4. No Hope

7 2 0
                                    


Saat ini, Alan, Rici dan Moses sedang duduk di bangku pinggir kolam renang di rumah Rici. Para orangtua meminta mereka untuk pergi menjauh, karena akan ada beberapa obrolan untuk mempersiapkan pernikahan Rici dan Moses. Rici masih setia dengan senyumannya dan menatap ke kagum ke arah Moses, yang membuat Alan ingin menyiram seluruh air kolam ke mata adiknya itu.

"Berhenti menatap Moses seperti orang gila, Rici! kau membuatku ingin muntah dengan senyumanmu itu!" Alan dengan kesal menatap adiknya yang tidak berhenti tersenyum sejak tadi. Alan kemudian menatap ke arah Moses, yang hanya menatap datar ke arah kolam renang mengabaikan Rici.

"Bisa kau pergi Alan? ada yang ingin kubicarakan dengan adikmu!" suara datar Moses membuat Alan sedikit kaget. Sejak tadi, Moses belum mengeluarkan suaranya. Alan hanya mengangguk dan berjalan menjauh setelahnya.

Moses menegakkan duduknya dan mengalihkan pandangannya kepada Rici. Wanita yang dihadapannya saat ini banyak berubah. Rici yang sekarang tampak lebih dewasa, akan tetapi senyumnya masih sama.

"Apa kau bahagia dengan yang kau lakukan, Rici?"

"Tentu saja, aku bahagia. Aku tidak pernah berfikir bahwa aku akan menikah denganmu!"

"Lalu, apa kau berfikir aku juga bahagia?" suara tajam Moses membuat senyuman Rici memudar. Dia menatap bingung ke arah Moses dengan jantung yang berdegub kencang.

"Kebahagiaanku dengan Karina. Dan kau sudah merebutnya dariku. Jadi, mari kita saling merebut kebahagiaan satu sama lain. Aku akan menikahimu Rici, tapi aku tidak akan memberikan kebahagiaan padamu. Jadi, jangan menuntutku lebih! katakan pada Ayahmu untuk mengembalikan perusahaan keluarga Karina, dan minta Ayahmu untuk tidak mengusik perusahaan keluargaku. Aku tidak akan lari kemanapun Rici."

"Apa maksudmu?"

"Kau selalu saja seperti ini. Bersikap bodoh dengan semua yang terjadi. Dengar Rici, setelah menikah denganku, Ayahmu tidak akan memiliki hak lagi atasmu. Jadi, ucapkan selamat tinggal pada keberuntunganmu itu. Akan kupastikan, keberuntunganmu berhenti setelah kita mengucapkan janji di altar."

"Apa yang kau maksud, Moses? Jelaskan padaku secara berlahan. Kau membuatku bingung, dengan sebutan keberuntunganku."

Ucapan kebingungan Rici membuat Moses tertawa kecil. Dia menatap Rici dengan tatapan yang sulit diartikan. Moses kemudian menghembuskan nafasnya panjang, dan menatap tajam ke arah Rici.

"Tanyakan pada Ayahmu itu, apa saja yang sudah dilakukannya selama ini hanya untuk membuat putrinya yang manja ini mendapatkan semua yang diinginkannya. Tanyakan pada Ayahmu, sudah berapa banyak jatuh korban yang tidak bersalah karena permintaan konyol putrinya. Dengar Rici, mungkin selama ini kau merasa hidupmu terlalu mudah, tapi kau harus tahu jika semuanya dihidupmu diatur oleh ayahmu."

"Aku tidak mengerti denga apa yang kau katakan. Apa kau gila? Kehilangan Karina membuatmu tidak waras. Mengapa kau membawa ayahku dalam pembicaraan ini?"

"Ya, kehilangan kebahagiaanku memang membuatku tidak waras. Tapi, perlu kupastikan kembali padamu satu hal gadis manja. Dunia tidak selalu berputar di sekelilingmu. Ayahmu bukan jin dalam botol yang harus selalu mengabulkan keinginanmu. Pernikahan ini, aku yang memegang kendali. Kau akan belajar, seperti apa dunia itu sebenarnya. Bagaimana kejam dan sakitnya saat keinginanmu tidak bisa kau capai."

"Apa yang kau ingin kau katakan sebenarnya, Moses?"

"Tidak ada. Aku lebih suka mempraktekkannya dibanding membicarakannya. Jadi, Christie sampai jumpa di altar pernikahan." Moses melangkah meninggalkan Rici yang kebingungan. Rici merasa ada yang janggal saat Moses memanggilnya dengan nama aslinya. Ini pertama kali Moses memanggilnya dengan nama aslinya, dan itu membuat ada perasaan yang janggal di dalam hati Rici. Dia hanya menatap punggung Moses yang menjauh memasuki rumah Rici. Rici termenung bingung, dan perasaan takut menghampirinya.

Hari yang dinanti oleh Rici akhirnya tiba. Tidak lama lagi, dia akan menjadi istri pria pujaannya. Dia tidak berhenti tersenyum bahagia, dan jantungnya berdetak cepat seolah ingin keluar memikirkan bahwa Moses adalah pria yang akan menikah dengannya. Saat Rici menunggu sendiri di ruang tunggu Gereja tempat dilangsungkannya pernikhannya, seorang wanita yang selama ini menjadi menghantui Rici masuk dengan wajah yang sendu, berjalan berlahan dengan Alan di sebelahnya.

"Selamat atas pernikahanmu, Christie. Aku turut senang, akhirnya keinginanmu untuk bersama dengan Moses tercapai." Karina dengan senyum terpaksanya membuat Rici menaikkan alisnya. Wajah lembut Karina seolah mengolok-oloknya dan membuat Rici sedikit kesal. Terlebih lagi wajah Alan yang sama sekali tidak tampak senang dengan pernikahan adiknya sendiri semakin membuat Rici ingin melempar semua kesalahan pada Karina.

"Kau benar-benar ingin mengucapkan selamat padaku?" Suara sinis Christie membuat senyum Karina memudar dan menampilkan wajah sendunya. Tampak Alan dengan lembut mengelus punggung Karina seolah ingin mengurangi kesedihan Karina, dan hal itu semakin membuat Rici kesal.

"Ya. Walau sedikit sulit, tapi aku harus mengucapkan selamat untuk kebahagiaan orang lain." Suara bergetar Karina seolah membuat Christie sedikit senang. Entah mengapa, dia sangat menikmati saat melihat wajah terintimidasi Karina.

"Aku tidak butuh ucapan selamatmu. Pergilah! Kau membuat moodku rusak!" Suara kesal Rici membuat Karina sedikit tersentak. Karina hanya bisa menghela nafasnya dan pergi meninggalkan ruangan Rici.

"Aku sungguh kecewa padamu, Rici! Kau sungguh keterlaluan!" Alan dengan tatapan tajamnya menatap ke arah adiknya itu dan berjalan keluar untuk mengejar Karina. Dia benar-benar kecewa dengan adiknya.

Tapi, ini juga kesalahannya. Sejak dulu Ayahnya selalu memanjakan Rici, dan Alan selalu menutup matanya untuk itu. Alan selalu membiarkan ayahnya melakukan apapun untuk kebahagiaan adiknya, karena ayahnya selalu mengatakan, bahwa Rici adalah anak perempuan yang tidak akan selamanya bersama dengan mereka. Suatu saat, Rici akan pergi dan meninggalkan rumah untuk mengikuti suaminya, dan sebelum saat itu tiba, Ayahnya ingin memanjakan Rici dengan mengabulkan semua keinginannya.

Suasana di Gereja tampak hikmat. Janji pernikahan yang sakral terlihat jelas. Banyak media yang meliput acara itu. Bagaimana tidak, Ayah Rici adalah pebisnis terhebat di Indonesia, Ayahnya juga seorang politisi dan salah satu orang kepercayaan Presiden. Itu sebabnya, Ayahnya bisa melakukan apapun hanya untuk kebahagiaan anaknya.

Senyum mengembang tak pernah hilang dari wajah Rici. Serangkaian acara dijalaninya dengan hati yang gembira. Dia menutup matanya untuk tatapan datar Alan dan Bundanya, tatapan acuh Moses dan tentunya tatapan terluka Karina. Dia berusaha menanamkan fikiran positif di hatinya, bahwa ini adalah keinginannya. 

Unclear RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang