1

116 12 0
                                    

Mary terbangun dengan tatapan kosong. Belum ada yang menyadari hal tersebut sebelum salah satu tabin datang untuk mengecek kondisinya. Hal tersebut membuat seisi paviliun menjadi heboh karena sudah empat hari Mary tidak sadarkan diri.

"Yang Mulia, apa kau bisa mendengarku? Bagaimana kondisimu sekarang? Apa yang kau rasakan?" Tanya tabib tersebut dengan cepat. Tak ada respon sama sekali dari Mary. Ia justru fokus mendengarkan suara orang - orang yang saling sahut menyahut.

"Kau harus memanggil Tabib Beth sekarang juga!"

"Apakah kita harus memberitahu Yang Mulia Raja? Siapa yang akan turun ke Istana?"

"Kau saja! Aku tidak mau berurusan dengan Yang Mulia Raja."

Suara para pelayan terdengar sangat jelas di telinga Mary. Hal tersebut membuat Mary tersadar mengenai apa yang baru saja terjadi. Namun ia masih enggan mengeluarkan suara. Bahkan untuk melirik ke sekeliling pun, ia tak mau.

"Yang Mulia, apa kau bisa mendengarku?" Saat tabib tersebut kembali bertanya, Mary memilih menutup matanya lagi. Tabib itu mengira Mary mengalami sesuatu yang serius sehingga ia cepat - cepat memeriksa denyut nadi Mary. Namun belum sampai ia memeriksanya, Mary sudah lebih dulu menarik tangannya dengan cepat, membuat tabib tersebut sadar bahwa Mary sebenarnya memang sudah sadar, hanya gadis tersebut tidak mau diganggu.

***

Kenneth kembali dengan cepat begitu ia diberitahu bahwa Mary sudah sadar. Ketika ia datang, para tabib sudah mengelilinya. Ada Tabib Beth disana yang sedang memeriksa kondisi Mary. Mary terbatuk - batuk dengan nafas yang berbunyi, membuat Kenneth khawatir dengan kondisi putrinya tersebut.

"Tolong jangan mengelilingiku!" Protes gadis tersebut. Untuk beberapa bulan terakhir, Kenneth kembali mendengar suara putrinya tersebut.

"Mary, ini ayah." Kenneth duduk di tepi ranjang Mary saat semua tabib telah mundur. Batuk gadis tersebut telah reda, tetapi Kenneth tahu bahwa ia masih merasakan sakit. Hanya saja, Mary memilih untuk memutar badannya ke samping, menunjukkan secara jelas bahwa ia tak ingin bertemu dengan Kenneth.

"Lebih baik aku mati dari pada harus kembali kemari." Umpatnya dengan jelas. Para tabib saling berpandangan disana. Seisi Istana tahu bahwa Mary memang memusuhi keluarganya, terutama ayahnya sendiri. Ucapan Mary pasti terdengar sangat pedas di telinga Kenneth.

"Jangan bicara seperti itu, Mary. Ayah senang kau selamat dari racun mematikan itu."

"Pergilah, aku ingin sendirian sekarang."

Baru saja Mary mengusir Kenneth, ia sudah merasakan sesuatu akan keluar dari mulutnya. Spontan gadis itu bangun dari ranjangnya. Belum sampai ia turun, ia mengeluarkan isi perutnya begitu saja. Mary hampir jatuh sehingga Kenneth memeganginya. Saat itu juga ia harus menerima muntahan Mary yang cukup banyak sehingga kini bajunya penuh dengan muntahan. Para tabib berusaha membantu tetapi kebetulan tak ada baskom di sekitar mereka sehingga mereka perlu meminta pelayan untuk membawanya ke kamar Mary. Mary sangat malu dengan kejadian barusan.

"Aku meminta maaf, ayah. Aku..."

"Tak apa, ayah tahu kau sedang sakit." Kenneth berusaha menenangkan Mary yang sedang menangis. Belum - belum, gadis tersebut kembali mengeluarkan isi perutnya. Kali ini Kenneth melihat ada bercak darah dalam muntahan Mary. Hal tersebut membuatnya bersedih.

"Tolong ganti gaun tidur Putri Mary." Kenneth memerintahkan para pelayan untuk segera mengurus putrinya karena gaun tidurnya juga terkena cipratan muntahannya sendiri.

***

Pasca meletusnya perang untuk memperebutkan wilayah Wales, Kenneth menjadi super sibuk. Tak ada siapapun di Istana Dakota sehingga semuanya terasa kosong. Sejak tadi Nyonya Anika menemani Mary di kamarnya. Gadis itu telah sadar, tetapi ia menghindari semua orang. Ia menolak makan dan meminum ramuan yang telah disediakan oleh Tabib Beth, padahal ini sudah sore. Nyonya Anika menjadi was - was bila Kenneth marah karena Mary tidak makan sesuai jadwal yang telah ditentukan.

THE DAYS : Season 2 - Home Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang