Senjata makan tuan

0 0 0
                                    

Setelah memastikan semuanya siap dan aman, kami turun panggung dulu untuk mengikuti acara prosesi pernikahannya abang Edith yang terlihat gagah mengenakan pakaian adat Jawa berwarna broken white senada dengan kebaya modern istrinya yang tak kalah anggunnya. Mereka berdua berjalan perlahan diikuti iringan barisan keluarga menuju ke arah pelaminan bernuansa putih. Aura kebahagiaan terpancar dari wajah pasangan pengantin baru yang katanya udah menjalin cinta cukup lama sejak mereka masih di bangku SMA. Menurut ceritanya Edith sih kedua mempelai adalah cinta pertama satu sama lain yang akhirnya berlanjut sampai berujung ke pelaminan. Aku nggak percaya di jaman sekarang masih ada juga hubungan yang bisa begitu awetnya sampai ke jenjang pernikahan seperti ini. Angkat dua jempol deh buat komitmen dan kesetiaan pasangan ini. Aku pun jadi turut merasakan kebahagiaan mereka saat menyaksikan wajah sumringah kedua mempelai beserta keluarga besarnya itu. Dalam hati aku berharap bisa berakhir di pelaminan juga dengan cinta pertamaku suatu hari nanti seperti mereka berdua. Beberapa saat kemudian, kedua mempelai sudah berada di atas pelaminan disertai ortu kedua belah pihak.
"Hei! Koq malah senyum-senyum sendiri gitu sih, Re? Ngiler ya kepengen bisa cepat nikah kaya mereka juga!" tembak Juna tiba-tiba aja udah berdiri di sampingku sekarang sambil cengengesan kaya kuda.
"Eh, enak aja! Kamu kali yang mau ya! Mending belajar aja yang benar dulu, Jun!" sepetku mencoba menasehatinya yang malah makin nyengir nggak jelas ke arahku.
"Iya, iya, tau koq, Bu guru! Daritadi kayanya ngomel-ngomel mulu deh bawaannya nih. Curiga lagi dapet ya?" tanya Juna makin ngaco.
"Dapet apa? Dapet ilham? Atau dapet pacar?? Belum waktunya dapet kali!" jawabku ikutan ngasal.
"Kalo pacar ya jangan dululah! Katanya tadi harus belajar dulu. Haha," lanjut Juna kembali nyengir kuda.
"Astaga! Terserah kamu aja deh, Jun! Ngomong-ngomong yang lain pada kemana ya?" tanyaku mulai mengedarkan pandanganku ke sekeliling tempat kami berdiri sekarang.
Juna hanya menggelengkan kepalanya tanda tak tahu keberadaan yang lainnya saat ini sambil mengambilkanku segelas limun segar menggiurkan dari meja hias di dekatnya kali ini. Kemudian, aku melihat mereka ternyata sedang asyik berkumpul di dekat meja sajian tak jauh dari posisi kami.  Veronica yang mengenakan terusan "chang-i" merah delima nampak berdiri dengan setia menemani Devon yang terlihat kalem seperti biasanya. Di sebelah mereka, duo anggota V yang lain nampak berdiri dekat dengan Elroy yang nampak agak risih dengan gelagatnya Victoria yang coba menempel terus dengannya itu daritadi. Sementara itu, aku bisa melihat Edith sedang sibuk bertegur sapa dengan kerabat keluarganya yang lain di sekitar pelaminan.
"Ini mau diminum nggak limunnya, Re? Daritadi koq malah celingak-celinguk nggak jelas gitu sih," protes Juna yang ternyata daritadi menyodorkan segelas limun padaku.
"Ya, ampun! Sorry, Jun! Baru keliatan nih. Hehe," kataku seraya memegang segelas limun segar di tanganku sekarang.
"Ya iyalah nggak bakalan keliatan kalo fokusnya ke yang lain terus. Hmm...tapi kalo diliat-liat nggak nyangka ternyata kamu bisa dandan cantik juga ya, Re!" puji Juna tiba-tiba sehingga membuatku hampir tersedak dan menumpahkan limun ke arah gaunku.
"Ya, ampun hampir aja kena basah deh gaunnya!" protesku sambil menjauhkan gelas limunku.
"Duh, baru dipuji dikit aja nggak usah sampe gugup gitu dong, Re! Haha," timpal Juna ngakak.
"Yang ada kaget kali bukannya gugup, Jun. Lagian khan jarang-jarang tuh kamu muji orang apalagi ke gue gitu. Gimana nggak kaget?" balasku kembali meneruskan minum limunku yang tinggal sedikit lagi itu.
"Yaelah emang sejarang itu ya berarti. Haha. Tapi, seriusan deh, Re! Hari ini kamu tuh beneran cocok banget pake gaun kaya gini. Keliatan beda dan lebih manis aja gitu," lanjutnya lagi sehingga membuatku sengaja membelalakkan mataku ke arahnya kali ini tanda tak percaya.
Kemudian, Juna berkali-kali memperhatikanku lagi dari atas sampai ke bawah sambil berdecak kagum bahkan sampai menunjukkan jempolnya seperti gaya Devon sebelumnya.
"Ah, makasih loh, Jun! Kamu juga keliatan beda banget koq kali ini. Lebih rapi aja gitu dari biasanya," balasku mencoba memujinya.
"Yah, cuma gitu doang?" tagihnya berharap pujian lebih dariku.
"Emm...gimana yah? Jadi lebih keluar aja gitu aura gantengnya hari ini," lanjutku sehingga membuatnya ngakak abis.
"Haha...jadi cuma hari ini doang nih bukannya setiap hari juga paten ya gantengnya?!" komentarnya serupa dengan jawaban Elroy yang ternyata sama pedenya itu.
"Ishhh...dasar Arjuna, cs! Suka sok kegantengan deh kalian tuh!" protesku seraya meletakkan gelas limunku yang udah kosong di tempatnya tadi lagi.
Beberapa saat kemudian, Edith datang menghampiri kami sambil memberi kode untuk segera bersiap ke atas panggung.
"Ayo! Bentar lagi giliran kita tampil ya. Btw, yang lain pada di mana ya?" tanya Edith serupa pertanyaanku tadi.
"Oh itu mereka di sana! Ntar kita yang panggilin deh. Sampai ketemu di panggung ya!" kataku dijawab jempolnya yang terangkat cepat.
Tak lama kemudian, kami berdua udah berada di antara trio V dan Arjuna, cs yang lain.
"Bentar lagi kita tampil kata Edith. Jadi, kita udah bisa siap-siap ke panggung sekarang," ajak Juna pada Elroy dan Devon yang barusan kayanya lagi asyik ngobrol.
"Eh, tapi gue ke toilet bentar ya! Ntar ketemu di panggung aja," kataku dibarengi anggukkan mantap kepala Juna yang langsung bergegas ke arah panggung diikuti Devon dan Elroy di belakangnya.
"OK! Nanti cepetan nyusul ya, Re! Jangan lama-lama loh!" tambah Elroy yang udah sempat jalan mendahuluiku barusan.
"Sip!" jawabku singkat sambil mengangkat tinggi jempolku ke arahnya yang mulai menjauh.
Namun, tiba-tiba aja trio V nampak mencegatku saat baru aja mau berjalan ke arah toilet yang letaknya di luar gedung.
"Huh, cantik dari mananya ya? Kalo diliat-liat sih biasa-biasa aja deh," sepet Valentina diikuti anggukkan kepala duo V lainnya.
"Iya tuh. Jadi, jangan ke-PD-anlah mentang-mentang daritadi dipuji melulu sama Arjuna, cs!" sambung Veronica tak kalah pedasnya.
"Ckckck...yang tadi sempat dibilang udah kaya DIVA tuh. Yang bener aja dong? DIVA darimananya ya? Huhu," ledek Victoria mulai menertawakanku diikuti yang lainnya.
Sepertinya mereka terlanjur cemburu denganku yang sebelumnya mendapatkan banjir pujian dari Arjun, cs. Namun, aku berusaha keras untuk menahan diri supaya tidak membalas perkataan pedas mereka yang ditujukan padaku tadi. Sebenarnya, aku bisa saja membela diriku tapi aku nggak akan tega sampai harus membuat kacau apalagi merusak kebahagiaan kakaknya Edith di hari pesta pernikahannya ini. Oleh karena itu, aku tidak mau terpancing emosi sampai jadi terpengaruh dengan tak menggubris ulah mereka tadi.
Namun, saat aku hendak melanjutkan langkahku yang sempat terhenti tadi tiba-tiba Valentina sengaja menubrukkan badannya padaku yang mau lewat di hadapannya sehingga membuat air limun di gelas yang sedang dipegangnya jadi tumpah semua isinya membasahi gaunku yang berwarna putih.
"Oops, siapa suruh buru-buru banget sih? Yah, jadi tumpah deh limunnya," ucap Valentina sambil mengangkat gelasnya yang kosong sekarang.
"Betul. Khan jadi basah deh. Lagian, orang belum selesai ngomong koq malah main ngeloyor pergi aja sih. Salah sendiri tuh!" lanjut Veronica diiringi anggukkan kepala Victoria yang nampak menahan tawanya supaya nggak terlalu menarik perhatian tamu yang lain.
Lalu, dengan segera aku berlari menerobos keluar gedung  menuju toilet meninggalkan trio V yang sepertinya masih belum puas menertawaiku habis-habisan dari jauh. Sesampainya di toilet, aku langsung mencoba mengelap bagian bawah gaunku yang terkena basah tadi dengan tisu. Namun, tisunya malah jadi menggumpal dan menempel di gaunku yang bernoda limun. Tiba-tiba terdengar suara yang cukup kukenal dari arah luar toilet.
"Re! Regina! Kamu masih di dalam?" panggilnya setengah berteriak mencoba memastikan keberadaanku.
Karena aku tau dia nggak akan berani sembarangan masuk ke toilet cewek akhirnya aku segera keluar menemuinya masih dengan gaunku yang basah tadi.
"Ya ampun? Itu kenapa gaunnya bisa basah kaya gitu, Re? Bentar lagi kita harus tampil loh. Aduhhhh...gimana ini???" teriaknya mulai panik padaku yang juga jadi bingung.
"Astaga! Ohhh iyaa ada Valentina khan ya? Gue ada ide. Kamu tunggu dulu di sini ya, Re! Gue bakal segera balik," katanya sambil berlari cepat meninggalkanku yang makin bingung karena barusan Edith malah menyebut nama pacarnya yang udah terlanjur membuat kekacauan pada gaunku ini.
Dalam waktu singkat, aku melihat Edith membawa pacarnya itu ke arahku sambil berusaha keras membujuknya untuk segera bergantian gaun denganku. Valentina yang mendengar permohonan pacarnya itu nampak terbelalak kaget tak percaya. Begitu pun denganku yang jadi tak bisa lagi berkata-kata.
"Ayo, kalian tukeran gaun dulu aja untuk sementara waktu doang! Please, Na! Cuma gaun kamu yang warnanya senada sama setelan jas kita nanti. Please! Gue mohon, Na! Ini urgent banget! Gue bener-bener butuh bantuan kamu sekarang," pinta Edith pada Valentina yang kontan jadi ikutan panik juga dibuatnya.
Setelah Edith akhirnya berhasil membujuk pacarnya itu, kami  terpaksa bertukar gaun dengan sangat cepat. Untungnya ukuran gaun Valentina terlihat cukup pas di badanku. Lalu, Edith segera menarik tanganku untuk berlari menuju panggung meninggalkan Valentina yang berdiri mematung di depan toilet cewek masih dengan tatapan tak percaya.
"Kamu tunggu di situ dulu ya, Na! Nanti kita bakal balik lagi secepatnya setelah tampil dulu. Thank you ya!" ucap Edith dari kejauhan sambil terus berlari cepat bersamaku ke dalam gedung.
Aku bisa melihat dengan jelas tatapan tajam Valentina yang melihat kepergianku dengan pacarnya begitu saja dengan darah mendidih menahan amarahnya saat ini. Aku rasa ini yang dinamakan "senjata makan tuan".

FRIENDSHIPWhere stories live. Discover now