14. Purity

7 1 0
                                    

Rici memeluk bantal sambal menangis sesunggukan. Kalimat yang dilontarkan Moses tadi, sukses membuat hatinya terasa dilempar arang panas. Dia terluka dengan semua ucapan Moses. Dia bahkan melupakan janjinya pada Meri untuk menyelesaikan design dress untuk Mr.Gerald."

Tiba-tiba, ponsel Rici berdering dan membuatnya melirik sekilas ke ponselnya. Meri kembali menelfonnya dan membuatnya mengingat janjinya pada Meri. Dengan menghembuskan nafas panjang, Rici mencoba mengangkat telfon itu.

"Hi Meri! Maaf, aku....!"

"Hey, ada apa denganmu?" suara panik Meri seketika memotong ucapan Rici dan membuat tangis Rici kembali tumpah. Meri yang sudah sangat mengenal Rici membiarkan Rici menangis tanpa mengatakan apapun.

"Maaf Meri! Aku seharusnya tidak menangis saat menelfonmu dan membuatmu khawatir!" Rici akhirnya berbicara dengan nada gemetar setelah hamper 15 menit menangis.

"Jangan meminta maaf terus Rici! Justru kau harus menelfonku jika ada hal yang menbuatmu bersedih! Oh My God, rasanya aku ingin terbang ke sana sekarang dan memelukmu!"

"Ya! Karena itulah aku tidak ingin menunjukkan padamu bahwa aku sedang bersedih!" Rici menarik nafasnya dengan suara lembutnya. Dia menghapus air mata dengan tissue yang ada di nakas tempat tidurnya.

"Apa Moses menyakitimu?"

"Apa aku harus menjawabnya?"

"Lihat! Keputusanmu membuatmu harus mengalami hal ini! Dengar Rici, kau tidak pantas untuk terluka seperti ini! Aku sudah mengingatkanmu, tentang ini sebelumnya! Tapi, kau tidak pernah mau mendengarkan aku!" Meri berteriak kencang dan membuat Rici harus menjauhkan ponselnya. Dia tersenyum kecil membayangkan bagaimana wajah kesal sahabatnya itu.

"Aku tidak menyesali keputusanku, Meri. Sejak awal, aku menyadari apa yang harus kuhadapi. Hanya saja, kenyataan jauh lebih sakit dari bayanganku!"

"Apa kau ingin aku pulang untuk menemanimu? Aku bisa pulang dan meminta Nenek Mirin untuk bisa bekerja di kebun Moses."

"Tidak! Kau tidak perlu melakukan itu. Kau tetaplah disana, dan melakukan hal yang kau suka! Jangan khawatirkan aku!"

"Baiklah! Aku akan menyelesaikan semua persiapan untuk design Mr.Gerald. Setelahnya aku akan pulang! Jangan menolakku, atau aku akan pulang saat ini juga! Aku akan meminta Ibu untuk menghubungi Nenek Mirin dan mengatakan aku butuh pekerjaan!" Meri memutuskan hubungan telfon itu dengan cepat untuk menghindar dari larangan yang akan diberikan Rici. Meri tahu, bahwa saat ini Rici sangat membutuhkan kehadirannya.

Rici menghembuskan nafasnya panjang. Meri memang sudah menjadi bagian dari dirinya, yang sudah mengetahui semua yang dibutuhkan Rici. Meri selalu tahu apa yang dibutuhkan dan difikirkan oleh Rici. Rici meletakkan ponselnya di nakas tempat tidurnya, dan mengambil ipad miliknya untuk mulai membuat design Mr. Gerald.

Suara ketukan di pintu Rici menyadarkan Rici dari tidurnya. Rici membuka matanya dan menyadari bahwa matahari sudah mulai menampakkan wajahnya. Dengan cepat, Rici melihat ke ponselnya dan sedikit kaget bahwa jam sudah menunjukkan pukul 08.00. Dia baru tidur jam 3 pagi dengan harapan hanya tidur untuk 2 jam agar bisa mrmbuat sarapan sederhana untuk Moses. Dengan tergesa-gesa, Rici membuka pintu kamarnya dan melihat Moses dengan pakaian rapinya menatap Rici dengan tatapan datar.

"Apa kau tidak tidur untuk melihat perhiasan-perhiasan itu?" Suara tajam Moses membuat Rici menaikkan satu alisnya. Rici sebenarnya ingin berteriak keras memaki Moses karena sudah salah paham padanya. Tapi, dia mengurungkan diri dan menghela nafas panjang.

"Ya. Aku memang melihat banyak perhiasan sampai kurang tidur. Apa terlalu kelihatan?"

"Ya! Wajahmu terlihat bodoh! Cepat Bersiap! Aku ingin mengenalkanmu pada seseorang!"

"Mengenalkanku pada seseorang? Siapa?"

"Kau tidak akan tahu jika aku mengatakan padamu sekarang! Cepatah! Dan gunakan pakaian yang nyaman!" Moses kembali berkata ketus sambal menatap Rici malas. Setelah mengucapkan hal itu. Moses berjalan menjauhi kamar Rici dan menuruni tangga menuju ruang lantai bawah.

Dengan cepat, Rici menuju toilet kamarnya, menghidupkan shower dan mandi dengan wajah riang. Dia menggunakan kaos berwarna putih dengan celana pendek berwarna hitam, menggunakan sepatu kets berwarna putih dengan tas selempang yang seharga sepeda motor, dengan senyum cerah di wajahnya.

Saat menuruni tangga rumahnya, di ruang tengah Rici melihat Moses sedang berbincang dengan seorang Wanita yang masih sangat muda. Wanita itu tampak cantik dengan wajah tanpa makeup. Rici mengerutkan dahinya saat melihat sesekali Moses tersenyum saat berbicara dengan wanita itu.

Saat Rici tiba di ruang tengah itu, wanita tadi tersenyum lebar menatapnya. Wajah wanita itu sangat ramah dan juga cantik. Moses yang menyadari keberadaan Rici, menatap Rici dengan datar dan menghembuskan nafasnya pelan.

"Christie, kenalkan! Ini Nora! Dia adalah cucu nenek Mirin. Dan mulai sekarang, Nora akan membimbingmu untuk berkebun dan membereskan pekerjaan rumah tangga!" Suara tegas Moses tidak membuat Rici kaget. Dia sudah tahu dari Nenek Mirin, bahwa dia akan belajar berkebun. Tapi, yang tidak diduga oleh Rici, bahwa Nora adalah wanita yang masih sangat muda dan juga cantik.

"Nora, dia adalah Christie! Kuharap kau mau mengajarinya untuk menjadi seseorang yang berguna!" Moses kembali berbicara dengan nada menyindir sambal melirik sebentar kearah Rici yang tampak tidak kaget sama sekali saat Moses mengenalkan Nora padanya.

"Hi Nora! Senang berkenalan denganmu. Nenek Mirin sudah memberitahu padaku sebelumnya, kalua kau akan mengajariku untuk berkebun!" Rici tersenyum lembut kea rah Nora, seolah mengabaikan sindiran Moses. Rici mengulurkan tangannya hendak menyapa Nora.

"Hi Nona Christie! Aku sudah banyak mendengar cerita tentangmu melalui nenek. Kuharap, kita bisa berteman baik!" Suara Nora yang begitu lembut membuat Rici sedikit tercengang. Wanita di depannya ini, sejujurnya adalah wanita yang bisa didefenisikan sangat sempurna. Nora cantik, suaranya juga sangat lembut, dan jangan lupakan bahwa dia sangat berbakat dalam hal berkebun.

"Nora lulusan Scholl of Agriculture and Food Sciences, di University Of Queensland Australia, dia menjadi lulusan terbaik di sana. Tidak sepertimu, yang tidak juga lulus setelah 6 tahun di Australia, karena sibuk berfoya-foya dengan alasan belajar." Moses kembali menyindir Rici dengan kata-kata tajamnya. Rici kemudian mengalihkan pandangannya kea rah Moses dengan tatapan terluka, andai saja Moses tahu, alasan Rici tidak juga mendapatkan gelar sarjana di Australia karena apa. Tapi, Rici hanya menutup mulutnya dan kembali menatap Nora.

"Jangan memanggilku seperti itu, kau cukup memanggilku Rici! Kita teman, bukan? Aku akan senang jika kau memanggilku Rici."

"Baiklah, Rici! Hari ini, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat, dan kuyakin kau akan menyukai tempat yang ingin kita tuju! Aku dengar dari Nenek, kau suka menanam sayuran!" Meri menatap Rici dengan wajah ramahnya. Rici dengan senyum lembutnya menganggukkan kepalanya dan membuat Moses menatap datar kea rah keduanya.

"Ayo! Aku sudah tidak sabar!" Rici menarik pelantangan Meri. Senyum cerah Rici menimbulkan tanda tanya beasr pada Moses dan mem

Unclear RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang