Sesuai kesepakatan kemarin, di pagi hari ini Gava dan yang lainnya akhirnya berkumpul di belakang sekolah tanpa terkecuali.
"Ini serius cuma kita-kita doang?" Tanya Gava membuka suara saat melihat hanya teman-temannya Kava saja yang berkumpul, dia pikir akan ramai seperti tawuran antar sekolah yang biasa dia dengar hingga puluhan orang yang akan ikut.
"Yang lainnya udah di dekat base musuh Va." Gava yang mendengar jawaban dari Bagus langsung mengangguk mengerti.
"Yaudah yuk cabut, bel masuk udah bunyi tuh." Bondan bersuara saat mendengar jika bel masuk sekolah telah berbunyi.
Akhirnya mereka menaiki motornya masing-masing, setelah semuanya siap barulah satu persatu motor mereka melaju meninggalkan sekolah melalui jalan samping.
Gava sendiri lebih memilih mengendarai motornya dibelakang teman-temannya Kava, dia sedikit minder karena melihat semua motor didepannya adalah motor sport yang terbilang tidaklah murah, berbeda dengan dirinya yang hanya menggunakan motor matic. Gava juga dapat menyimpulkan jika teman-temannya Kava ini bukanlah dari keluarga sembarangan dan mungkin Anak-anak konglomerat.
"Siapa ya ketuanya diantara mereka? Atau jangan-jangan mereka gak ada ketua?" Pikirnya, "Kalo misalkan bener gak ada gue mau ah daftar jadi ketua." Gava tersenyum dibalik helmnya saat terlintas ide tersebut.
Cukup lama mereka berkendara hingga akhirnya ketujuh motor itu sampai di sebuah lapangan kampung yang cukup besar, "Anjir banyak juga yang ikut." Kagum Gava saat melihat jika ternyata banyak sekali Anak-anak yang sudah berkumpul lengkap dengan alat tempurnya masing-masing.
"Ayo Va."
Gava mengangguk dan mengikuti langkah Diaz untuk bergabung dengan yang lainnya.
"Nih lo pegang," Gava menerima sebuah stik baseball yang diberikan oleh Gavin, "Eksekutor harus berada didepan." Lanjutnya yang membuat Gava menatap sang empu.
"Ributnya pake alat?"
Gavin mengangguk, "Soalnya mereka juga pake."
Setelah mengucapkan itu Gavin langsung memimpin terlebih dahulu Anak-anak disana untuk bersiap, dan Gava sendiri hanya mendengar apa yang disampaikan oleh Gavin sambil sesekali melihat sekeliling.
"Mana sekolahnya ya, perasaan cuma daerah kampung doang." Batinnya penasaran.
"Ayo Va, Anak-anak udah siap."
Gava yang sedang melamun dan mendengar teriakan Fery langsung berlari kecil dan berjalan beriringan dengan teman-temannya yang lain, berlaga sok jagoan dengan meletakkan stik baseballnya di bahu dengan kedua tangannya yang mengapit dan menggantung. Dia juga berjalan sedikit didepan memimpin semuanya seperti apa yang diucapkan oleh Gavin tadi.
"Keren banget gue kalo kaya gini." Batinnya merasa bangga.
"Temen lo kenapa dah?" Dani berbisik pelan kepada Bagus yang berjalan beriringan disebelahnya sambil menunjuk Gava dengan dagunya.
"Salah minum obat kali."
Dani yang mendengar jawaban asal dari Bagus langsung terkekeh pelan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa aneh melihat tingkah Kava yang tidak seperti biasanya. Bahkan Diaz yang sedari tadi memperhatikan Anak itu juga merasa ada yang berbeda dengan sikap Kava, tidak seperti Kava yang mereka kenal dengan sikap cuek dan tidak pedulinya dengan sekitar apalagi jika menyangkut hal-hal seperti ini. Mungkin dia akan mencari tau apa yang sebenarnya telah terjadi kepada temannya itu.
Setelah berjalan beberapa meter akhirnya mereka melihat bangunan sekolah yang sangat besar dan mewah, Gava sendiri sedikit menarik sudut bibirnya menampilkan smirk karena sudah tidak sabar untuk berkelahi sampai tidak memperhatikan tulisan nama sekolah yang akan menjadi lawannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pressure
Novela JuvenilBercerita tentang Gavalo Mahesa yang berpindah jiwa ke raga seseorang yang bernama Kavanda Faderick. Gava tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi kepada dirinya, kenapa jiwanya bisa berpindah ke raga seseorang yang bahkan dia tidak mengenalnya...