20

79 13 0
                                    

Xavier melamun sendiri di depan perapian sehingga Raven menyenggolnya dengan cepat. Lelaki itu membawa sepiring makanan untuk Xavier karena sejak tadi Xavier tak beranjak dari tempatnya. Raven menggeleng. Ia tahu bahwa Xavier sedang memikirkan sesuatu.

"Apa lagi sekarang? Bukankah kau seharusnya senang karena tadi pagi kau bertemu dengan Ratu Margaret?" Sindirnya terang - terangan.

"Ya, aku senang. Namun aku juga khawatir. Aku memberitahunya mengenai perasaanku yang sebenarnya."

"Pangeran Xavier, kau keterlaluan. Kita harus segera kembali begitu akta perjajiannya telah jadi." Raven menegas seketika. Ia tak menyangka bahwa Xavier akan senekat itu. Namun bagai orang yang dimabuk cinta, Xavier tak menggubris apapun yang dikatakan Raven sejak tadi.

"Aku memberitahu Permaisuri bahwa aku mengaguminya. Bila ia menerima perasaanku, ia bisa menemuiku lagi seperti tak ada yang terjadi. Namun bila ia menolakku, maka ia tak perlu menemuiku lagi. Sesederhana itu, tetapi cukup membuat aku cemas. Aku khawatir ia akan membenciku setelah ini."

"Ya Tuhan, cukup! Kau sedang mendorong dirimu sendiri ke dalam neraka, Xavier! Aku tahu kau baru saja keluar dari persembunyianmu dan kembali menduduki posisimu sebagai Putra Mahkota. Namun apakah kau tahu siapa lawanmu sekarang? Apakah kau benar - benar mengenal siapa itu Kenneth Days?"

"Memangnya dia siapa?"

"Kau akan menyesal karena tak mendengarkan ucapanku begitu kau tahu siapa dia!" Raven meninggalkannya dengan emosi yang meletup - letup. Namun sebelum ia benar - benar masuk ke kamarnya, Xavier membuka mulutnya lagi. Lelaki itu nampak terlalu banyak berpikir akhir - akhir ini.

"Aku tidak pernah jatuh cinta, Raven. Aku ini memang buta. Aku tahu aku bodoh." Ujarnya mendalam tanpa menoleh sedikitpun. Raven terdiam di depan pintu kamarnya, merenungi baik - baik apa yang baru saja dikatakan oleh Xavier.

"Di umurku yang ke-35 ini, aku malu aku belum bisa menjadi apa yang diharapkan oleh semua orang. Aku mengakui bahwa aku tidak ada apa - apanya dibanding Archer yang usianya bahkan masih 20 tahun. Aku ini pengecut. Bila aku tidak pengecut, aku tidak mungkin bersembunyi dan baru memperlihatkan diri tiga tahun yang lalu bukan?" Xavier tersenyum lebar sembari menggeleng. Tiba - tiba saja Raven merasa iba kepada Xavier. Ia sangat mengenalnya. Xavier memang berada dalam kesulitan seumur hidupnya.

"Pangeran Xavier, kau bisa memberitahuku mengenai bagaimana tipe wanita idamanmu. Aku akan membantumu mencari bahkan hingga ke ujung dunia pun." Suaranya memelan. Xavier justru menertawakan ucapan Raven barusan.

"Aku mendapat perasaan yang berbeda saat bersama Margaret. Aku merasa tenang, aku merasa aman dari apapun. Ku akui dia memang cantik, tetapi kecantikannya bukanlah hal utama yang memikatku. Aku jatuh cinta padanya saat aku melihat bagaimana lembutnya ia saat bicara kepada Archer. Aku juga melihat Margaret sebagai ibu rumah tangga yang kompeten. Anggap saja bila Mary memang benar masih hidup, maka artinya Margaret telah membagi waktunya dengan baik. Margaret itu penuh dengan perhatian. Aku sangat menyukainya."

Raven hanya bisa mengembuskan nafasnya dengan sedih. Bagaimanapun kerasnya ia mengingatkan Xavier akan bahaya yang akan ia hadapi nanti, tetapi semuanya terasa sia - sia. Xavier adalah orang yang sedang jatuh cinta.

***

Kenneth dan Margaret terjaga semalaman penuh. Kondisi Mary baru stabil di pagi buta. Saat Archer datang, ia menemukan orang tuanya sedang berbincang di ruang kunjungan. Beberapa tabib sedang mondar - mandir di dalam kamar Mary, sepertinya gadis tersebut sedang dalam pemantauan ketat.

"Aku barusan diberitahu bahwa Mary kambuh. Bagaimana keadaannya sekarang?" Tanyanya khawatir.

"Tadi ia sempat mengalami henti nafas. Barusan Tabib Beth berkata bahwa kondisinya sudah stabil, tetapi ia masih berada dalam pemantauan." Ujar Margaret pelan. Archer merasa lemas seketika.

THE DAYS : Season 2 - Home Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang