Acara berakhir, dan keluarga Rici sudah memasuki kamar yang sudah dipesan sebelumnya di hotel tempat resepsi acara pernikahan mereka. Rici dengan gugup memasuki kamar hotel, tempat dia dan Moses akan tidur.
Saat memasuki kamar itu, Rici sangat terpesona dengan hiasan indah khas bulan madu dengan ucapan selamat atas pernikahan mereka. Rici tersenyum lembut dan menatap Moses yang bahkan tidak ingin memperdulikan semua hiasan di kamar itu.
"Tempat ini sangat indah. Rasanya aku tidak ingin tidur di kasur itu." Rici menatap kasur yang dihiasi kelopak mawar berbentuk hati itu dengan senyuman puas. Dia kembali menatap ke arah Moses yang kini duduk di sofa panjang sambil memegang ponselnya.
"Apa kau tidak lelah? Kau bisa mandi duluan!" Rici berjalan berlahan menghampiri Moses masih dengan suara girangnya. Dia mendudukan dirinya di sebelah Moses, berharap kehadirannya mempengaruhi Moses.
"Aku sudah memesan kamar lainnya untukku. Kau sangat menyukai kamar ini bukan? Silahkan nikmati sendiri!" Moses dengan angkuhnya menatap Rici dan berjalan meninggalkan Rici yang terdiam. Wajah Rici terlihat cukup kaget dan senyum yang sejak tadi menghiasi wajahnya kini pudar.
Rici memasuki kamar mandi di kamar hotelnya. Melepas satu per satu aksesoris yang digunakannya. Awalnya dia masih berusaha untuk tegar, akan tetapi lama kelamaan, isak tangis kesedihan memenuhi ruangan itu. Hatinya sakit! Ini adalah malam pertamanya menjadi istri seseorang, tetapi dia malah ditinggalkan sendirian.
Paginya, Moses datang memasuki kamar hotel yang harusnya menjadi kamarnya dan Rici. Moses sedikit kaget, karena melihat Rici yang duduk di sofa memeluk kakinya denga wajah berantakan. Rici tampak menangis semalaman.
"Apa sekarang kau ingin berperan menjadi korban? Kau fikir dengan menangis, maka aku akan bersikap baik padamu? Jangan berlebihan Rici! Sekarang, bersihkan air matamu itu, sebentar lagi kita akan turun ke bawah untuk sarapan!" Moses menatap tajam ke arah Rici dengan nada dinginnya. Entah mengapa, perasaan bersalah melihat Rici menangis karena ulahnya seolah mengkhianati dirinya, itulah yang membuatnya terdengar sedikit kasar.
"Tidak ada kamar kosong di hotel ini semalam. Katakan padaku, dimana kau tidur?" Ucapan penasaran Rici membuat Moses menaikkan alisnya. Memang benar, saat kemarin dia ingin memesan kamar, pihak hotel mengatakan tidak ada kamar kosong saat itu. Dan Moses bisa menebak, siapa orang yang ada di belakang ini semua. Saat dia ingin kembali ke kamarnya, dia bertemu dengan Alan yang sudah menunggunya di lobby hotel. Seolah memiliki pemikiran yang sama dengan Moses, Alan tahu bahwa ayahnya akan memesan semua kamar kosong di sana, agar Moses tidak meninggalkan Rici. Akhirnya, Alan menawarkan untuk tidur di kamarnya.
"Apa kau tidur di kamar Karina?"
"Apa urusanmu? Kau hanya ingin menikah denganku, dan keinginanmu terkabul. Jadi, jangan mengaturku!" Moses menatap datar ke arah Rici yang menatapnya dengan tatapan terluka. Moses hanya menyunggingkan senyum sinis saat melihat penampilan berantakan Rici.
"Tapi, kau telah menikah denganku! Kau harusnya tidur denganku!"
"Apa? Tidur denganmu? Tidak Rici, sampai kapanpun aku tidak akan pernah tidur denganmu! Jangan mengharapkan apapun padaku tentang pernikanmu ini. Aku bersedia menjadi bonekamu, bukan berarti kau bebas mengatur dengan siapa aku tidur. Sekarang, bersihkan dirimu dan rias wajah berantakanmu itu. Kau tidak mau orang-orang melihat wajahmu yang seperti monster itu kan? " Moses dengan tatapan tajamnya membuat Rici sedikit bergetar. Lelehan air mata membasahi pipi pucat Rici.
Dengan langkah gemetar, Rici berjalan berlahan menuju kamar mandi di ruangan itu.
Suara gemericik air terdengar dari dalam kamar mandi. Moses menatap pintu kamar mandi dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Dia hanya menghela nafas panjang dan mengusap wajahnya kasar. Entah mengapa, perasaannya pada Rici masih sama seperti dulu. Dia benci melihat Rici menangis. Seperti ada arang panas yang melempar dadanya, saat pipi pucat itu dibasahi oleh air mata. Tapi, Moses segera menghalau perasaan itu. Dia tidak ingin, Rici besar kepala melihatnya merasa bersalah.
Setelah 30 menit, Rici dan Moses keluar dari kamar hotel dan menuju restauran hotel untuk sarapan. Disana, keluarga dan teman-teman dekat yang mereka undang telah tampak, menyambut Moses dan Rici dengan tepukan kecil lengkap dengan senyuman senang.
Mata Rici melihat bagaimana Karina menatap ke arah mereka sejak masuk ke restaurant. Tatapan terluka itu tampak jelas dan membuat hati Rici bangga. Dengan sengaja, Rici menarik tangan Moses dan mengenggam erat tangan Moses si hadapan banyak orang. Rici tahu, Moses tidak mungkin menolaknya dan membuat Rici malu.
Dengan sengaja, Rici menarik tangan Moses ke arah Karina dan Alan duduk. Rici dan Moses pun duduk di kursi dengan meja yang sama bersama Alan dan Karina.
"Hi Christie, kau tampak sangat cantik!" Suara lembut Karina terdengar sangat pilu, tampak dia berusaha untuk tampak baik-baik saja.
"Tentu saja! Aku harus tampil cantik agar suamiku tidak lari kemanapun!"
"Kau benar! Aku turut senang dengan pernikahanmu Christie."
"Ha.. Ha... Ha... Kau sangat lucu Karina. Dengar Karina, kau tidak perlu berpura-pura. Jika kau sedih, maka menangislah. Jangan bersikap munafik!"
"Christie! Tutup mulutmu dan jangan berbicara seenaknya disini." Alan dengan nada sinisnya menatap adiknya itu. Alan bersumpah, saat ini dia ingin menenggelamkan kepala Rici ke dasar kolam berenang di hotel ini.
Karina menggenggam tangan Alan untuk mencoba menenangkan emosi Alan. Hal tersebut tidak luput dari pandangan Moses dan Rici. Moses hanya menaikkan satu alisnya melihat hal tersebut.
"Apa kau baik-baik saja?" Moses menatap khawatir Karina, yang sejak tadi tampak gugup. Ya, Moses sadar bahwa saat ini Karina ingin menangis.
"Ya! Aku baik!"
"Tapi wajahmu mengatakan sebaliknya, Karina." Lagi-lagi suara lembut Moses terdengar dan membuat perasaan Rici memanas. Sungguh dia ingin marah saat ini.
"Aku akan baik-baik saja." Air mata jatuh membasahi pipi Karina, dan dengan cepat Alan menenangkan Karina dengan mengelus pundak Karina pelan. Moses tampak menganggukkan kepalanya pelan kepada Alan, dan Alan segera membawa Karina pergi dari restaurant itu.
"Wah, ternyata kau bisa berbicara lembut juga Moses." Rici dengan senyum sinis menatap Moses yang masih sibuk memperhatikan Alan dan Karina yang berjalan menjauh dari restaurant.
Moses hanya diam, tidak menanggapi Rici yang sejak tadi melemparkan kata-kata sinis padanya. Entah mengapa, saat ini di dalam fikirannya hanya ada Karina. Moses sangat khawatir dengan keadaan wanita itu. Kemarin malam, dia sudah meminta Karina untuk pulang, dan jangan menginap di hotel. Akan tetapi, Karina menolak dan berkata bahwa ia ingin menunjukkan pada Rici bahwa dia baik-baik saja.
Selesai sarapan, mereka kembali ke kamar mereka untuk berisiap siap pulang. Rici sungguh gugup saat menyadari dia akan tinggal satu atap dengan Moses. Dia senang dan bahkan hampir melupakan Karina. Rici tidak berhenti mengoceh tentang bagaimana dia akan bersikap menjadi istri yang baik untuk Moses nantinya. Dan tentu saja, Moses tidak terlalu memperdulikan hal itu, karena dia sudah menyiapkan hadiah untuk Rici di rumahnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/363942548-288-k66510.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unclear Rainbow
RomanceRici selalu mendapatkan apapun keinginannya. Rici gadis yang cantik, penuh percaya diri, angkuh, populer, dan kaya raya. Akan tetapi, Rici lupa jika tidak semua yang diinginkannya akan didapatkannya. Cinta Moses yang sulit diraihnya, menjadikannya...