27

83 8 0
                                    

Entah ini hanya perasaan Margaret saja atau bukan, tetapi yang jelas wanita tersebut merasa suaminya lebih banyak diam akhir - akhir ini. Suasana hati Kenneth sangat berpengaruh pada suasana di Witchave. Kini Witchave terasa kosong dan hampa.

"Yang Mulia, apakah kau ingin aku memijat kakinya?" Tawarnya pelan saat ia melihat Kenneth bersadar pada sofa sembari meluruskan kakinya.

"Tak usah. Tidurlah sekarang."

"Aku tidak akan tidur tanpamu. Tak apa bila kau masih ingin disini..."

"Ku bilang tidurlah." Potongnya pelan, tetapi terdengar tegas. Margaret yang mulanya akan menghampiri Kenneth kini berubah menjadi tak terbaca.

"Baiklah, aku akan kembali ke kamar sekarang." Ujarnya singkat lalu beranjak menuju kamar.

***

Kondisi Mary belum stabil, orang - orang tahu itu. Mungkin hal tersebut adalah satu - satunya hal yang menahan Kenneth untuk tidak meluapkan emosinya. Lelaki itu tahu bahwa Margaret sudah menyadari perubahan sikapnya. Sebenarnya Kenneth ingin bersikap biasa saja, tetapi perilakunya berjalan selaras dengan perasaannya.

"Ya Tuhan." Margaret menggerutu pelan saat ia mendengar Mary memanggilnya dengan tangis yang tertahan.

"Tidur saja, ibu baru memberikan ramuan itu kepadamu." Ujarnya dari ambang pintu. Mary menjawab ucapan ibunya tetapi Kenneth tak dapat mendengarnya. Lelaki itu segera meletakkan cangkirnya, menunggu Margaret untuk kembali. Benar saja, ketika Margaret kembali, Kenneth segera membuka suaranya dengan cepat.

"Lebih baik kau meletakkan urusanmu terlebih dulu. Kau tidak bisa fokus merawat Mary apabila konsentrasimu terpecah seperti ini." Lelaki itu menunjuk ke arah berkas dan amplop yang menumpuk di atas meja.

"Yang Mulia, aku juga perlu mengurus ini semua. Aku sudah sepanjang hari menjaga Mary."

"Tidak dengan responmu barusan. Kau sepertinya kesal saat Mary merengek kepadamu."

"Tentu saja aku kesal. Ia tahu ia tidak bisa meminum ramuan penghilang rasa nyeri terus menerus, tetapi ia selalu menangis dan tak mau menahannya. Lalu aku harus bagaimana? Dia sudah besar. Dia tahu apa yang seharusnya dia lakukan." Tukasnya.

"Margaret, dia bukan sakit biasa. Bagaimana bisa kau berkata demikian saat kondisi Mary seperti itu?"

"Bagaimana bila kau sendiri yang meninggalkan Istana lalu menjaga Mary sepanjang hari?" Margaret mengatakannya dengan ringan. Wanita itu berhasil memantik kemarahan Kenneth sepenuhnya.

"Aku sudah pernah ada di posisi seperti itu! Aku sudah pernah menjadi orang tua tunggal untuk anak - anakku!" Bentaknya keras. Margaret terkejut mendengar kemarahan Kenneth yang tak disangka - sangka sehingga ia hanya bisa terdiam mematung.

"Aku tidak meminta banyak darimu, Margaret. Aku hanya memintamu untuk menjaga Mary!" Kenneth berapi - api disana.

"Aku sudah menjaga Mary, Yang Mulia. Aku hanya sekedar mengeluh tadi. Munafik bila kau tidak pernah mengeluh dalam mengurus Mary. Apa kau pernah melihat ia muntah dua jam sekali? Apa kau tahu betapa letihnya aku?" Margaret membela dirinya dengan cepat. Air matanya sudah berada di ujung, tetapi ia menahannya dengan kuat.

"Mengurus orang sakit memang bukan hal yang menyenangkan. Namun bila aku ingat apa alasan Mary bisa sampai seperti itu, maka aku akan menghapus keluhanku dengan cepat. Bukankah kau alasan utamanya? Seandainya kau tidak pergi, maka ia tidak akan memusuhi semua orang dan berpikiran untuk tinggal di asrama gereja."

"Kau mengungkitnya? Serius? Apa sekarang kau sedang berusaha menyalahkanku?"

"Ya, karena ku lihat kau tidak merasa bersalah atas apa yang dialami oleh Mary." Tandasnya tajam. Saat itu juga air mata Margaret jatuh seketika.

THE DAYS : Season 2 - Home Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang