Setelah insiden pertengkaran sekaligus hukuman kerja bakti berlalu, kami kembali sibuk menjalani rutinitas sekolah kami seperti biasanya. Kali ini saat baru aja sampai kelas, tiba-tiba aku langsung dikasih oleh-oleh sama Devon. Ternyata ayahnya baru balik dari Singapura. Jadinya, kami masing-masing kebagian jatah sebuah gantungan kunci dengan simbol singa plus sekotak coklat.
"Wah, dapet coklat putih favoritku dong! Thank you ya, Dev! Nitip salam sama papamu loh," ucapku dengan nada riang.
"Ih, Regina koq dapat yang beda sih?" protes Juna.
"Lhaaa...kalian khan pada suka yang dark chocolate. Makanya aku kasih Regina yang white chocolate karena dia nggak demen yang pahit kaya loe!" ejek Devon memperjelas.
"Iya nih dasar Si Juna suka banyak protes aja. Udah dikasih juga syukur kali. Kalo nggak mau yaudah sini buat gue aja," sindir Elroy segera menyambar sekotak coklat hitam di atas meja Juna sekarang sehingga terjadilah keributan rebutan coklat di antara mereka.
Tanpa memperdulikan perang sengit dadakan yang terpaksa harus terjadi barusan, aku mengalihkan perhatianku pada Merlion keychain di tanganku.
"Wah, gantungan kuncinya lucu amat! Suka deh," pujiku langsung memasangnya di retsleting tasku.
"Iya, itu sengaja aku pilihin yang modelnya sama biar kita berlima bisa pake kompakan bareng gitu. Hehe...sesuai kaya slogan kita dong ALL FOR ONE!" jelasnya latah ikutan masang gantungan kunci di tasnya juga sekarang.
"Wow, so sweet! Nggak kaya mereka," kataku sambil memutar bola mataku melihat ke arah Juna dan Elroy yang masih ribut rebutan coklat daritadi.
"Hey! Hey! Stop! Liat tuh udah ada guru woy! Nanti keburu disita loh coklatnya," peringatan Devon berhasil membuat mereka berdua berhenti seketika.
"Hah? Mana?" tanya mereka bisa kompak serempak.
"Ya mana gue taulah? Mungkin masih betah di ruang guru kali ya! Kalian berdua aja yang samperin sana daripada ribut nggak jelas kaya gini!" jawab Devon mulai cekikikan.
"Mending jangan deh! Nanti malah jadi lanjut rebutan oleh-oleh juga lagi di sana. Haha," sambungku ikutan ketawa.
"Yeee...kirain beneran udah ada guru dong! Dasar HOAX!" ucap Elroy sambil terus berusaha melanjutkan aksi perebutan target buruannya di tangan Juna yang kembali siaga mengamankan coklatnya itu kali ini.
Yah, begitulah kira-kira suasana keributan dan kehebohan ala Arjuna, cs yang tak jarang harus kujumpai sehari-harinya. Namun, itu jugalah yang membuat kelas kami jadi lebih seru dan hidup. Tak berselang lama, muncullah pawang guru yang akhirnya sanggup menghentikan perebutan coklat antara Juna dan Elroy dalam sekejap sehingga coklat hitam oleh-oleh dari ayahnya Devon tadi tetap berakhir selamat bertahan di kantong celananya Juna sekarang. Aku dan Devon yang menyaksikannya hanya mengulum senyum berusaha menahan tawa kami.
Selanjutnya, kami memulai pelajaran pertama dengan cukup tenang dan santai. Namun, aku sesekali tersenyum memperhatikan gantungan kunci lucu yang sudah menghiasi tasku sambil mengintip sekotak coklat putih yang tak sabar lagi ingin segera kumakan pas jam istirahat nanti.
"Hey, ngapain sih daritadi senyum-senyum sendiri sambil ngeliatin coklatnya terus? Istirahatnya masih lama kali!" senggol Juna sehingga membuat senyumku berhenti mendadak.
"Ihhh...apaan sih usil banget deh! Yee..ada yang sirik nih?" sindirku manyun segera mengamankan tasku tadi darinya.
Juna yang menyadari keberadaan coklatku mulai melancarkan aksi jahilnya dengan mencoba mencuri-curi kesempatan buat menyembunyikannya dariku yang jadi sewot sepanjang jam pelajaran berlangsung. Untunglah aku berhasil mempertahankan coklat putih favoritku tadi dengan selamat sampai akhirnya bel tanda istirahat pun berbunyi nyaring.
Aku segera mengajak Amity dan Velositi untuk menikmati kelezatan coklat putih oleh-oleh dari Devon tadi di bangkuku. Sementara itu, Arjuna, cs pergi makan ke kantin sekolah sehingga kami bisa makan di kelas dengan tenang tanpa gangguan mereka. Dalam sekejap saja sekotak coklat putih nikmat tadi sudah ludes kami makan bareng. Benar-benar moodboster yang pas sebelum ulangan Matematika di jam pelajaran selanjutnya nanti.
Tak terasa bel tanda masuk pun berbunyi, tanda kami harus bersiap-siap memutar otak untuk mengerjakan soal matematika yang masih misteri itu. Arjuna, cs. juga terlihat sudah kembali masuk kelas dengan wajah merah seperti tomat. Ternyata tadi mereka baru adu kuat makan baso terpedas di kantin sehingga tampang mereka nampak udah nggak karuan dengan napas memburu akibat kepedesan.
"Ya, ampun! Lagian kalian ada-ada aja sih pake adu nggak jelas kaya gitu segala. Tuh khan rasain jadinya pada kepedesan semua sekarang. Dasar kurang kerjaan! Emang siapa yang ngusulin sih? Terus siapa yang menang?" omelku udah kaya ibu-ibu marahin anaknya aja sambil geleng-geleng kepala tak percaya dengan kelakuan ajaib mereka yang emang suka random.
Semuanya kompak nunjuk ke arah Juna yang setahuku emang lebih kuat pedes dibanding yang lain. Tapi, wajahnya terlihat sangat merah serta banjir keringat sekarang.
"Terus hadiahnya apa?" lanjutku curiga.
Kemudian, Juna menagih coklat hitam oleh-oleh Devon tadi pada yang lainnya.
"Astaga, dasar Arjuna! Malah malakin coklat yang lain dong. Ckck. Parah!" kataku tak percaya sambil mengembalikan coklatnya Elroy dan Devon dari tangannya Juna supaya segera dimakan untuk mengurangi rasa pedas yang katanya masih terasa menusuk di mulut mereka sekarang.
"Hey, tapi itu khan hadiahku!" ucap Juna masih mencoba mempertahankan gelar juara lomba konyolnya tadi.
"Aduh, hadiah apaan ah! Udah ayo cepat dimakan coklatnya nanti keburu mulai loh ulangannya!" seruku sambil menyodorkan coklatnya yang masih utuh di tangannya.
"Hah? Emang ada ulangan apa ya?" tanya Juna mendadak lupa.
"Matematika ih. Ayo buruan! Itu bapaknya kayanya baru datang deh!" kataku mulai bergegas duduk diikuti yang lain walopun mereka masih keliatan kepedesan di bangkunya sekarang.
YOU ARE READING
FRIENDSHIP
RandomDi hari pertamanya sekolah, Regina Ishakasih malah tertidur di bangku yang ternyata adalah tempat sekelompok siswa gaul dan cukup terkenal di sekolah barunya itu. Di tengah keadaannya yang terjebak duduk di tengah Arjuna, Elroy dan Devon yang jahil...