—Happy reading—
Pagi hari dengan suasana sejuk, matahari terbit menyinari sebuah rumah yang tampak riuh ricuh dengan segala argumentasi. Anak laki-laki dengan balutan seragam dan sedikit mengacak-acak rambutnya bersiap-siap menuruni tangga menuju meja makan.
Tampak hidangan yang tersaji masih mengeluarkan asap. Seorang pria dengan balutan jas dan MacBook ditangan menghampiri sang anak untuk menyantap makanan.
"Pagi ayah, bunda, Athar." Sapa gadis cantik yang telah rapi dengan seragamnya dan tas di bahunya.
Gadis cantik yang kini telah memasuki usia 15 tahun itu kini duduk bersama keluarganya di meja makan. "Bun, nanti kakak bawa susunya yang vanilla." Ucapnya sambil menyantap sarapannya.
Azha, yang merupakan orang tua dari anaknya itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Semua makan dengan lahap tanpa ada suara hingga selesai.
Azha sibuk berkutat di dapur dengan kotak perbekalan yang ia siapkan. Kotak yang pertama tentu saja untuk sang suami, lalu yang kedua untuk anak gadisnya dan yang terakhir untuk putra bungsunya.
Semua sudah bersiap di pagar, "Bun, vanya pamit ya." Ucapnya sambil menyalami sang bunda yang di ikuti oleh putranya dan ayahnya.
Karna hari pertama kini keduanya di antar oleh sang ayah. "ayah athar nanti pulangnya sendiri saja." Ujarnya singkat. Ketiganya kini telah pergi meninggalkan halaman rumah.
🪐🪐🪐
Seorang gadis dengan terburu-buru mempersiapkan barang bawaannya hingga ia membuat seluruh isi rumah terheran-heran dengan tingkahnya.
"Leona! Pelan pelan jangan seperti dikejar maling begitu." Ucap Nova sambil menggelengkan kepalanya.
Pagi ini kedua insan pasangan suami istri itu memang terbiasa sibuk dengan alat canggih ditangan nya. Hingga mereka tidak terlalu fokus dengan persiapan anaknya. Bahkan sarapan dan segala kondisi rumah ada pembantu yang membereskan dan menyiapkan segalanya.
"Ma, pa, Nana berangkat udah di jemput sama gio soalnya." Ucapnya sembari pergi meninggalkan kedua orang tuanya tanpa bersalaman.
Tak lama kemudian keduanya bangkit dan berangkat sesuai jadwalnya.
🪐🪐🪐
Senyuman manis terbit begitu saja dari wajah gadis manis yang bernama Karen Lavanya Adiyaksa. Vanya tak henti hentinya menebarkan senyuman. Hingga siapapun dapat melihat senyuman manisnya.
Ia merasa bahagia bisa masuk ke sekolah terbaik berkat usahanya saat jenjang menengah pertama. Tak sia sia usahanya hingga ia dapat masuk ke sekolah terbaik ini.
Ia memasuki halaman sekolah dan berbaris sesuai perintah. Mendengar arahan yang diberikan oleh sang guru. Satu persatu para guru memperkenalkan diri pada murid barunya.
Bel telah berbunyi tepat pada pukul 9 tepat. Semua siswa telah mengetahui kelas mereka masing-masing pun segera memasuki ruangannya.
Saat hendak memasuki kelasnya vanya tak sengaja menabrak siswi lain. "Aduh, maaf tidak sengaja." Ucapnya sambil membungkuk.
Siswi yang ditabrak membalas dengan senyuman. "E-eh, ngga papa kok." Balasnya dengan ramah. "mau masuk ke kelas ini ya?" Lanjutnya sambil menunjuk ruang teori yang menjadi kelas mereka berdua saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Tanpa Jendela (REVISI)
Genç Kurgu"RUMAH TANPA JENDELA" adalah istilah yang menggambarkan seorang anak yang tidak memiliki tempat untuk menceritakan kisahnya. Saya menggunakan kata ini karena menjadi kunci utama dalam cerita yang saya angkat. Persahabatan tidak selalu menjamin segal...