Nora berjalan beriringan bersama Rici menyusuri kebun apel milik keluarga Moses. Nora sudah menjelaskan banyak hal tentang kebun keluarga Moses yang ternyata menjadi jantung di desa itu.
"Aku yakin kau pasti bisa mengelola perkebunan ini. Kudengar, kau mendapat nilai yang baik selama kuliah di Monash University." Nora tersenyum tipis sambil menatap Rici dengan tatapan yang sedikit tajam. Langkah Rici berhenti seketika di saat Nora membawa tempat perkuliahannya selama di Australia.
"Aku tidak akan bertanya tentang kau yang memutuskan untuk cuti kuliah di semester ke 2 walau nilaimu cukup bagus di Monash." Rici menatap Nora dengan tatapan kagetnya. Senyum tipis Nora seolah mengintimidasi Rici.
"Jangan kaget! Saat ini informasi bisa didapat dengan mudah." Nora tersenyum lebar menatap Rici yang saat ini menatapnya kebingungan. Berbagai macam fikiran aneh mulai muncul di kepala Rici.
"Kau mencari tahu tentangku?"
"Sebenarnya tidak. Tapi, sewaktu nenek mengatakan jika Moses akan menikah denganmu dan meninggalkan Karina, rasa penasaranku muncul dan membuatku ingin mengenalmu lebih jauh. Terlebih saat Moses mengatakan bahwa kau akan bekerja di kebun ini."
"Kau mengenal Karina juga?"
"Sebenarnya tidak bisa dibilang kalau aku mengenalnya. Hanya saja, nama itu selalu muncul di setiap pembicaraanku dan Moses."
"Apa, kau juga membenciku?" Ucapan spontan yang terdengar sangat kecil dari Rici membuat Nora menaikkan satu alisnya. Dengan senyum kecil Nora menghembuskan nafasnya dan menatap Rici dengan tatapan lembutnya.
"Aku tidak dalam posisi dimana aku berhak membenci orang lain tanpa mengenalnya terlebih dahulu. Walau Moses selalu menceritakan hal yang buruk tentangmu, tapi nenekku selalu mengatakan bahwa kau adalah wanita yang baik. Moses memang tidak pernah salah, tapi nenekku adalah pengamat yang baik. Jadi, kuputuskan untuk menilaimu dengan penilaianku sendiri. Jadi, mari bekerja sama memajukan perkebunan ini!" Nora dengan tegas menjulurkan tangannya ke hadapan Rici. Seketika, Rici merasa terintimidasi. Dengan sedikit keraguan, Rici menerima jabatan tangan Nora. Senyum datar penuh arti tampak menghiasi wajah Nora.
Rici berjalan berlahan meyusuri areal perkebunan hendak menuju rumahnya, setelah Nora memintanya untuk pulang sendirian. Tadinya, dia berfikir bahwa Nora adalah anak yang bisa diajaknya berteman. Tapi, melihat sifat Nora sepertinya Rici harus mengurungkan niatnya untuk mengajak Nora berteman.
Saat asyik berjalan di areal perkebunan, tanpa sengaja Rici melihat seorang pria yang sedang menatap ke arah tanaman strawberry di depannya dengan wajah gelisah. Entah keberanian darimana, Rici menghampiri pria itu dan ikut mengamati tanaman Strawberry di depannya.
"Apa yang kau lihat?" Rici bertanya pelan dan membuat pria itu sedikit terkejut. Pria yang tampak seumuran dengannya itu, kemudian berdehem kecil saat melihat Rici yang kini menatapnya dengan tatapan bingung.
"Tanaman ini tidak menghasilkan buah yang baik. Hasil buahnya terlalu kecil, sangat jauh dari standart. Jangankan mall di kota, jual di pasar saja tidak akan laku." Pria itu kembali menatap tanaman strawberry di depannya dengan tatapan khawatir. Rici kemudian menatap ke arah tanaman strawberry itu dan menganggukkan kepalanya saat melihat buah strawberry yang sudah memerah tapi hanya seukuran kapulaga.
"Lalu, apa rencanamu untuk tanaman itu?" Rici kembali bertanya dengan nada penasaran pada pria itu. Pria itu pun kemudian menatap ke arah Rici dan seketika wajah pria itu tampak kaget.
"Apa kau pekerja baru di sini?" Rici dengan cepat menganggukkan kepalanya saat pria itu bertanya padanya dengan nada bingung.
"Kurasa aku harus meneliti dulu dimana letak kesalahan tanamannya. Dan setelah itu, aku harus memeriksa tanaman lainnya juga."
'Baiklah! Selamat meneliti. Kuharap kau menemukan letak kesalahan tanaman itu hingga menghasilkan buah yang buruk." Rici tersenyum ringan dan membuat pria itu menatap Rici lekat. Ada perasaan aneh yang muncul di hati pria itu saat melihat senyum Rici yang mengembang.
Rici kemudian melangkah berlahan keluar dari areal perkebunan. Hatinya sedikit senang saat melihat asrinya daerah perkebunan itu, tanpa Rici sadari pria yang tadi berbicara dengannya sedang memperhatikan setiap langkahnya dengan senyum mengembang.
Moses menatap tab miliknya dengan wajah kesal. Sejak Rici pergi bersama Nora pagi tadi menuju daerah perkebunan, Rici sama sekali belum menghubunginya. Terlebih lagi denga laporan Nora yang berkata bahwa Rici tampak sangat tidak sabar untuk mulai bekerja di perkebunan.
Klik!
Pintu ruangan Moses terbuka dan menampilkan sepasang manusia yang sangat dekat dengan Moses. Alan dan Karina datang ke ruangan Moses dengan wajah cerah yang membuat Moses menatap keduanya curiga.
"Apa yang kalian bicarakan, hingga membuat wajah kalian begitu cerah?"
Suara tajam Moses membuat keduanya menatap ke arah Moses bingung. Tampak raut wajah kesal membingkai wajah Moses saat melihat Karina yang tidak tampak sedih sama sekali saat menghampirinya kali ini di kantornya.
"Bukan hal yang penting! Tapi, mengapa wajahmu tampak kusut?" Alan dengan senyum jahilnya menatap ke arah Moses. Moses dengan tatapan kesal menghembuskan nafasnya kasar dan menyandarkan badannya menatap Alan dan Karina bergantian.
"Aku menikah dengan wanita egois kecil bernama Christie, tentu aku berwajah kusut. Apa kau fikir aku bisa tersenyum seperti kalian mengingat wanita egois itu?"
"Baiklah! Kurasa kau benar! Rici memang sumber masalah yang sangat menjengkelkan. Jadi, daripada kau memikirkan adikku yang sangat egois itu, lebih baik kita keluar untuk makan siang. Hari ini aku akan mentraktir kalian berdua."
Senyum kecil tampil di wajah Moses. Tanpa disadari kedua pria itu, Karina yang tadi masih tersenyum kini menatap Moses dengan tatapan sendu sejak nama Christie keluar dari mulut Moses. Entah mengapa, seperti ada yang mencubit hati Karina saat nama Christie keluar dari mulut Moses.
Wajah murung Karina selama di perjalanan hingga tiba di restoran untuk makan siang, tampak tidak menganggu topik pembicaraan Alan dan Moses tentang Christie. Moses dengan segala rencananya untuk mempekerjakan Christie di perkebunan, dengan alasan mengajari Christie cara menghasilkan uang, tampak tidak membuat Karina tertarik. Dia hanya sesekali mengangguk untuk membuat Alan dan Moses tidak menyadari kegelisahannya.
"Kau tahu Alan! Kurasa kita harus mencari tahu kemana Christie menjual semua perhiasannya sewaktu di Aussie!" Moses kembali berujar tentang Rici saat mereka menyelesaikan makan siang mereka. Alan yang tadinya sudah melupakan tentang perhiasan Rici yang hilang, kini menatap Moses kaget, ini sudah 5 tahun sejak hilangnya perhiasan Rici di Aussie, dan tiba-tiba Moses kembali mengungkit tentang perhiasan Rici.
"Mengapa tiba-tiba kau membicaraka itu?"
"Tidak, hanya saja kemarin Christie sangat sibuk untuk mencari perhiasan. Kurasa, dia ingin membeli yang baru."
"Lalu, apa hubungannya dengan perhiasannya yang hilang?"
"Kemarin, aku melihat dia sedang melihat beberapa perhiasan. Dan salah satu dari perhiasan yang dia lihat, sangat mirip dengan kalung miliknya dulu. Jadi, mungkin dia ingin membeli kembali semua perhiasannya." Suara tegas Moses membuat setetes air mata jatuh membasahi pipi Karina. Entah mengapa ucapan Moses kembali membuat hatinya seperti di lempar arang panas. Selalu saja jika membicarakan Rici dengan Alan, Moses tidak akan pernah bisa berhenti.
"Tapi, belum tentu itu miliknya. Aku juga tidak percaya jika perhiasan nya di curi saat kamp. Tapi, ini sudah 5 tahun, dia tidak butuh waktu selama ini untuk membeli kembali perhiasannya. Ayahku bahkan membelikan 2x lipat untuknya mengganti semua perhiasan yang hilang. Jadi, aneh jika dia baru ingin membeli kembali saat ini."
"Bisa saja! Mungkin, dia baru menemukannya sekarang!"
"Menemukan apa? Rici bukan seseorang yang menyukai perhiasan mewah. Jadi kurasa, dia tidak akan buang-buang waktu untuk menemukan satu per satu perhiasannya yang hilang dulu."
"Tapi, kalung yang dia lihat adalah kalung yang sama dengan hadiah dariku untuknya sewaktu dia berulang tahun ke 16, Alan. Kalung itu.... "
"Bisa kita berhenti membicarakan Christie?" Suara serak dari Karina membuat Moses menghentikan ucapannya. Tanpa Moses danAlan sadari, saat ini air mata sudah membasahi pipi Karina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unclear Rainbow
RomanceRici selalu mendapatkan apapun keinginannya. Rici gadis yang cantik, penuh percaya diri, angkuh, populer, dan kaya raya. Akan tetapi, Rici lupa jika tidak semua yang diinginkannya akan didapatkannya. Cinta Moses yang sulit diraihnya, menjadikannya...