06 | Pesan Tanpa Suara

117 15 0
                                    

⋆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⋆.ೃ࿔*:・

.
.

Sejujurnya, Jingga tidak terlalu suka dengan makhluk kecil berbulu lebat seperti yang tengah didekap oleh perempuan yang pergi bersamanya. Menurutnya, selucu apapun tingkah mereka tidak membuat Jingga luluh. Mau bagaimana pun dia merayu, tingkah nakal pasti tidak akan tertinggal jauh.

Berbeda dengan perempuan yang asik sendiri dengan kumpulan kucing yang bermanja di sekitarnya, Jingga menyesap kopi dalgona miliknya dengan malas. Perempuan bernama Sandra itu tidak jarang memanggilnya untuk memperkenalkan kucing-kucing tersebut, tetapi selalu Jingga tolak.

"Ga, sini dulu, ah. Lihat, buntalan selucu ini kamu abaikan?" Sandra bertanya dengan dramatis serta tarikan satu alis, meminta validasi bahwa pendapatnya tidak salah.

Jingga mengangkat tangan sebentar. "Nggak minat." Kemudian lanjut menyesap kopinya.

"Ke cafe kucing, tapi fokusnya ke kopi aja. Gimana, sih?" Sandra melepas kucing berbulu putih dari pangkunya, lalu menyeruput milkshake cokelat dengan cepat. Haus juga menghabiskan waktu berjam-jam bersama kucing.

"Kan, kamu yang ngajak?"

"Iya, soalnya baru buka. Mana jarang banget ada cafe yang bisa main bareng kucing-kucing kayak gini. Sayang kalo aku lewatin," jelasnya dengan antusias, menghadirkan gelengan kepala dari Jingga.

"Ini, mah, cafe buat pencinta kucing."

Sandra menoleh. "Emang kamu nggak suka kucing?"

Jingga diam. Tidak suka, tidak benci juga. Pertanyaan Sandra mengalir begitu saja tanpa ada kelanjutan. Entah, Jingga hanya tidak tahu menjawabnya. Namun, "netral." Pada akhirnya ia bersuara.

Sejak tiba di tempat ini, yang Jingga rasa sudah lebih dari satu jam, sama sekali belum menyentuh ponselnya. Jingga juga tidak berniat mengambil beberapa foto dari keestetika bangunan ini dan penghuni makhluk bulu yang menggemaskan. Ia memilih menghabiskan waktu dengan kopi yang sudah tidak lagi panas, yang juga sudah kandas.

"Ga, Biru mau dibawain milkshake, nggak?" Sandra bertanya usai beberapa saat tidak ada pembicaraan. "Biru, kan, suka banget sama cokelat, dibawain milkshake kayaknya bakal seneng. Mana tahu nanti dia jadi lunak sama kamu." Diakhir kalimatnya, Sandra tertawa kecil membayangkan ekspresi Biru saat mereka pulang nanti.

Jingga memutar bola mata dengan malas. "Biru mana ada lunak-lunaknya. Anaknya rewel. Palingan dia cuma ngarepin aku cepet pulang," kata Jingga seraya menatap jam yang tertera di lockscreen ponsel.

Sandra menghela napas. Ia dan Biru pernah berjumpa, dan kesan pertama yang Sandra dapat cukup baik. Biru tipe anak pemalu jika bertemu orang baru. Ada canggung yang berada di antara mereka pada awalnya. Tetapi setelah cukup lama berhubungan dengan Jingga, tampaknya Sandra cukup mengenali watak si kembar.

"Nggak ada salahnya nyenengin Kakak, 'kan?"

Mendengar itu, Jingga mendengus yang menghadirkan gelak dari Sandra.

SenyapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang