Suasana di dalam ruangan studio band sempat jadi agak tegang saat aku mulai meminta maaf serta mengakui telah menutupi cerita sebelumnya dari mereka selama ini. Kemudian, aku menceritakan awal mula Airlangga berulah di lapangan basket sampai kejadian dimana Airlangga dan Elroy harus berseteru karena Vanissa sebelum kembali terlibat pertengkaran sengit kemarin. Setelah selesai mendengar ceritaku, Juna sempat mengumpat sambil menendang kaki stand keyboardnya karena sanking kesalnya. Namun, aku yang tau reaksinya akan menyulut emosi mereka sebagai teman yang solider selama ini segera melanjutkan perkataanku lagi untuk menenangkan mereka yang terlihat ikutan kesal juga sekarang.
"Tapi, aku minta kalian jangan terpancing emosi karena emang itu yang dia pengen. Justru kita nggak boleh kalah dengan sabar dulu menahan diri walaupun sulit supaya dia nggak makin berulah. Dia bakalan menang karena berhasil buat kita rugi karena sama-sama berulah kaya dia kalo kita balik lawan atau serang dia. Seperti yang udah sering gue bilang juga ke kalian kalo berantem itu nggak bakal pernah selesaikan masalah tapi malah cuma nambah rumit aja. Buktinya kalian semua jadi harus sama-sama dihukum khan. Bahkan, sampai latihan tadi aja contohnya kalian udah kena efeknya juga. Jadi pada nggak konsentrasi sampe gue cape karena harus ngulang terus lagunya. Semuanya cuma gara-gara ulah Airlangga tadi. So, gue ulang sekali lagi ya. Jangan sampai kita udah kalah duluan sebelum bertanding alias bakal rugi sendiri!" jelasku panjang lebar sambil mematikan mic yang ternyata daritadi masih nyala sehingga suaraku terdengar agak menggelegar saat berbicara pada Arjuna, cs yang masih terdiam membisu.
Tak lama kemudian, Elroy mulai menurunkan gitarnya sambil berkomentar, "Emang gue salah sih karena udah terprovokasi sampai kepancing emosi sama ulahnya Airlangga pas tanding kemarin. Cuma asli dia mainnya kasar banget, mana pake disengaja lagi khan. Gimana nggak minta dihajar tuh?! Yang gue nggak habis pikir lagi ya, kenapa juga dia berani kurang ajar bahkan main kasar sama cewek dong. Emang brengsek banget deh itu orang. Gue khan bawaannya jadi emosi gitu kemarin tuh," dibarengi anggukan kepala yang lainnya, kecuali Arjuna yang kembali mengumpat kesal di belakang keyboardnya.
"Iya, sama dong. Gue juga khan sempat emosi banget waktu dia gangguin Sasti pas kalian masih ganti baju waktu itu. Makanya dia kena semprot habis-habisan sama gue sampai dia cuma bisa berdiri diam plus mikir jadinya. Dia kira gue nggak berani apa sama dia," tambahku jadi ingat kejadian silam. "Wah, kumat deh jiwa premannya Regi! Belum tau dia kalo Regina Ishakasih marah. Arjuna, cs aja bakalan kalah. Berani-beraninya sih sama anak kolong," sela Edith akan sikap tegasku yang emang suka muncul di tengah ketidakadilan itu. Mungkin aku harus berterimakasih pada ayahku yang udah berhasil menanamkan prinsip keadilan tanpa harus pake cara kekerasan itu walaupun beliau adalah anggota militer. "Tapi, yang dibilang Regi itu emang ada benarnya juga sih. Kalo kita ladenin dia berarti kita masuk perangkap yang udah sengaja dia buat. Jadi, kita juga yang bakal ikutan rugi akhirnya. Mungkin kita harus cari cara lain buat hadapin dia nantinya," simpul Devon rada bijak seperti biasanya.
"Emang loe selalu aja punya solusi buat masalah kita, Re. Loe selalu bisa aja buat kita jadi mikir dan bersikap lebih tenang dan bijak. Makasih banyak loh udah mau sabar sama kita selama ini. Kita juga minta maaf kalo udah nggak cerita langsung aja yang sebenarnya tentang hal ini sama kamu ya!" ucap Elroy yang emosinya mulai mereda karena merasa bersalah kali ini. "Sama-sama. Gue cuma nggak mau kaget aja dengar kalian berantem kaya kemarin lagi apalagi sampai ada yang harus terluka segala. Gimana nggak cemas coba?" kataku sambil menunjuk bibir Elroy yang malah jadi tersenyum tak enak ke arahku sekarang.
"Oke, kalo gitu kita sepakat buat saling terbuka dan jujur satu sama lain ya mulai saat ini. Nggak boleh ada yang ditutupin atau disembunyikan lagi antara kita, khususnya yang berhubungan dengan nasib Arjuna, cs. Sama kita juga harus lebih tenang dan sabar lagi ya! One for all and all for one!" teriakku menyerukan slogan kami untuk menyemangati Arjuna, cs yang sempat lesu saat berlatih di awal tadi. "Sekarang ayo kita latihan lagi tapi harus lebih fokus dan serius ya kali ini. Please! Acara nikahannya tinggal minggu depan loh tapi ini satu lagu aja belum kelar juga daritadi dong. So, ayo semangat lagi!" seruku kembali menghidupkan mic yang masih di tanganku sekarang.
Sepanjang perbincangan kami tadi, Juna nampak tak berkomentar apapun. Aku hanya mendengarnya mengumpat kesal beberapa kali diakhiri dengan dengusan napasnya yang cukup panjang saat kembali memainkan intro lagu pertama kami melalui keyboardnya itu. Sepertinya dia masih belum terima karena terlambat mengetahui cerita sebenarnya tentang kelakuan Airlangga yang emang keterlaluan itu. Walaupun aku terus mencoba untuk menatap matanya dari kejauhan, Juna nampak terus menghindari tatapanku itu. Akhirnya, aku mengalah dengan meneruskan latihan kami yang syukurnya bisa berjalan lebih baik dari sebelumnya. Elroy juga sudah kembali memetik gitarnya dengan semangat walaupun gitarnya sempat lupa dinyalakan sehingga tak kedengaran di awal lagu yang kontan membuat semua jadi bingung campur tawa. Untunglah mereka sudah bisa kembali ceria lagi sekarang.
YOU ARE READING
FRIENDSHIP
RandomDi hari pertamanya sekolah, Regina Ishakasih malah tertidur di bangku yang ternyata adalah tempat sekelompok siswa gaul dan cukup terkenal di sekolah barunya itu. Di tengah keadaannya yang terjebak duduk di tengah Arjuna, Elroy dan Devon yang jahil...