1. Warm Rain

33 3 0
                                    


Suara bising alarm terdengar memekakkan telinga, berkumandang sejak 15 menit yang lalu. Tapi, pemilik suara alarm itu masih setia menutup matanya, dan tidak sedikitpun mendengar alarm tersebut.

"Bangun pemalas!" Teriak kencang seorang pria yang mungkin terganggu dengan suara alarm itu, dan membuat sang pemilik alarm membuka sedikit matanya. Nampak seorang pria dengan pakaian khas kantoran berdiri di sebelah tempat tidurnya menatap dengan tatapan kesal.

"Please, Alan! Aku baru tidur jam 3 pagi! Biarkan aku tidur sebentar lagi." Suara serak khas baru bangun tidur terdengar. Pria bernama Alan itu hanya menghembuskan nafas kasar melihat adiknya yang baru tiba dari Australia setelah 6 Tahun itu dengan kantuk yang masih tampak jelas di wajahnya.

"Come on Rici. Bukan waktunya untuk bermalas-malasan. Bangun dan mandi lah. Kau harus ikut denganku ke kantor. Ayah sudah menunggu!" Suara kesal pria bernama Alan itu seolah tidak berpengaruh pada adiknya yang dipanggil Rici itu.

"Ya ampun, Alan! Aku baru sampai dan kau memaksaku ke kantor? Apa kau gila? Aku bahkan masih jetlag!"

"Bukan aku. Tapi Ayah! Katakan pada Ayah nanti saat kita tiba di kantor! Sekarang, cepat mandi dan bersiaplah!" Alan sedikit kesal sengaja membawa nama Ayah mereka, dan membuat Rici mau tidak mau membuka matanya, menatap wajah kakakknya dengan kesal. Dia menghentakkan kakinya dengan kesal menuju toilet di dalam kamarnya.

"Aku menunggumu di bawah, Rici! dan jangan membuatku menunggu lama!" Teriakan Alan menggema membuat Rici harus berdecak kesal mendengarnya. Dengan kesal, Rici mengumpat kecil entah pada siapa.

Setelah 30 menit, Rici keluar dari kamarnya. Penampilannya sudah berubah, terlihat lebih segar khas wanita sosialita. Kemeja putih dengan blazer putih sepanjang lutut dipadukan dengan jeans biru yang membungkus kaki jenjangnya.

"Cepatlah Rici! Kau sungguh lambat!" Alan yang sudah menunggu di dalam mobil sedikit berteriak melihat Rici yang jalan dengan santainya. Dia sungguh ingin mematahkan kaca mata hitam yang digunakan Rici saat ini. Dia kesal melihat adiknya yang tidak merasa bersalah, sudah membuatnya menunggu lama.

"Ok Alan! aku sudah disini! ayo berangkat!" Rici tersenyum kecil ke arah kakaknya saat dia sudah duduk di sebelah Alan. Rici seolah tidak menyadari bahwa kakaknya saat ini sebenarnya ingin menelannya hidup-hidup karena kesal.

Perjalanan menuju kantor, mereka bumbui dengan pertengkaran kecil. Alan yang selalu berusaha membuat kesal Rici dengan penampilan Rici yang berubah jika menggunakan make up dan Rici yang membalas Alan dengan mengatakan Alan seorang perjaka tua. Sungguh, perjalanan ke kantor saat itu tidak terasa walau mereka harus menghadapi macet yang lumayan parah.

Setelah mereka tiba di kantor, Alan dan Rici berjalan berdampingan menuju ruangan Ayah mereka. Pandangan karyawan di sana tidak lepas dari sepasang kakak beradik itu. Bagaimana tidak, Alan dan Rici tampak sangat sempurna dan mengagumkan.

"Hai Ayah!" Suara manja Rici berkumandang di ruangan Ayahnya, sesaat dia membuka pintu itu. Rici berjalan menuju Ayahnya dan memeluk Ayahnya hangat. senyum manja khasnya tidak lepas saat menatap wajah ayahnya.

"Mengapa kalian sangat lama? Ayah sudah menunggu kalian sejak tadi." Suara lembut Ayahnya, membuat Rici tertawa kecil sambil melirik Alan. Alan hanya bisa menatap kesal adiknya itu.

"Ayah ga tau aja, anak manja ayah itu tidurnya mirip babi. Ngoroknya kenceng banget ngalahin suara alarm. Makanya, gitu alaramnya bunyi ketutupan suara ngorok." Alan menyindir dengan wajah kesalnya dan membuat Ayahnya tertawa kencang sambil mengelus lembut rambut Rici. Rici adalah anak kesayangan Ayahnya, dan semua orang tahu itu. Ayahnya akan membelikan apapun yang diinginkan Rici dan akan mengabulkan semua permintaan putri bungsunya itu.

"Ya udah, Alan pergi dulu ya Yah! Ada janji sama Moses dan Karina." Mendengar nama Moses, wajah Rici berubah tiba-tiba. Tawanya kini berubah menjadi sendu. Dia menatap Alan dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kau tetap disini Rici. Ayah memanggilmu karena ada yang ingin dibicarakan."

"Apa aku..."

"Tidak Christie! Jangan menganggu Moses lagi. Dia akan menikah dengan Karina." Suara tegas Alan memotong ucapan Rici. Jika Alan sudah memanggil Rici dengan nama aslinya, itu artinya Alan sedang dalam mode serius dan tidak ingin dibantah.

Setelah dengan tegas melarang adiknya, Alan pergi meninggalkan Rici dan Ayahnya. Alan sadar jika tadi dia salah. seharusnya dia tidak menyebut nama Moses di saat ada Rici di sekitarnya. Alan tahu, bahwa adiknya itu masih sangat menyukai Moses. Sejak dulu, adiknya itu hanya menyukai Moses dan selalu mencari perhatian Moses.

Moses adalah sahabat baik Alan. Rici selalu mengikuti Alan kemanapun hanya untuk melihat dan dekat dengan Moses. Moses yang menganggap Rici sebagai adik Alan, selalu bersikap baik pada Rici, yang selalu disalahartikan oleh Rici. Hingga suatu saat, Rici menyatakan perasaannya pada Moses saat pesta akhir tahun di kampus mereka. Moses yang saat itu sedang berpacaran dengan Karina tentu saja menolak perasaan Rici. Rici yang tidak terima, justru marah dan memaki Karina dengan sangat kasar. Mengatakan Karina merebut Moses darinya. Rici menampar dan melempar Karina dengan botol minuman yang kebetulan berdiri tegak di atas meja di dekatnya. Suasana kacau saat darah mengalir dari dahi Karina. Moses mendorong Rici kasar dan mengendong Karina untuk membawa kekasihnya itu ke rumah sakit terdekat, dan Alan dengan kesal menarik adiknya untuk pulang.

Esoknya Alan membawa Rici ke rumah sakit tempat Karina dirawat, dengan harapan Rici akan meminta maaf pada Karina. Tapi, bukannya meminta maaf, Rici malah mengatakan bahwa Karina tidak pantas untuk Moses. Moses yang mendengar hal itu seketika marah, menarik tangan Rici dan meminta Rici untuk menjauh darinya. Moses yang selalu ada untuk Rici, Moses yang selalu mengabulkan kemauan Rici, dan Moses yang sudah membuat Rici jatuh cinta, dengan kasar menghina Rici dan meminta agar Rici menghilang selamanya dari hadapannya dan Karina.

Alan tahu semuanya. Alan hanya menutup mata dan telinganya. Satu sisi, dia sedih melihat adiknya. tapi di sisi lain, adiknya itu harus tahu, jika tidak semua harus berjalan sesuai kemauannya. Akhirnya, Alan mengajak Rici pulang. Meminta pada orangtua mereka agar Rici melanjutkan sekolah bisnis di Australia, dengan menceritakan semua yang terjadi. Menceritakan bahwa Rici hampir membunuh seseorang saat malam akhir tahun karena cintanya yang tidak terbalas pada Moses.

Bayangan 6 tahun lalu itu masih terekam jelas di ingatan Rici. Bagaimana, dengan kasarnya Moses memakinya hanya untuk membela Karina. Moses yang selalu ada untuknya dan selalu mengabulkan keinginannya. Dada Rici masih saja sesak jika mengingat Moses. Sudah 6 tahun, tapi rasanya masih sama. Nama itu, masih tetap mendekam di dalam hati Rici.

"Apa kau begitu menyukainya?" Ayah Rici menghamburkan lamunan Rici, dan membawa Rici kembali sadar. Bayangan 6 tahun lalu itu tiba-tiba muncul dan membuat moodnya rusak.

"Jika aku mengatakan bahwa aku menginginkannya, apa aku boleh memilikinya?"

"Hati manusia bukan barang yang bisa kau beli, Rici. Hati manusia, tidak tercipta untuk bisa kau beli walau kau memiliki uang sebanyak apapun."

"Jadi, untuk apa Ayah bertanya? aku memang menyukainya, tapi dia bukan barang, aku tidak bisa memilikinya."

"Hatinya Rici. Bukan dirinya. Jika itu dirinya, kau masih bisa memilikinya."

"Maksud Ayah?"

"Aku bisa membelinya untukmu. Tapi tidak dengan hatinya. Tergantung padamu, Rici. Apa kau ingin memiliki diri Moses untukmu? Jika kau menginginkannya, aku bisa memberikan Moses untukmu, tapi jangan menuntut hatinya."

Unclear RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang