13 | Intensi yang Lebih Baik

84 13 0
                                    

Biru melirik sekelilingnya tidak nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Biru melirik sekelilingnya tidak nyaman. Tepat menyentuh bangku di sebelah Kafka dengan hanya membawa sebotol air mineral, Biru juga menuruti keinginan Kafka untuk bergabung bersama teman-teman yang lain, meski Biru sendiri berniat untuk kembali. Tidak enak juga menolaknya karena mereka datang bersama.

"Nggak sekalian makan aja, Bir?"

Suara Wanda membawa Biru menolehkan kepalanya. Si penanya barusan menatapnya sembari menyeruput es teh yang juga menunggu balasan biru keluar. "15 menit, tuh, sebentar. Mending makan dulu. Ngisi tenaga buat PKN nanti," imbuhnya.

"Katanya takut nggak sempat." Kafka yang berada di samping Biru menimpal.

Mendengar balasan yang malah terdengar bukan dari Biru membuat Wanda mengerutkan dahi, haruskah dia mengganti kalimatnya menjadi '15 menit adalah waktu yang cukup untuk makan'? Seolah kalimatnya sendiri adalah kontradiktif, laki-laki itu justru mengunyah makanan lama sekali sampai membuat Askar gemas sendiri.

"Mending lo buruin ngunyah kalo tau 15 menit itu sebentar," ketus Askar diselingi tatapan sinis. "Makan sambil bengong nggak bikin materi se-buku paket PKN nemplok di otak lo."

Ketika suara menyebalkan itu mengusik ketenangan Wanda hingga dia melirik Askar seperti yang laki-laki itu lakukan, mulut yang masih berisi makanan itu menyembur, "Berisik. Urusin ayam geprek pedes nampol lo sana. Gue sukurin merembes, mampus."

"Apanya yang merembes?" Disela menyuap ayam geprek serupa milik Askar dengan level kepedasan yang lebih rendah, Juan menyahut penasaran.

Selesai menelan makanan di dalam mulut, Wanda menyuap sesendok makanan lagi yang membuat Juan berdecih sebab mendapati laki-laki itu mengunyah makanan dengan santai tanpa berniat menjawab pertanyaannya.

"Lo tau gimana sunyinya ruangan pas ujian." Wanda memberi jeda pada kunyahan. Kalimat yang lebih terdengar seperti pernyataan kemudian membuat Juan hanya menimpal seadanya.

"Ya, terus?"

Melihat raut tidak puas dari Juan atas balasannya justru membuat Wanda mengerutkan dahi sembari menggelengkan kepala. "Apalagi Askar, suaranya bukan main."

Mendadak suara batuk terdengar dari si pemilik ayam geprek dengan level pedes mampus. Raden di sampingnya, dengan berbaik hati menyodorkan es teh milik temannya itu daripada melihat Askar mati tersedak ayam geprek. "Nahan cepirit kali," celetuk Raden santai yang menciptakan gebukan meja dari orang di sampingnya.

"Den!"

Melalui impetus yang mencapai indra, ketika mendengar teriakan membuat Raden terdorong untuk ikut berteriak. "Apa, sih?!" Memang dasarnya emosional saja.

"Udah bener lu diem aja, lah, Den, anjing. Nggak usah ngomong cepirit-cepirit, gue lagi makan, nih!" sembur Askar yang duduk bersebelahan. Wajahnya terlihat memerah akibat tersedak sambal ayam geprek.

SenyapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang