Dan benar saja, Rodric mengajak Lillian makan malam di salah satu restoran ternama di kota ini. Pria itu sudah benar-benar bersiap menghadapi makanan-makanan manusia yang tentunya pasti akan membuatnya mual. Ya, dia sama sekali tak bisa memakan makanan manusia. Namun, dia bisa saja melakukannya jika terpaksa. Nantinya dia akan memuntahkan semua isi perutnya di kamar mandi, karena semua makanan yang dia telan tidak akan bisa dicerna oleh tubuhnya, dan hanya akan membusuk di dalam perut jika tak segera dimuntahkan. Ya, hanya itu saja akibat yang akan Rodric tanggung. Tak akan sampai membuatnya mati hanya karena dia memakan makanan manusia.
Jika bukan karena Lillian, dia tak akan pernah mau melakukan hal-hal tak penting seperti itu. Hanya membuang-buang waktu saja. Tapi, Rodric sejak awal memang sudah membuang-buang waktu semenjak dia mengenal gadis itu. Tak segera menghabisi Lillian, sama saja membuang waktu dan juga kesempatan.
Entah sampai kapan pria itu akan terus menundanya.
"Rodric, aku pusing..." Lillian sedikit terhuyung ketika mereka pulang memasuki apartemen. Padahal seingat Rodric, Lillian hanya meminum segelas wine, tidak lebih. Mungkin gadis itu belum terbiasa dengan minuman seperti itu. Padahal dulunya Lillian pernah kerja di bar, namun gadis itu tak pernah meminum minuman apapun di tempat kerjanya.
Rodric akhirnya menggendong tubuh gadis itu dan membawanya masuk kedalam kamar apartemen. Wajah gadis itu memerah, dia seperti berada diantara sadar dan tidak.
"Rodric..." Dengan mata sayu, Lillian menyentuh wajah Rodric dengan telapak tangannya yang mulai lunglai. "Astaga... bahkan ketika mataku berkabut... kau tetap terlihat tampan... kau tampan sekali Rodric..." Racaunya.
Pria itu yakin, Lillian akan sangat malu jika tahu dirinya mengucapkan hal seperti itu pada Rodric. Yang Rodric lakukan adalah, mengabaikan racauan Lillian dan segera membaringkan tubuh gadis itu di ranjangnya.
"Segeralah tidur. Malam sudah larut, Lillian..." Rodric membetulkan rok selutut Lillian yang sedikit tersingkap. Kemudian dengan perlahan dia melepas sepatu yang dipakai Lillian dan meletakkannya di rak. Setelah itu diselimutinya gadis itu hingga leher. Dia khawatir dengan posisi tidur Lillian yang sering berubah-ubah sembarangan. Biasanya gadis itu tidur dengan kaos dan celana pendek. Namun kali ini Lillian masih memakai rok yang dipakainya untuk dinner.
Rodric menjadi ragu untuk pergi malam ini. Dia khawatir dengan keadaan Lillian yang masih seperti ini, tak mungkin ditinggal. Akhirnya dia memutuskan untuk menginap menunggui Lillian.
Rodric duduk bersandar di tembok, di tepi ranjang Lillian. Dia terus saja menatap Lillian yang sudah terlelap, dengan wajahnya yang damai. Hingga beberapa jam lamanya, Rodric masih berada di posisi yang sama. Beberapa kali dia membetulkan selimut Lillian supaya bagian tubuhnya tak terekspos.
Pria itu menertawai dirinya sendiri yang bahkan tak melakukan apapun pada gadis yang kini berada sangat dekat dengannya. Sebagai iblis, dia benar-benar tahu apa yang seharusnya dilakukannya pada gadis itu.
Namun nyatanya, gadis itu masih sehat-sehat saja dan dalam kondisi utuh. Iblis yang bersemayam dalam dirinya kembali tertawa. Raganya mulai tergolak, seolah menjerit meminta untuk dipuaskan.
Rodric menggeleng keras.
Tidak.
Ini masih belum saatnya.
Dia harus segera keluar mencari 'makan' demi keselamatan gadis ini. Dia khawatir akan lepas kendali, karena memang seharusnya dia mendapat jatah malam hari ini.
Perlahan Rodric menurunkan kakinya dari ranjang Lillian, hendak beranjak.
Tapi, langkahnya terhenti ketika ada tangan mungil yang menarik lemah lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CREATURE
Mister / Thriller"Rodric...???" Namun tiba-tiba sorot itu berubah, menjadi liar dengan mata menyala. Seluruh otot-otot tubuhnya menegang, seperti merasakan sesuatu yang merasuk dalam tubuhnya. Dia merasakan kehausan, kelaparan, dan jiwanya harus segera diisi. Mereka...