12 (Dia)

59 6 1
                                    

Keesokan paginya.
Adit terbangun dari tidurnya dan menyadari jika tangannya masih diikat tergantung.

Adit perlahan-lahan mengingat apa yang terjadi kemarin.

Genggasta membully nya dan meninggalkannya disini, sendirian.

Ia berusaha melepaskan tali dan tidak berhasil.

Mencobanya lagi, tidak berhasil.

Ia mencoba menggigit tali itu seperti tikus, tidak berhasil lagi.

Ia pun berpikir positif jika pasti ada seseorang yang akan menemukannya- tidak.

Pasti tidak ada yang akan menemukannya, lagipula kehadirannya di sekolah sekedar mainan yang mudah ditinggalkan.

Jika dilihat-lihat, gudang ini tidak memiliki jendela dan bisa dirasakan betapa sesaknya di dalam sana.

Ventilasi udara tidak ada dan pencahayaan pun tidak ada sama sekali, bahkan sinar matahari pun tidak bisa masuk.

Rasa sesak mulai menggerogoti paru-parunya, rasa gelisah mulai menyelimuti dirinya.

Ia tidak suka dengan tempat yang gelap, itu mengingatkannya dengan gudang yang baru.

Matanya berliar kesana kemari sambil mencari setitik cahaya.

Pikirannya berkecamuk dan perlahan terdengar suara bisik-bisik yang mengejeknya.

Ia tidak suka ini, sangat benci.

Ia tidak bisa berteriak meminta tolong karena mulutnya disekap dan tidak bisa bergerak karena tangannya diikat.

Grrungg~

Lapar dan haus.

Air mata mulai menetes dan membasahi wajahnya.

Menangis dalam kesendirian dan kesepian itu adalah situasi yang begitu penuh akan kehampaan.

Bergantung dalam imajinasi dan membuang realita yang sebenarnya sangatlah menyakitkan.

Karena terus terjebak dalam khayalan, akan memunculkan pikiran negatif yang berbahaya.

Perlahan berbagai tatapan mata mulai bermunculan yang membuatnya takut.

Tatapan itu seperti menghakimi dengan penuh hina.

Jika ia terus terjebak disini hingga esok hari, sudah dipastikan ia akan trauma dengan sosial.

Dalam hatinya terus menjerit untuk memohon ampun agar berhenti mengganggunya.

Hanya satu yang diinginkannya, kedamaian.

Hanya satu dan begitu sulit untuk diwujudkan.

Mimpi indah dan kenangan yang bahagia diinginkannya begitu sulit direalisasikan.

Mimpi buruk yang sering membayang-bayanginya setiap malam kini bermunculan dan terus mencemooh dirinya.

Tidak sanggup akan penderitaannya, ia memutuskan untuk menggigit keras lidahnya agar mengeluarkan lebih banyak darah hingga titik kehabisan darah.

Biarkan ia meninggalkan dunia ini untuk selamanya, tidak ada dampak buruk yang dihasilkan juga dari kematiannya.

Seandainya ia diberikan permintaan terakhir, maka ia dengan segenap hati yang terdalam berkata, "Aku hanya ingin hidup dengan tenang."

Tiba-tiba saja ada seseorang memeluknya dari belakang yang membuatnya kaget setengah mati.

"Engkau ingin mati? Lusa.... Engkau akan mati dan tenang di alam sana."

Arka N Adit [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang