Jadi, ini cukup mengejutkan untuk Hilya.

Pria itu kemudian mengecup cepat pipi Hilya, lalu menuju kamar untuk memakai sarung dan membasuh wajah.

Sedangkan Hilya segera merampungkan tugasnya membuat sarapan pagi. Jennie munta dibuatkan nasi goreng telur ceplok, gadis itu senang sekali saat Hilya mengiyakan permintaannya.

"Tante, nanti aku pulangnya lebih lama. Mau ikutan ekskul dulu." Jennie keluar kamar menenteng ranselnya.

Hilya menarik kursi agar gadis itu duduk. "Ya udah, nanti Tante bawain bekal siang ke sekolah. Mau dimasakin apa?"

"Chicken katsu sama salad, terus nasinya yang pulen. Sekalian bawain lemon tea waktu nganterin."

Banyu keluar kamar, pria itu langsung menggeleng. "Minumnya air putih aja. Kemarin kamu udah minum kopi, perjanjian sama Papa minuman manis tidak boleh lebih dari 3 kali dalam seminggu."

Enggan untuk ikut berdebat dengan keluarga kecil itu, Hilya menuju wastafel dan mencuci peralatan kotor. Wanita itu juga mengecek persediaan bahan makanan di kulkas untuk siang nanti.

"Pa," rengek Jennie. Ia melirik Hilya yang tak ingin membelanya. "Kemarin kan aku minum kopinya sedikit aja. Gak lebih dari satu gelas loh! Nanti ekskulnya panas-panas sama capek. Masa aku aja yang gak minum es?"

"Boleh minum es, tanpa warna." Banyu melarang tegas tanpa mau dibantah. Anaknya sudah terlalu candu dengan minuman manis. Pria itu beralih melirik Hilya. "Ikutan makan sini. Kamu ngapain di sana melamun?"

"Iya loh. Tante Hilya jarang banget mau sarapan pagi sama kita. Alasannya udah sarapan di rumah terus," sebut Jennie.

Merasa dirinya terpojokkan, Hilya akhirnya ikut bergabung di meja makan. Banyu dan Jennie kompak menggeser kursi di samping mereka.

Tapi Banyu dengan segera memberi kode agar Hilya segera duduk di sampingnya. "Lain kali kalau datangnya pagi begini, tidak perlu sarapan di rumah."

Hilya mengangguk sungkan, wanita itu segera mengambil tempat di samping Banyu. "Iya, Pak."

Wajah Banyu langsung masam saat dipanggil demikian, tapi pria itu cekatan mengambilkan seporsi nasi goreng untuk Hilya. Bukan hanya itu, saat Hilya hendak menyendokkan nasi ke mulutnya, pria itu malah menggenggam tangan kirinya di bawah meja. Lalu mengelus jari-jari wanita itu yang lebih kecil dari miliknya.

"Makan yang banyak," bisik Banyu.

Syukur aksi Banyu tak begitu kentara karena Jennie kini malah sibuk dengan ponselnya. Hilya juga dapat bernafas lega, saat Banyu melepaskan genggamannya. Sehingga ia bisa makan dengan leluasa tanpa gangguan pria itu.

TERJERAT PESONA DUDA 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang