10

1.3K 152 16
                                    

Sepertinya keinginannya Gava menjadi boomerang kepada hidupnya sendiri saat ini, pemintaan konyol yang seharusnya tidak dia ucapkan ketika berada di air mancur saat itu adalah awal kehancuran dari semuanya.

Dia tidak memikirkan jika semuanya benar akan terjadi, perpindahan jiwa. Terdengar konyol tapi hal itu terjadi kepada dirinya sendiri, jika saja dia tau bahwa keinginannya akan terwujud maka dia akan menarik kembali semua ucapannya saat itu.

Tapi kini sudah terlambat, keinginannya sudah terwujud walaupun tidak seperti apa yang dia inginkan.

Sepertinya Tuhan ingin dirinya berjuang lebih keras lagi agar apa yang dia inginkan bisa terwujud dan dirinya bisa hidup dengan bahagia di kehidupan barunya ini.

"Melamun lagi."

Gava dengan susah payah mengangkat kepalanya untuk bisa bersitatap dengan lawan bicaranya, menatap bengis Haris yang sepanjang malam terus menyiksanya, bahkan dirinya tidak dibiarkan untuk beristirahat, dan sudah terhitung dua kali dirinya pingsan dan dengan berbagai cara laki-laki tua dihadapannya ini berusaha membangunkannya dan kembali untuk menyiksanya.

"Saya belum puas untuk menyiksa kamu."

"Cuih." Gava membuang ludah bercampur darah ketika merasakan sapuan lembut di keningnya yang kini juga mengalir darah akibat perbuatan iblis dihadapannya ini.

"Kamu lihat luka saya ini?" Ucap Haris sambil mengusap luka melintang diwajahnya, "Sepertinya bagus jika saya membuatnya di wajah kamu."

Gava dengan susah payah menggeleng untuk menolaknya, "Jan-gan, saya mohon." Ucapnya lirih seakan hanya terdengar seperti bisikan.

Haris terkekeh pelan, "Saya tidak perlu persetujuan kamu." Setelah itu dia mengambil sebuah pisau yang memang sudah dipersiapkan oleh Denis.

"Jan-gan, Aku mo-hon Pa."

Haris tidak memperdulikan permohonannya Gava, memainkan dengan lihai pisau miliknya dengan seringai yang tercetak jelas diwajahnya, dan saat ujung pisau itu sudah mulai di tempelkan di atas alisnya Gava tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka dan terlihatlah sosok Alvarez.

"Bersenang-senang tanpa mengajak aku Pa?" Haris tersenyum, mengurungkan niatnya untuk menggoreskan pisau di wajah Gava dan memilih sedikit mundur untuk mempersilahkan Anak keduanya itu untuk mengambil alih.

"Bukannya hari ini Papa ada meeting penting dengan seseorang?" Mendengar hal tersebut Haris langsung melihat jam dipergelangan tangannya yang kini sudah menunjukkan pukul 7 pagi.

"Hmm, Papa lupa. Jika begitu kamu ambil alih hiburannya Papa."

Alva tersenyum dan membiarkan sang Papa berlalu meninggalkan ruang bawah tanah.

"Sekarang giliran gue Anak manis."

Alva sedikit menunduk sambil mengapit dagu Gava untuk membuatnya bersitatap dengannya, memperhatikan setiap inci wajah Gava yang kini sudah sangat babak belur.

"Perfect, dan gue bakal bikin yang lebih parah daripada ini."

Gava hanya bisa meringis mendengar gumaman Alvarez, dia tau seberapa sakit luka yang akan ditorehkan oleh jelmaan iblis ini, dia pernah merasakan dan rasanya begitu menyakitkan walaupun kemarin saat dia di hukum oleh orang ini masih dapat bertahan, tapi sepertinya kali ini dia yakin jika dirinya tidak akan bisa bertahan, terlebih luka baru yang ditorehkan oleh Haris sebelumnya. Gava sepertinya hanya bisa pasrah dan menerima semua siksaan yang akan diberikan oleh keluarganya Kava.

"Lo itu lemah, gak pantes jadi bagian Faderick."

Gava hanya diam memperhatikan setiap gerakan bibirnya Alva tanpa berniat untuk meresponnya karena tubuhnya yang kini sudah tidak berdaya.

PressureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang