11. Have Nothing

7 1 0
                                    


"Hi Christie"

Suara seorang wanita paruh baya yang dikenal Rici sebagai nenek Mirin, yang kemarin dikenalkan Moses padanya, datang dengan membawa bungkusan berisi beberapa jenis sayuran dan buah.

Dengan senyum tipis, Rici mempersilahkan wanita itu memasuki rumahnya sambil membantu wanita itu membawa bungkusan yang dibawanya dan meletakkannya di meja dapurnya.

"Kami masih memiliki banyak sayuran dan buah. Untuk apa Nenek membawanya kembali?"

"Akh, itu baru ku panen hari ini. Ada kentang, Wortel dan sedikit buah pir. Nora memintaku untuk memberikan Pir itu padamu sebagai tanda perkenalan." Senyum ramah nenek itu tampak menghiasi wajahnya. Dia kemudian membuka lemari pendingin dan mengeluarkan beberapa jenis sayuran.

"Nora?? Siapa dia? "

"Moses tidak mengenalkan Nora padamu ya? Nora itu anakku! Dia dulunya yang selalu datang membersihkan rumah ini. Mendengar Moses membawa istrinya untuk tinggal disini, dia sangat senang dan memberikan Pir yang ada di kebunnya untukmu sebagai perkenalan." Suara nenek itu terdengar sangat ramah, dengan telaten dia memotongi beberapa bahan makanan sambil sesekali menatap ke arah Rici.

"Ada yang bisa kubantu nek?"

"Untuk sekarang, kau cukup hanya memperhatikanku saja. Mulai besok, aku dan Nora akan bergantian untuk mengajarimu memasak dan berkebun!" Wanita paruh baya itu masih tersenyum lembut menatap Rici yang sedikit kebingungan. Dengan cekatan dia memotong kentang dan wortel yang baru dibawanya, dan memasukkkannya ke wajan, yang entah sejak kapan sudah berdiri di atas kompor listrik di dapur Rici.

"Memasak? Berkebun? Aku tidak mengerti! Bisa nenek jelaskan padaku?"

"Moses memintaku untuk mengajarimu memasak, dan meminta Nora untuk mengajarimu berkebun. Desa ini memiliki lahan perkebunan yang setengahnya milik keluarga Moses. Jadi, kau sebagai istrinya harus belajar untuk mengurus kebun milik keluarganya." Nenek itu menjawab pertanyaan Rici dengan sabar. Sesekali dia menatap ke arah Rici dan tersenyum lembut ke arahnya.

"Setengah lahan perkebunan di desa ini milik keluarganya? Lalu, apa saja yang ditanami di kebunnya?"

"Moses bahkan tidak membawamu ke kebunnya ya? Anak itu memang keterlaluan! Seharusnya dia memberi tahu istrinya isi kebunnya jika ingin memberikan istrinya tanggung jawab pada kebunnya." Setengah mengomel, nenek itu mengaduk semua bahan makanan yang kini sudah ada di dalam wajan. Dia bahkan menggelengkan kepalanya dengan berlahan.

"Moses tidak memberitahuku apapun!" Suara sendu Rici membuat nenek menatap ke arah Rici dengan tatapan yang sulit diartikan. Nenek menghela nafas panjang, kemudian mengalihkan tatapannya ke arah panci sambil mengaduk isi panci tersebut.

"Kebun milik keluarganya adalah jantung desa ini. Hampir seluruh warga desa bekerja di kebunnya. Di kebunnya ada tanaman kentang, wortel, selada, brokoli, labu siam dan sedikit apel juga strawberry. Untuk hasil kebun dari sayuran, sebagian di ekspor ke luar negri, untuk sisanya dan hasil kebun apel juga strawberry biasanya kami mengirimnya ke supermarket di kota." Nenek menjelaskan dengan suara berlahan, raut wajahnya tidak bisa diartikan. Dia hanya menatap datar ke arah panci di hadapannya.

"Aku tahu pernikahan kalian bukan pernikahan yang seperti orang lain lalui. Kau juga bukan wanita yang saat ini ingin dinikahi olehnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kau, Moses, dan Karina,... "

"Nenek mengenal Karina juga? Apa Moses sering membawanya kesini?"

Rici dengan cepat menyela ucapan nenek itu saat nama Karina terucap. Ada perasaan aneh di hatinya saat nama itu muncul bahkan di desa tempatnya tinggal untuk saat ini.

" Kau benar-benar melupakanku ternyata, Rici. Dulu, aku bekerja untuk keluarga Moses. Moses adalah anak yang kurawat sejak bayi layaknya anakku sendiri. Aku nannynya sejak dia berusia 2 bulan hingga dia beranjak remaja. Sudah pasti aku mengenal Karina. Karina adalah gadis yang baik dan lembut. Dia juga pintar memasak dan suka berkebun. Dulu, Karina selalu datang ke rumah Moses dengan membawa tanaman bunga atau buah hidroponik untuk di tanam di pekarangan rumah Moses." Suara lembut itu seketika menjadi petir yang menyerang jantung Rici. Debaran keras begitu kencang yang berasal dari jantungnya seketika membuatnya merasa akan pingsan.

Ucapan nenek Mirin itu seketika membuat Rici tercengang. Bagaimana bisa semua menyukai Karina? Bagaimana bisa dia tidak pernah memikirkan bahwa pekarangan indah di belakang rumah Moses adalah sebagian hasil kerja tangan Karina? Dan terlebih bagaimana bisa dia bahkan tidak mengingat bahwa wanita paruh baya di depannya adalah nanny yang merawat Moses sejak kecil?

Untuk sesaat Rici menyadari bahwa ucapan Moses benar. Rici adalah orang egois yang selalu menutup mata dan telinga untuk banyak orang. Rici yang selalu ingin menjadi pusat perhatian, tanpa harus memperdulikan orang lain. Tanpa sadar, air mata jatuh membasahi pipi Rici yang juga disadari oleh nenek Moses.

"Mengapa kau menangis Rici? Apa aku membuatmu tersinggung? Ya ampun, maaf Rici aku sungguh tidak bermaksud membuatmu sedih!"

"Tidak Nek! bukan begitu, aku hanya merasa bodoh tidak mengenali nenek sebelumnya. Maaf ya nek!"

"Maaf?" Wanita paruh baya itu menatap Rici sedikit kaget dengan mengulang ucapan permintaan maaf Rici. Dia kemudian berjalan pelan menghampiri Rici, mengambil tangan Rici dan menepuk pelan telapak tangan Rici.

"Ya Tuhan! Sejak kapan kau sudah sedewasa ini Rici? Entah mengapa, di dalam kepalaku aku masih saja membayangkan kau adalah gadis manja dan egois. Tapi, walau seperti itu, aku tahu bahwa kau adalah anak yang baik. Bukan kewajibanmu untuk mengingat wanita tua sepertiku. Jangan merasa bersalah."

"Apa dulu aku sangat buruk, nek?"

Wanita paruh baya tu hanya tersenyum mendengar pertanyaan Rici. Dia berbalik setelah melepaskan tangan Rici dan kembali mengaduk makanan yang sedang dimasak.

"Tidak begitu buruk sebenarnya. Kau gadis yang baik dan lucu. Jika tidak, Moses sudah pasti tidak akan menikahimu dan meninggalkan Karina."

"Ini... tidak seperti itu nek, pernikahan kami bukan karena dia memilihku. Tapi, aku yang memaksanya." Rici berjalan pelan menuju mini bar di dapur itu dan mendudukkan dirinya sambil menundukkan kepalanya, menatap datar meja mini bar.

"Apapun itu, saat ini kaulah istrinya. Jadi, kau harus menjaganya, menemaninya, dan memenuhi semua kebutuhannya, Rici. Kau gadis yang baik. Aku tahu itu!" Nenek Mirin kemudian menatap Rici dengan senyuman hangat, sembari meletakkan sepiring capcay kehadapan Rici.

"Mengapa nenek selalu mengatakan bahwa aku gadis baik? Aku hanyalah gadis pengacau yang egois, dan selalu membuat orang disekitarku terluka untuk kebahagiaan konyolku. Aku... Aku gadis yang sangat jahat, nek." Rici mengangkat kepalanya dan menatap nenek Mirin dengan tatapan sendunya. Semua ucapan Moses kemarin kembali muncul di kepalanya. Terlebih jika dia harus mengingat Alan. Rasa bersalah itu semakin besar dan menyakiti hatinya.

"Karena kau memang seperti itu. Aku memang sudah tua. Tapi ingatanku tidak pernah salah. Baiklah! Sebaiknya kau makan sekarang, Rici! Setelah itu, kau harus menemaniku untuk menanam beberapa sayuran di taman belakang." Nenek Mirin tersenyum lembut kepada Rici dan membuat wajah kebingungan terlihat di wajah Rici. Setelahnya, Rici menyuap capcay tersebut ke mulutnya, dan tersenyum riang saat merasakan nikmatnya capcay buatan nenek Mirin.

Unclear RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang