Kava yang kini sudah mengetahui dan menerima jika jiwanya sedang menempati tubuh seseorang yang bernama Gavalo Mahesa sedang terdiam, melamun sambil memikirkan apa yang akan dia lakukan nanti setelah keluar dari rumah sakit. Terlebih dia juga harus berinteraksi dan beradaptasi dengan orang-orang disekelilingnya yang mungkin mengenal dekat dengan tubuh yang dia tempati saat ini.
"Oh iya, Tigan apa kabar ya?"
"Lo ngomong sesuatu Va?"
Kava yang memang berbicara pelan langsung melirik ke arah sofa, menatap temannya Gava yang sedang fokus bermain game di ponselnya.
"Engga kok."
"Owh gue kirain."
Kava yang mendengar balasan tersebut hanya diam memperhatikan sosok remaja yang bernama Salvaki itu, teman sekaligus sahabat dari tubuh yang dia tempati. Jujur dia cukup lelah menghadapi tingkah absurd dan cerewetnya seorang Vaki, karena selama dia hidup ditubuhnya dulu belum pernah dia bergaul dengan orang macam ini. Tapi rasanya juga cukup menyenangkan karena bisa berbicara bebas membicarakan hal random apapun tanpa mengkhawatirkan satu sama lain, beruntungnya dia memiliki semua ingatan milik Gava yang mempermudah dirinya untuk berinteraksi dengan orang-orang terdekatnya Gava.
"Oi bangsat kalo gak bisa main gak usah main, beban tim aja."
"Serang itu musuh didepan cok!"
"Ahh bangke nih orang bisa main kaga sih!"
Kava hanya menghela nafas lelah mendengar celotehannya Vaki yang terus saja merasa kesal dengan teman setimnya.
"Ki."
"Hmm kenapa?" Tanya Vaki yang sekilas melirik Gava lalu kembali fokus ke ponselnya.
"Masalah biaya rumah sakit, nanti pas pulang gue ganti."
"Santai aja kali, my Mom gak semiskin itu."
"Tetep aja gue gak enak sama nyokap lo."
"Lo kaya sama siapa aja Va, lagian ortu gue juga udah anggep lo kaya Anaknya sendiri kok, jadi santai aja kali."
"Makasih ya Ki, lo selalu ada buat Gava." Vaki yang merasa aneh dengan ucapan temannya itu langsung menatapnya, tapi hanya berselang beberapa detik karena dia kembali fokus ke ponselnya.
"Lucu juga lo Ki, terlalu polos." Kava memang sengaja mengucapkan hal itu, karena dia ingin melihat respon yang diberikan oleh Vaki. Tapi disisi lain dia juga tulus mengucapkannya karena merasa miris dengan hidupnya Gava yang memang benar-benar sendiri tanpa ada sanak keluarga yang menjaga dan merawatnya.
Karena Kava diperlihatkan dengan jelas perjalanan hidupnya seorang Gava. Anak bayi yang ditemukan oleh pemulung dan di serahkan ke panti asuhan karena tidak mungkin untuk menjaganya, dan di panti kehidupannya bisa dibilang jauh dari kasih sayang sebuah keluarga, tidak ada yang mau berdekatan dengannya bahkan pengurus disana, tapi ada satu orang yang sayang dan peduli dengan Anak itu, yaitu ibu panti.
Sampai akhirnya ibu panti menghembuskan nafas terakhirnya ketika Gava berusia 11 tahun saat anak itu baru saja lulus sekolah dasar, setelah itu akhirnya Gava mengambil keputusan untuk keluar dari panti dan hidup mandiri di jalanan sampai akhirnya bertemu dengan orangtuanya Vaki dan dirawat hingga sekarang, walaupun Gava akhirnya meminta untuk tinggal di rumah yang berbeda ketika dia masuk SMP kelas 2 karena diam-diam dia bekerja dan mengikuti lomba renang yang hadiahnya lumayan untuk menghidupi kehidupannya, jadi dia tidak terlalu merepotkan keluarganya Vaki.
Bisa dibilang juga hidupnya Gava dan dirinya hampir sama. Sama-sama tidak memiliki kasih sayang sebuah keluarga, tapi bedanya dirinya ada keluarga yang masih memberinya tempat tinggal dan fasilitas yang begitu mewah walaupun terkadang harus menerima siksaan yang tidak berdasar dari keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pressure
Teen FictionBercerita tentang Gavalo Mahesa yang berpindah jiwa ke raga seseorang yang bernama Kavanda Faderick. Gava tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi kepada dirinya, kenapa jiwanya bisa berpindah ke raga seseorang yang bahkan dia tidak mengenalnya...