11 | Malam yang Membawa Cahaya Pergi

119 15 0
                                    

Malam itu, Jingga tidak langsung melejit ke kamar selepas menyelimuti mama dan dirasa sudah tenang dalam tidur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam itu, Jingga tidak langsung melejit ke kamar selepas menyelimuti mama dan dirasa sudah tenang dalam tidur. Kondisinya tetap sama, tidak berbicara tetapi tidak menolak perlakuan Jingga maupun Biru yang menuntun pergerakannya. Masih ada hampa yang tergambar di wajah, pula sering tertangkap tengah melamun sembari bergumam tidak jelas.

Terkadang Biru maupun Jingga saling bertanya, apakah kepergian papa sangat berpengaruh dalam hidup mama? Apakah seburuk itu sehingga dapat mengubah diri mama? Mengubah sesuatu yang membentuk identitas menjadi sesuatu baru yang bertolak belakang.

Reaksi mama pada awalnya membuat Biru dan Jingga tercengang. Entah bagaimana bisa terlahir sosok baru yang mereka temukan dalam diri mama. Wanita itu seperti kehilangan akal. Semula memang seperti trauma biasa akibat kehilangan orang yang mama cinta. Namun, hari semakin berganti, juga sikap mama yang bisa dikatakan sebagai awal dari luka di antara mereka semakin terbuka.

Mama mulai berani memukul anak-anaknya yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Anehnya, Biru selalu menjadi korban dalam setiap kali impulsif itu menyerang. Entah karena sosok Biru seorang yang bisa mama tangkap atau sebab lain yang berasal dari diri Biru sendiri.

Tetapi tidak dipungkiri, Jingga sama terlukanya melihat kedua orang yang begitu dia sayang saling mencoba bertahan. Ada benarnya Jingga selalu berada di luar rumah ketika semua itu terjadi, dan bertepatan Biru menjadi satu-satunya yang menyaksikan sikap mama berubah begitu saja.

Jingga mengembus napas lelah. Berhari-hari sudah berlalu, tetapi tidak banyak perubahan baik dari kondisi mama. Wanita itu masih diam, meski sekali-kali mengeluarkan raut bermacam-macam. Dan sudah berhari-hari pula mama tidak menyentuh peralatan kue-nya sebagaimana setiap pagi selalu berkutat oleh barang-barang itu. Toko kue pun sepenuhnya mengandalkan Mbak Jinah selaku orang kepercayaan mama dalam mengurus toko kue-nya untuk sementara waktu.

Permintaan Biru pagi itu sepertinya dituruti mama, terlihat bagaimana wanita itu belum melakukan apa-apa untuk toko kue miliknya. Sebelum benar-benar pulih dan terbebas dari pikiran-pikiran kemarin, Biru ingin mama lebih banyak beristirahat sembari menjalani proses selfcare.

Rumah mereka memang hanya dihuni oleh tiga orang saja, pun mama tidak pernah mempekerjakan asisten rumah tangga selama dia sendiri masih mampu mengurusnya. Lagipula, mau sebesar apa rumah mereka, Biru maupun Jingga sudah remaja yang bisa membantu pekerjaan rumah alih-alih mengotorinya.

Mereka cukup percaya bahwa mama tidak akan berbuat macam-macam selama keduanya belum pulang dari sekolah. Sejauh ini, sejak dua tahun berlalu, terbukti setiap impulsif mama menyerang tidak ada sesuatu mencurigakan selain sikapnya. Kecuali barang-barang di rumah-lebih tepatnya kamar mama-menjadi hancur dan berserakan di mana-mana.

Dari ambang pintu, Jingga menangkap cahaya dari pintu kamar Biru yang sedikit terbuka. Rasa penasaran membawa langkahnya mendekat untuk mengecek kegiatan saudaranya tersebut.

SenyapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang