Part 5: A Man with Nightmare

130 12 0
                                    

Hari ini aku dan teman-teman di tim editor agak sibuk. kami harus berbenah di ruangan kami yang baru selesai direnovasi. Bukan hanya itu kami juga dikejar laporan target bulanan untuk CEO. Tidak terasa sudah lewat pukul 8 malam. Beberapa temanku sudah undur diri dari tadi sore. Kalau bukan karena formulir inspeksi rekanan ini, mungkin aku sudah santai2 di kamar apartemenku. Ah.. aku ingin cepat2 sampai apartemen.

"Yeosin~ah!!"

Baru saja keluar dari gedung kantorku, aku mendengar suara seseorang memanggil namaku. Aku kebingungan mencari arah suaranya. Suara itu sepertinya tidak asing, hanya saja aku tidak melihat siapa2 disini.

"Park Yeosin!! Disebelah sini,"

Seorang namja berdiri beberapa meter didepan sana, dibalik tiang halte bus, bersembunyi dengan masker dan snapback, sweater tipis oversized. Yaa.. Ini sedikit creepy, malam2 begini, siapa namja itu? Aku tidak bisa melihat wajahnya karena bayangan atap halte menutupinya. Namja itu melambaikan tangan kanannya padaku, melangkah mendekat kearahku beberapa langkah. Dari sini aku bisa melihat postur tubuhnya lebih jelas. Dan juga mata itu..

"Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu?"

"Ne, aku baik2 saja"

Kenapa dia ada disini? Apa yang dia lakukan disini? Bagaimana jika ada yang melihat kami?

Mata itu, mata yang dulu tidak boleh aku pandang jika kami bertemu didepan publik. Dia yang kini didepanku, seseorang yang namanya tidak boleh ku sebut. Hubungan kami terlalu tertutup. Bahkan kepada Nari pun. Nari baru tau hubunganku dengan Namja ini setelah semuanya berakhir.

"Kau baik2 saja?"

Ini pertama kali aku memandang matanya secara langsung ditempat umum seperti ini. Mata itu balik menatapku dengan cemas, tatapan yang sangat jarang aku dapatkan dari nya.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Mungkin masih ada rasa kesal didalam hatiku. Bisa kulihat dia agak terkejut dengan nada suaraku yang dingin.

"Aku menunggumu,"

"Untuk apa?"

"Aku merindukanmu"

"Sudah cukup Lee Jonghyun, kita sudah berakhir"

"Tapi aku benar2 merindukanmu"

Jonghyun memegang erat pergelangan tanganku. Aku berusaha melepaskannya, tapi namja ini benar2 mencengkramku lebih kuat lagi.

"Hentikan, jangan sampai orang2 melihatmu seperti ini!" ini bukan ancaman. Aku hanya berbaik hati untuk mengingatkannya untuk menghindari skandal.aku mengerti betul apa yang seorang idol takuti. Skandal. Yah, skandal.

Bagaimana bisa hubungan antara seorang pria dan wanita yang saling mencintai disebut skandal?! Aku muak dengan pemikiran itu.

"Baiklah, kau masih marah tentang itu?"

Jonghyun melepaskan tanganku.

"Apa yang kau inginkan?"

"Bisakah kita bicara berdua?"

"Bukankah sekarang kita bicara berdua?"

"Maksudku kau dan aku, lebih private"

Ya, aku mengerti, aku dan dia hanya berdua, ditempat yang hanya ada kami berdua.

"Maaf, aku tidak bisa"

Kuputuskan untuk pergi, tidak ada yang perlu kulanjutkan lagi. Tapi Jonghyun menarik tanganku lagi.

"Ikut aku"

Dia menarikku setengah paksa. Ya, setengah diriku menolak untuk mengikutinya. Tapi setengahnya lagi penasaran dengan apa yang ingin dia bicarakan.

**

Lampu2 kota Seoul sangat indah dari sini. semilir angin sungai Han menerobos melalui celah jendela mobil sedan hitam milik Jonghyun. Ini seperti kembali lagi ke masa-masa kami berpacaran dulu. Aku, dia, mobil ini dan tepi sungai Han.

"Yeosin~ah, kau suka pemandangan itu kan?"

"Iya. Kau masih ingat juga ya."

"Beberapa bulan ini, aku tidak bisa melupakanmu"

Jonghyun menggenggam hangat tanganku. Aku berusaha tidak menghiraukannya walau hatiku mulai bergetar.

"Yeosin~ah, mianhaeyo.. Tolong kembalilah padaku"

Ya, hatiku bergetar. Bukan karena cinta, tapi rasa sakit yang dulu kurasakan saat dia mengabaikanku kini muncul lagi menusuk2 otak dan hatiku. Jonghyun menyandarkan dahinya di pundakku, tangannya masih meremas tanganku. Apakah dia baru merasakan sakit yang aku rasakan dulu?

"Yeosin~ah, mian. Mianhaeyo.. Tolong jangan diamkan aku seperti ini.."

Jonghyun melepaskan tanganku, bukan berati aku bebas darinya karena sedetik kemudian dia memelukku, membelai garis rambut di dahi menuju rahangku. Dan sebuah ciuman hangat di bibirku. Aku tersentak, berusaha melepaskan diri darinya. Malah Jonghyun menciumku semakin dalam.

Sekilas wajah seseorang mengisi pelupuk mataku. Wajah dan senyumannya membayangi pikiranku. Wajah itu yang aku inginkan, wajah yang benar2 aku rindukan. Bukan Jonghyun.. Bukan orang ini.

Ini menyakitkan.. Aku tidak bisa menahan lagi perasaanku. Air mataku mengalir, aku menangis sesenggukan, napasku habis untuk orang yang salah. Aku membenci diriku sendiri. Untuk apa aku mau ikut bersamanya?

Jonghyun melepaskan ciuman itu. Tangan hangatnya masih membelai lembut wajahku. Menjijikkan!! Aku merasa sangat kotor saat ini. Dan bodoh karena aku masih tetap diam tidak melawannya.

"Yeosin~ah.. Kenapa kau menangis?"

Jonghyun menghapus air mataku dengan tangannya yang hangat. Nada suaranya terdengar khawatir. Menyebalkan! Kenapa baru sekarang dia menghawatirkan aku??

"Honey, jawab aku, apa ada yang sakit?"

'Honey'? Dia masih ingat panggilan itu?!

"Jangan pernah panggil aku dengan sebutan itu lagi!"

Aku bisa merasakan kata2 sedingin es meluncur dari lidahku. Jonghyun tersentak, dia melepaskan tangannya dari wajahku, duduk tegak dan kaku di kursi kemudi.

"Lee Jonghyun, kau tidak tau bagaimana rasanya menjadi aku kan? Hentikan. Biarkan aku hidup sekali ini. Aku sudah muak menjadi bonekamu. Tolong hentikan semua ini."

Ya. Bahkan sudah lama sekali ini berakhir. Untuk apa dia mengungkit sesuatu yang tidak akan pernah kembali lagi. Cintaku padanya sudah lama mati, menyisakan luka dan kecewa yang tidak dia pahami. Lebih baik kami pura-pura tidak saling mengenal seperti dulu. Lebih baik dia mencampakkan aku seperti dulu.

"Mianhaeyo. Selamat tinggal Jonghyun Ssi"
Hanya itu yang bisa aku ucapkan sebelum keluar dari mobil dan meninggalkan dia sendirian disana.
***

Pelukan dan ciuman Jonghyun masih terasa dikulitku. Rasa benci dan tidak nyaman dari pelukan dan ciumannya malah sudah meresap kedalam tubuhku. Aku merasa kotor dan jijik. Bagaimana bisa dia melakukan ini padaku?

Kulampiaskan kekesalanku pada apapun didekatku. Sepasang sepatu adidas classic ini kulempar begitu saja di teras. Kulempar tasku di ruang tamu. Aku benar2 frustasi pada diriku sendiri. Menangis sejadi2nya dan berteriak seperti orang gila. Aku benar2 membenci diriku sendiri saat ini.

Dan kini aku dikamar mandi. Mengguyur seluruh tubuhku dengan air. Berharap sisa2 pelukan dan ciumannya akan hanyut bersama air itu. Sudah berapa kali aku menggosok kulitku dgn loofah? Rasanya mulai perih. Sudah berapa kali aku menggosok gigiku? Aku bisa melihat darah bercampur busa pasta gigi disudut bibirku.

Apa yang aku lakukan pada diriku? Bercak darah di kulitku semakin jelas terlihat saat aku mengusap tubuhku dengan handuk tadi. Bercak2 darah itu menempel di handuk putihku. Aku merasa hampa. Bahkan setelah semuanya aku merasa semakin hampa.

Rasa bersalah pada seseorang yang aku rindukan semakin mendominasi diriku. Perlahan2 kepalaku terasa berat, dadaku terasa sesak. Aku seperti mendengar suara orang itu dan melihat senyum manisnya dari balik mataku. Semakin lama udara disekitarku semakin menipis, dan bayangan namja itu semakin jelas di pikiranku. Namja yang aku rindukan. Masih bolehkah aku merindukannya? Aku harap dia disini menemaniku.

***

Boy of My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang