Gava mengumpati dalam hati seseorang yang baru saja menarik paksa tubuhnya dari luar mobil setelah mobil yang ditumpanginya sampai disebuah halaman mansion yang begitu mewah dan besar.
Jadi setelah aksi kejar-kejaran tadi akhirnya Gava tertangkap dan dipaksa masuk kedalam sebuah mobil tipe Mercy S600 Guard. Gava awalnya berusaha untuk memberontak tapi nyatanya tenaganya kalah kuat dengan mereka semua yang berpakaian serba hitam yang sepertinya sudah sangat terlatih, karena terlihat dari bentuk badan mereka yang begitu besar dan kekar.
Gava juga tau ternyata orang-orang yang membawanya adalah suruhan dari Papa pemilik tubuh, karena dia memang sempat menguping pembicaraan yang dia yakini adalah ketua dari orang-orang yang membawanya yang sedang berkomunikasi melalui sambungan telepon.
"Tuan muda, silahkan masuk. Tuan besar sudah menunggu Anda."
"Anjirlah, gua belum siap ketemu si Haris itu." Batin Gava nelangsa, tapi tak ayal dia melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam mansion walaupun sebenarnya ragu, sejenak dia berhenti untuk menoleh dan melihat beberapa bodyguard yang sedang berbaris dengan kepala yang menunduk seperti sedang mempersilahkan dirinya masuk.
"Silahkan, Tuan muda." Suara itu sangatlah menyebalkan di pendengarannya Gava, ingin sekali dia menyumpal mulut orang yang sedang berdiri disampingnya ini yang selalu memberinya perintah. Gava tidak tau namanya, tapi yang pasti dia adalah ketuanya karena melihat jika semua orang yang menunduk hormat kepadanya dan selalu menuruti perintahnya, dan dalam benak Gava dia akan selalu terus menandainya dan suatu saat dia akan membalas perbuatannya.
Gava baru saja membuka pintu dan ingin melangkahkan kakinya masuk tapi tak jadi karena tiba-tiba perutnya ditendang dengan sangat keras yang menyebabkan tubuhnya langsung terpental ke belakang hingga tersungkur.
"Sialan sakit." Batinnya kesal sambil memegangi perutnya yang berdenyut nyeri.
Belum saja rasa sakit itu hilang tiba-tiba rambutnya ditarik yang membuatnya dengan terpaksa mendongak, dapat Gava lihat jika pelakunya adalah seorang pemuda dengan sorot mata yang begitu tajam.
"Apa mau kamu sebenarnya?" Suaranya begitu berat, terkesan dingin yang membuat siapa saja yang mendengarnya pasti merasa takut, begitupula dengan Gava, bahkan tanpa sadar dia menelan salivanya susah payah.
"Kamu hanya mempermalukan Faderick," Gava meringis ketika merasakan tarikan di rambutnya semakin menguat.
"Kamu beruntung saat ini karena Papa lebih memilih untuk mengistirahatkan diri daripada harus menghajar kamu."
"Tapi tetap saja, saya yang akan memberikan kamu pelajaran agar kamu tidak mengulangi perbuatan kamu itu lagi."
Gava yang memang tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi saat ini memilih untuk diam, dan keterdiamannya itulah yang membuat lawan bicara langsung menggertakan gigi karena merasa tidak terima sudah diabaikan.
Bugh.
Satu pukulan berhasil dilayangkan tepat di pipi Gava yang membuat sang empu langsung meringis karena sakit, terkejut ketika melihat tetesan darah yang terjatuh di lantai marmer, spontan Gava langsung menyentuh hidungnya.
"Bangsat sakit. Ini orang sebenernya siapa sih?" Umpat Gava dalam hati karena tidak terima hidungnya mimisan.
"Bawa ke ruangan bawah tanah, berikan Anak ini hukuman."
Gava melotot mendengar itu, tidak terima kenapa dirinya harus diberi hukuman padahal dia tidak melakukan kesalahan. Ingin meraih kaki lawan bicaranya yang hendak berlalu tapi pergerakannya langsung terhenti ketika kedua sisi tubuhnya ditahan oleh bodyguard.
"Anjing lepasin, gue gak salah! Lepas sebelum gue abisin lu semua, lepas bangsat!! Sialan lepas!!"
Gava memberontak sambil terus berteriak mengumpati mereka yang sedang menahan tubuhnya.
"WOI SIALAN! APA SALAH GUE SAMPE LO HUKUM GUE, lepas bangsat, gua masih ada urusan sama tuh orang!!"
Gava berteriak sangat keras saat tubuhnya di seret menuju belakang mansion, tatapannya pun tidak pernah lepas dari seseorang yang sudah memberikan perintah untuk menghukumnya. Sungguh, Gava tidak tau siapa orang tersebut, apakah orang tersebut adalah salah satu Abang dari raga yang dia tempat.
"Akhh sial! Baru juga beberapa jam pindah jiwa udah dihukum gini." Rasanya Gava ingin sekali menangis, tapi berusaha dia tahan supaya tidak di cap cengeng.
Memang sedari dulu sifatnya Gava seperti itu, jika dia di beri hukuman yang bukanlah kesalahannya maka dia akan menangis untuk meluapkan emosinya.
Gava tak henti-hentinya terus memberontok hingga sampai disebuah ruangan bawah tanah, dan dengan kasar bodyguard yang sedang memeganginya langsung menghempaskan kasar tubuhnya hingga tersungkur, belum sempat Gava membalikkan tubuhnya tiba-tiba kedua tangan dan kakinya langsung diikat dengan rantai.
"Sialan gue bukan hewan bangsat!"
"Gue bukan anjing yang harus di iket!"
"Lepasin bodoh!"
"Gue bilang lepasin anj- AKHHH!!"
Gava berteriak sangat keras begitu menerima cambukan di bagian punggungnya, dan setelah itu hanyalah terdengar suara teriakan yang menggema di ruangan gelap itu. Gava juga mulai menangis dalam diam, suaranya juga perlahan serak karena setiap punggungnya dicambuk dia akan berteriak. Dia juga sudah pasrah jika setelah ini dia harus mati untuk kedua kalinya?.
Dalam hati juga dia terus mengumpati seseorang yang sudah memberi perintah untuk menghukumnnya, dan juga kedua orang yang saat ini sedang mencambuknya. Sambil terus berdoa kepada Tuhan jika nanti dia berpindah jiwa lagi mudah-mudahan mendapatkan kebahagiaan yang belum pernah dia dapatkan dulu saat menjadi Gava.
Cukup lama Gava berusaha untuk menahan kesadarannya hingga akhirnya dia memilih untuk menyerah, perlahan matanya terpejam dan kegelapan pun menghampirinya.
Sedangkan di sebuah ruangan yang terlihat seperti ruang kerja kini terdapat seseorang yang sedang duduk di kursi kebanggaannya sambil memeriksa sebuah berkas yang baru saja dia dapatkan dari orang kepercayaannya. Tapi sepertinya aktivitasnya sedikit terganggu ketika tiba-tiba pintu ruang kerjanya di buka oleh seseorang. Menutup berkasnya dan menatap heran Anak ketiganya itu.
"Apa kamu sudah memberinya hukuman?" Yang ditanya tidak langsung menjawab, dia lebih memilih untuk duduk di sofa yang tersedia di ruangan tersebut.
"Jawab Papa."
"Uhm." Hanya itu jawabannya, "Lagian kenapa bukan Papa yang menghukumnya langsung?" Sambung sang Anak bertanya.
"Papa hanya tidak ingin bertindak jauh dan membuatnya mati saat ini juga." Sang Anak yang mendengar itu tertawa kecil.
"Masalah kantor masih belum selesai?" Tanya sang Anak yang langsung dibalas gelengan pelan dari lawan bicaranya.
"Alvares tidak ingin turun langsung, jadi mau tidak mau Papa yang harus menyelesaikannya."
"Apa aku bisa bantu?" Gelengan dia dapatkan, "Papa tidak ingin kamu ikut dalam masalah kali ini. Papa cuma mau kamu hanya fokus di devisi keamanan saja,"
"Dan jangan lupa besok ada pertemuan. Kamu harus siapkan diri, dan beritahu yang lainnya juga untuk bersiap." Sambungnya.
"Bang Gala?"
"Biar dia menjadi urusannya Papa, bahkan Papa tidak tau dimana keberadaan Abang kamu yang satu itu." Sang Anak mengangguk mengerti dan berdiri dari duduknya.
"Kalo begitu Leon ke kamar dulu."
Setelah melihat kepergian Anaknya dia menghela nafas, kembali membuka berkasnya dan membaca setiap isi yang tertera di berkas tersebut.
"Sebelum kamu menghancurkan saya, terlebih dahulu saya yang akan menghancurkan kamu." Sebuah seringai tercetak jelas diwajah tegasnya, setelah itu dia memasukkan berkas tersebut ke sebuah laci meja kerjanya, menyenderkan kepalanya di kursi kebanggannya sambil melihat sebuah katana yang tergantung di dinding ruang kerjanya.
"Kita lihat seberapa jauh kamu akan bertindak, Kavanda Hermosa."
-TBC-

KAMU SEDANG MEMBACA
Pressure
Fiksi RemajaBercerita tentang Gavalo Mahesa yang berpindah jiwa ke raga seseorang yang bernama Kavanda Faderick. Gava tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi kepada dirinya, kenapa jiwanya bisa berpindah ke raga seseorang yang bahkan dia tidak mengenalnya...