"Karena tidak ada keperluan lain saya izin pamit undur diri Tuan muda, jika anda membutuhkan sesuatu anda bisa memberitahu penjaga yang berjaga diluar."
"Paman." Panggilan lirih terdengar yang membuat Denis yang sudah beranjak pergi langsung menghentikan langkahnya dan kembali menghadap ke Tuan mudanya.
"Apa anda perlu sesuatu Tuan?" Gava yang ditanya sejenak terdiam lalu kemudian bertanya, "Ava liat di garasi gak ada mobil, terus mansion juga keliatannya sepi. Kalo Ava boleh tau mereka semua kemana ya Paman?"
Kini Denis yang terdiam, memikirkan jawaban apa yang akan dia sampaikan supaya Tuan mudanya ini tidak terlalu kepikiran, tapi diamnya Denis malah disalah artikan oleh Gava yang membuat sang empu langsung tersenyum sendu.
"Ava gak sepenting itu ya Paman."
"Bukan seperti itu Tuan." Elak Denis dengan cepat
"Tapi nyatanya emang gitu." Gava menunduk yang membuat Denis jadi merasa bersalah.
"Lebih baik Tuan sekarang istirahat, sini biar saya bantu." Denis langsung mendorong kursi roda yang dipakai oleh Gava menuju rumahnya, lalu mengangkat tubuhnya dan segera merebahkannya secara perlahan di atas kasur.
"Tuan muda ingat apa yang tadi disampaikan oleh Dokter bukan? Tuan harus banyak istirahat supaya cepat sembuh." Denis menyelimuti tubuhnya Gava yang sedari tadi hanya diam menerima perlakuannya, tak lupa dia juga menyingkirkan kursi roda dan menaruhnya di dekat meja belajar.
"Nanti pelayan segera membawa tongkat yang akan di gunakan oleh Tuan. Kalo begitu saya izin pamit."
Gava hanya berdeham dan membiarkan Denis pergi meninggalkan rumahnya.
Setelah mendengar pintu tertutup Gava langsung merubah posisinya menjadi duduk, "Gue bener-bener gak bisa ngerasain apa-apa, apa mungkin karena tadi abis disuntik anastesi kali ya."
Gava memegang kaki kanannya yang memang mati rasa, jadi karena keretakan yang dialaminya membuat kakinya harus menggunakan gips agar tulangnya tidak bergeser, bahkan katanya kakinya itu juga telah dipasang pen. Untung saja hanya kakinya yang membutuhkan perawatan intensif karena tangannya walaupun juga retak masih tidak terlalu parah dan bisa digerakkan dengan bebas yang membuatnya tidak terlalu bergantung kepada orang lain jika membutuhkan sesuatu.
"Gara-gara Galaksi nih gue jadi kaya gini." Kesalnya sambil mengerucutkan bibirnya, "Sekarang jadi susah deh buat ngapa-ngapain."
Tidak ingin terlalu berkeluh kesah akhirnya Gava kembali merebahkan tubuhnya, "Gue mau kecewa sama keluarganya Kava, tapi gue sadar gak punya hak. Karena gue cuma jiwa asing yang dengan sialnya masuk ke tubuh Anak yang gak diinginkan."
"Akhh tapi tetep aja gue kecewa sama mereka semua." Gava meluapkan kekesalan sambil menghentakkan kedua tangannya.
Gava kecewa karena tadi setelah Dokter menyatakan dirinya sudah baik-baik saja dan mengizinkannya untuk pulang setelah dirawat kurang lebih 4 hari keluarganya samasekali tidak ada yang datang untuk menjemputnya. Boro-boro mau jemput, selama dia dirawat saja tidak ada satupun anggota keluarganya yang datang untuk menjenguknya. Ada sih si Sky, tapi itu pun hanya datang saat dirinya telah siuman, setelah itu tidak pernah dia melihat kedatangannya lagi.
Gava memegang dadanya dan tersenyum, "Perjuangan gue kayanya bakal berat banget, tapi gue harus semangat dan yakin pasti bisa."
Akhirnya Gava memilih untuk memejamkan matanya, karena tubuhnya memang masih terasa sangat lemas.
***
"Vava, sini dah."
Kava yang kini sedang berpetualang dengan Vaki hanya memutar bola matanya malas. Jadi memang daerah tempat tinggalnya ini masih terbilang cukup asri dan ada nuansa alamnya, dan kini keduanya sedang bermain layaknya si bolang di sepanjang aliran sungai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pressure
Teen FictionBercerita tentang Gavalo Mahesa yang berpindah jiwa ke raga seseorang yang bernama Kavanda Faderick. Gava tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi kepada dirinya, kenapa jiwanya bisa berpindah ke raga seseorang yang bahkan dia tidak mengenalnya...