1 (Awalnya)

185 11 13
                                    

"Pernahkah kalian semua mengenali seorang murid yang bernama Aditama Dhirendra?"

==================

Aditama Dhirendra adalah seorang murid yang sering mendapatkan perlakuan bullying di Sekolah Tameden, tempatnya bersekolah.

Apa alasannya ia dibully?
Miskin? Yatim piatu? Gangguan jiwa? Ketiga hal itu memang benar.

Tiga faktor itulah yang membuatnya sering mendapatkan hinaan dan cacian dari teman-teman sebayanya.

Kalian pikir ia hanya mendapatkan hujatan saja? Tidak, ia setiap hari akan mendapatkan luka di sekujur tubuhnya.

Menjadi budak suruhan oleh teman sekelasnya dan kakelnya, sering dihukum oleh pihak guru karena sering terlambat datang ke sekolah, iuran sekolahnya sudah menumpuk.

Naas sekali hidupnya, hanya Arkatama Kansais saja yang menemaninya setiap hari dan mengobatinya.

_______________

Bruk!

Bugh! Bugh! Bugh! Bugh!

"Hahahaha! Liat deh wajahnya, kasian banget~ ayo, coba manggil papi mami- ups, lupa aku kalau lo kagak punya papi mami."

"Idih~ udah miskin, kagak punya ortu, sakit mental, hidup pula."

"Kalau gue sih auto bakalan bundir gue mah daripada nanggung rasa malu gitu dalam."

Keempat remaja itu tertawa jahat setelah membuat berbagai lelucon tentang pemuda yang dihajarnya.

"Mending kau mati aja deh."

"Bener, daripada nyusahin hidup orang yakan."

"Masih untung diberi nafas tuh anak."

"Anak badut sepertinya memang lemah banget deh, dikit-dikit nanges."

Keempat remaja itu tertawa jahat sekali lagi dan pergi meninggalkan korbannya.

Aditama Dhirendra adalah korban bullying yang tidak pernah mendapatkan keadilan dalam hidupnya.

Ia melihat sekeliling, peralatan dan atribut sekolahnya menjadi korban juga, tas dan bukunya yang robek, sepatunya hilang satu, topinya hilang entah kemana, kancingnya diambil, pensilnya patah, uang jajannya diambil paksa pula.

Belum lagi, sepedanya dicuri oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
Nasib memang berat.

Ia mengambil barang-barang yang sekiranya masih bisa dipakai dan membawanya ke rusun.

Waktu sudah menjelang sore dan banyak pekerja kantoran bergegas pulang ke rumahnya masing-masing.

Banyak tatapan orang yang mengasihaninya, tapi ia langsung berjalan cepat demi menghindari tatapan yang menakutkan baginya.

Ia cukup gugup ketika berhadapan dengan orang asing, belum lagi ada rasa takut yang menyelimutinya dan rasa gelisah yang entah darimana, mungkin saja itu dari pikiran negatifnya karena sering mendapatkan berbagai perlakuan buruk disekitarnya.

Terkadang juga, ketika ada orang asing melihatnya, entah kenapa ia menganggap tatapan itu sebagai tatapan sinis dan jijik.

. . .

Hingga sampailah ia di rusun yang kumuh, walaupun fasilitasnya kurang memadai, tapi ia masih bisa bersyukur karena masih ada tempat untuk pulang.

Ia menaiki tangga dan bertemu dengan ibu kos yang sudah menunggu tepat di depan pintu kamarnya.

"Dimana uang kosnya?" Tanya ibu kos sambil berkacak pinggang.

"E- ehh, uangnya..... Tidak ada, b- bisakah i- ibu Elira untuk bersabar?" Jawab Adit dengan nada terbata-bata.

Arka N Adit [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang