TOK. TOK.
"Masuklah, Rodric. Aku sudah selesai berganti pakaian" Ucap Lillian, seraya memoleskan lipstick di bibirnya. Dia sama sekali tak melihat kearah Rodric karena sedang sibuk sendiri dengan cermin di hadapannya. Malam ini mereka akan menghadiri acara pesta ulang tahun salah satu primadona tercantik dan terkaya di kampus, bernama Stella.
Lillian kali ini mencoba berdandan secantik mungkin, dia sudah membeli beberapa peralatan make up untuk menunjang penampilannya. Tak lupa dia memakai gaun cantik berwarna merah, dengan bahu terbuka. Setelah dandanannya dirasa cukup, Lillian pun menyambar tas kecilnya dan berbalik, dia menatap Rodric yang sudah berdiri menyandar di dekat pintu kamar.
"Rodric, aku-" Gadis itu langsung terdiam ketika menatap Rodric yang kini juga tengah menatapnya lekat.
Baru kali ini Lillian melihat Rodric dengan penampilan yang formal dan setampan ini. Rambutnya yang biasanya disisir seadanya, kini terlihat lebih rapi dan menawan. Dengan tuxedo berwarna hitam, dan juga pria itu sudah mencukur jambangnya, kini rambut di wajahnya itu sudah terlihat lebih tipis. Bahkan aroma maskulin di tubuh Rodric menguar, Lillian baru merasakannya. Padahal sudah sejak tadi Rodric berada di situ menunggu Lillian berdandan.
Gadis itu meneguk ludahnya. Astaga, apa-apaan ini?! Darahnya mendadak berdesir ketika menatap manik tajam pria itu, menyorot indah kearahnya.
Wajah Lillian bersemu merah.
Lillian tidak menyangka bahwa Rodric bisa berpenampilan setampan ini. Memangnya selama ini, Rodric tak terlihat tampankah di matanya?
Gadis itu terlihat linglung kali ini.
"Lillian?" Pria itu terlihat sedikit khawatir.
Dan bahkan, suara Rodric terdengar lebih merdu di telinganya. Dirinya mendadak jatuh cinta kah? Bukankah Rodric memang pacarnya? Lalu mengapa Lillian baru menyadari bahwa pacarnya setampan ini? Memangnya apa saja yang selama ini dipikirkan Lillian hingga dia baru sadar akan hal ini?
Lillian mendadak merasa dungu.
Pria yang sedari tadi menatapnya, tentu merasakan hal itu. Dia bisa menangkap semua peristiwa yang tengah terjadi. Desiran darah gadis itu, dan juga rona merah yang ada di pipinya. Benar-benar manis. Aroma Lillian terasa semakin nyata dan memabukkan.
Gadis itu benar-benar menggiurkan. Apakah ini saat yang tepat untuk menyantapnya? Sebenarnya Rodric sudah tak tahan lagi, namun dia mencoba untuk bersabar. Dia masih ingin menikmati aroma ini lebih lama.
"Hei, Lillian" Pria itu berjalan mendekat, dan kemudian menyentuh dagu gadis itu dengan jemarinya. "Tak perlu sampai shock seperti itu. Aku tahu, aku memang tampan. Jangan terlalu lama mengagumi ketampananku, karena kita akan terlambat datang ke pesta..."
Gadis itu pun tersadar. "Eh. Oh... i-iya... ayo kita berangkat" Dia berjalan mendahului Rodric dengan langkah tergesa.
"Sepatumu, sayang?" Rodric membungkuk mengambil sepatu hak tinggi milik gadis itu.
"Ah, aku lupa" Lillian menepuk keningnya sendiri. Dia pun menghampiri Rodric dan memakai sepatu itu, namun kegiatannya terhenti ketika tangan Rodric memegang kakinya.
Dengan posisi sedikit berjongkok, pria itu memakaikan sepatu hak tinggi itu di kaki Lillian. Dengan perlahan, dan dengan hati-hati. Hingga kedua sepatu itu terpasang begitu manis di kaki Lillian.
"Terimakasih Rodric." Ucapnya sambil tersenyum dengan wajah merona. Oh, pasti gadis ini sudah mulai tegila-gila.
"Ayo, kita berangkat..." Rodric tersenyum dan mengulurkan tangannya, dan langsung disambut oleh Lillian.
Tangan rapuh itu kini berada digenggaman Rodric. Bisa dibayangkan saja, hanya dalam sekejap tangan gadis itu bisa patah dan remuk jika Rodric menginginkannya.
Pria itu membukakan pintu mobil sportnya, dan menuntun Lillian masuk.
Biasanya adegan ini tampak biasa saja, namun entah mengapa kali ini terasa lain dari biasanya. Lillian terlihat tersenyum malu dengan rona merah di wajahnya. Sangat menggemaskan.
Rodric tahu itu, dan dia sangat menyukainya. Wajah Lillian terlihat manis dan lucu, juga aromanya semakin memikat. Rodric masih harus bersabar. Jangan sampai dia kelepasan hingga berakhir dengan menyantap gadis ini di mobilnya. Dia masih ingin berlama-lama dengan Lillian.
Rodric melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Untunglah dia sedang tidak 'lapar'. Karena kemarin dia sudah menyantap banyak 'makanan' yang cukup berkualitas, yang mungkin bisa membuatnya bertahan hingga beberapa hari.
Setiba di tempat pesta yang sudah ramai itu, berbagai macam aroma menguar begitu kuat di indera penciumannya. Iblis yang bersembunyi ini sempat bergejolak sesaat, namun dia bisa menenangkannya. Banyak wanita dengan pakaian mini, membuat aroma-aroma itu semakin kuat. Apalagi di malam hari, saat-saat tepat yang biasanya dilakukan pria itu untuk memberi makan sang iblis.
Rodric membuang nafas, dan menoleh menatap gadis di sebelahnya. Mereka masih duduk di dalam mobil. Gadis inilah yang bisa menyelamatkannya.
"Bolehkah aku menciummu, Lillian?" Ucapnya. Nafasnya mulai naik turun.
"A-Apa?"
Tanpa menunggu persetujuan, Rodric langsung menyambar lekukan indah berpoleskan warna merah bata itu dan kemudian melumatnya pelan. Kemudian pria itu menyesap leher gadis itu selama beberapa saat.
Biasanya Lillian tak pernah mempermasalahkan perbuatan yang dilakukan Rodric padanya, namun kali ini dia merasakan hal lain, debaran jantungnya kini kian terasa. Padahal sejak awal Rodric sering melakukan hal seperti itu padanya. Namun mengapa kali ini perbuatan Rodric bisa membuat sekujur tubuhnya merinding dan menegang.
"Rodric..."
"Ya?" Rodric menghentikan ciummannya di leher gadis itu. Dia menatap wajah Lillian yang sudah merah padam.
Pria itu hanya menarik sudut bibirnya, dan kemudian kembali duduk dengan tegak. Sepertinya ini sudah cukup untuk menghalau aroma-aroma di luar sana. Karena aroma gadisnya ini jauh lebih manis dan memabukkan.
"Ayo, kita harus segera turun dari mobil" Ajaknya.
.
.
.
Next Chapter 9
![](https://img.wattpad.com/cover/281155427-288-k376987.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CREATURE
Mystery / Thriller"Rodric...???" Namun tiba-tiba sorot itu berubah, menjadi liar dengan mata menyala. Seluruh otot-otot tubuhnya menegang, seperti merasakan sesuatu yang merasuk dalam tubuhnya. Dia merasakan kehausan, kelaparan, dan jiwanya harus segera diisi. Mereka...