Bab-21

6.7K 569 31
                                    

Happy reading💗

Kita skip aja tentang masalah kemarin, karena pagi ini kepala sekolah Zenatta mengumumkan untuk acara hari ini semua murid kelas 11 dan 12 wajib mengikuti senam bersama untuk pemanasan agar badan tidak pegal-pegal dalam acara kegiatan camping ini.

Sudah dapat dilihat para murid yang sudah berjejer rapi di depan tenda mereka masing-masing untuk mengikuti senam pagi ini.

Begitupun Nindy yang saat ini sudah siap, gadis itu memakai celana training hitam panjang dengan dipadukan baju oversize berwarna putih, yang jelas membuat tubuh Nindy tenggelam dengan setelah pakaiannya, dan itu terlihat begitu menggemaskan.

Memang Nindy lebih suka memakai baju yang longgar atau oversize, karena itu membuat dirinya nyaman. Daripada harus memakai baju yang ngepas di badan.

Di kehidupannya dahulu Nindy merasa cocok saat memakai baju oversize karena badan Nindy cukup tinggi, tapi ternyata saat di raga protagonist ini dirinya merasa begitu sangat kecil saat memakai oversize, tapi itu tak masalah karena Nindy tetap suka dengan baju oversize.

Mata Nindy mengerjap ketika melihat semua murid disini tidak serius dalam senamnya, mereka malah berjoget joget tak jelas.

"Ini niat nggak sih?" tanya Nindy pada Cleo yang ada di sampingnya.

Cleo menoleh ke Nindy, "Biarlah, lagian aneh banget kepala sekolah suruh senam tapi pake musik senam ibu-ibu yang biasa didepan komplek" sahut Cleo kemudian ia kembali fokus pada bedak yang ada di tangannya.

Nindy menghela nafas pelan, kalau gini seharusnya dia tiduran aja di tenda, nggak perlu ikutan kegiatan yang nggak jelas seperti ini.

Di sisi kelas 12 tepatnya depan tenda Niko dan teman-temannya.

"Kek gini senamnya," tutur Willy pada teman-temannya dengan memperagakan goyang bang jali kesukaan dirinya.

"Goblok, musiknya nggak pas buat goyang itu," sahut Vano sembari tertawa melihat goyangan temannya itu. "Kayak gini yang benar!" Vano langsung bergoyang ngebor dengan pantatnya yang digoyangkan dengan cepat.

"Anjing!" tawa Willy pecah, ia yang tak mau kalah tetap goyang bang jali dengan kecepatan penuh.

Sedangkan yang lainnya hanya menatap miris pada kedua temannya yang menurutnya kurang waras.

"Bang!" panggilan sedikit keras itu dengar semuanya walaupun musik masih kencang.

Dewa yang mendengar suara familiar itupun langsung menatap pada objek yang memanggil dirinya. Dapat di lihat adik kecilnya yang saat ini terlihat menggemaskan.

"Ada apa hm?" tanya Dewa menghampiri Nindy.

"Nggak ada apa-apa Nindy bosen aja, di sana Cleo asik sama make up-nya sendiri" ujar Nindy sembari menunjuk ke arah Cleo yang sibuk berdandan.

"ANAK TK NYASAR KESINI WOY" teriak heboh Mohan dari arah samping, ia pun tanpa kata langsung menghampiri Nindy. Begitupun Ifdhal yang melihat itu tersenyum tipis tak ayal dirinya juga menghampiri gadis itu.

"Mana anak TK nya?" tanya Nindy yang belum ngeh bahwa yang dimaksud adalah dirinya.

"Jangan gemes-gemes bisa?" Dewa mendekap erat tubuh mungil adiknya itu. "Ihhh lepas, pengap bang!!" kesal Nindy memberontak pada pelukan kakaknya itu.

Dewa terkekeh tak ayal ia langsung melepaskan pelukan itu.

"Mana anak TK nya kak Mohan?" tanya Nindy pada Mohan yang sudah ada di sebelahnya.

"Yang tanya," jawab Mohan sembari tertawa melihat ekspresi Nindy memberengut kesal.

"Jangan gangguin!" kata Dewa menatap tajam Mohan, sedangkan Mohan hanya memutar bola matanya malas, ia sudah mengetahui bahwa Nindy adalah adik Dewa.

"Iya-iya santai aja bro," balas Mohan tapi tangannya langsung mengacak rambut Nindy gemas.

"Kak Mohann" pekik Nindy kesal, begitupun Dewa yang menggeram tak terima, ia langsung merapikan rambut adiknya itu.

"Udah rapi," kata Dewa tersenyum, tapi tak lama kembali mengeram kesal ketika tangan Mohan dengan lancang kembali mengacak rambut adiknya, bahkan laki-laki itu tertawa.

Interaksi tersebut membuat Niko, Ifdhal dan Sagara terkekeh kecil, apalagi melihat wajah memberengut kesal Nindy yang menurutnya sangat menggemaskan.

"Sini sama gue aja Nind!" ucap Vano yang menarik tangan Nindy, ia tak perduli bahwa banyak yang menatapnya dengan tatapan tajam.

Vano mengajak Nindy ke tengah-tengah dimana dirinya dan Willy, Mohan yang melihat itupun kesal karena belum puas menjahili Nindy.

"Mending lo sanam aja bareng gue daripada di ganggu makhluk jadi-jadian itu," setelah mengucapkan itu Vano kemudian kembali berjoget ngebor membuat Nindy seketika melongo di tempat, beberapa detik kemudian Nindy pun ikut bergoyang dangdut, ntah setan apa yang merasuki dirinya sehingga ia ikut gila.

Mohan yang melihat itupun langsung gabung dengan tiga orang itu, ia berjoget ngebor mengikuti Vano.

Niko memperhatikan Nindy yang berjoget sembari tertawa, gadis itu terlihat sangat menggemaskan dengan kaos kebesarannya, karena saking gemasnya Niko sampe menggigit bibir bawahnya. Matanya terus mengikuti arah pergerakan Nindy, dapat di lihat gadis itu kesal karena diganggu oleh Mohan, sampai pandangannya tak sengaja menatap Ifdhal yang juga sedang memperhatikan Nindy. Itu sungguh mengusik hati Niko, ia tak suka melihat itu.

"Kak Mohan!" geram Nindy karena sudah beberapa kali Mohan menarik rambutnya yang di kuncir.

"Tuing-tuing gemes kayak ekor kuda!" celetuk Mohan tertawa. Nindy yang mendengar itu kesal ia langsung mencubit pinggang laki-laki itu. "Kak Mohan kayak Jamet," balasnya dengan memelototi tajam Mohan.

"Shit," ringis Mohan mendapat cubitan itu. Ternyata tenaga bocil tidak bisa diremehkan. "Sakit Cil, nggak usah diplototin gitu matanya, nggak ada serem-seremnya sama sekali." Memang benar bukanya seram gadis itu malah terlihat lebih lucu, apalagi kedua tangannya yang berkacak pinggang.

Nindy menatap sengit Mohan, laki-laki ini memang kayaknya ingin menjadi musuhnya, karena dari tadi terus mengganggu dirinya.

"Dasar Jamet kudasi" maki Nindy kembali, ia langsung berlari ke arah Dewa, menghindari Mohan yang sepertinya ingin kembali menarik rambutnya.

Tapi belum sempat sampai di depan Dewa, Nindy tersandung, hampir saja ia jatuh jika tak ada tangan kekar yang menahan pinggang nya.

Hap

Nindy menatap orang yang sudah menolongnya itu, matanya langsung terpaku pada sorot mata teduh orang tersebut yang sungguh menenangkan.

"Lain kali jangan lari-lari gitu!" tutur Sagara. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, sampai ia tersadar dan akhirnya kini ia sudah berdiri tegak di hadapan laki-laki itu.

"Makasih udah nolong gue kak!" kata Nindy tersenyum, Sagara memang sudah beberapa kali selalu menolong dirinya.

Sagara mengangguk, ia kemudian menurunkan tubuhnya dan menekuk satu lututnya di depan Nindy, tangannya bergerak mengikat tali sepatu gadis itu yang terlepas, setelah itu ia kembali menegakkan tubuhnya.

"Biar nggak jatuh lagi," tersenyum tipis menatap gadis itu yang masih terdiam, Sagara mengacak gemas rambut Nindy.

"Ayo ikut Abang, Ayah vidio call kita," ucap Dewa yang kini menghampiri Nindy, ia tadi sebenarnya khawatir ketika melihat adiknya yang hampir terjatuh, tapi tak ayal ia langsung bernafas lega ketika ada temannya yang menolong adiknya.

"Thanks gar udah nolong adik gue!" katanya yang dibalas anggukan Sagara sebelum ia pergi membawa Nindy.

Sagara mengernyitkan matanya, ketika tak sengaja melihat ke arah Niko dan Ifdhal yang menatapnya sangat tajam.

Sorotan kedua mata laki-laki itu seperti memberi tanda bahwa dia seperti musuhnya.

Bersambung.

_________________________

udah masuk perbaikan kata sedikit-sedikit.



Protagonist Girls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang