4. A Fight

17.4K 1.7K 51
                                    

"Jambak-jambakan? Nggak ada yang lebih anak SMA lagi, Tri?" Suara Darma terdengar tepat ketika Gayatri masuk ke ruangannya. Lelaki itu melirik ke arah Gayatri dengan alis terangkat dan wajah yang mengejek. Di sebelah Darma, tampak Adhisty yang menghela napas panjang dengan kepala menggeleng.

Kejadian semalam tak mungkin terhapus begitu saja. Pagi hari, berita di media sosial dan media daring heboh secara cepat. Andin—tim humas Adhyaksa—langsung kalang kabut. Aditya jelas marah besar. 

Gayatri tidak diizinkan pulang bahkan setelah jam bekerja selesai. Perempuan ini harus menunggu Aditya sampai pulang dari rapatnya di luar. Dan tepat ketika Aditya sampai, Gayatri langsung dipanggil ke ruangannya untuk dimaki habis-habisan.

Baru selesai mendapat makian dari ayahnya, kini, Gayatri harus berhadapan dengan Darma dan Adhisty. Kepalanya sudah panas, makin panas saja.

"Apa?" balas Gayatri ketus.

"Did you out of your mind, Tri? Ngapain sih sampai emosi gitu sama bocah?" Darma masih berdecak tak habis pikir. Lelaki itu menyilangkan tangan di dada. "Cuma demi cowok nggak mutu kayak dia, hah?"

Gayatri mendecih tipis. Walau Darma dan Adhisty adalah sepupu yang baik, kejadian hari ini sedikit banyak menampar Gayatri terkait perbeedaan yang ia punya dengan sepupunya.

Gayatri ingat betul bagaimana Darma bermasalah beberapa tahun lalu. Dan ia tahu, tak ada makian kasar yang keluar dari mulut Satya barang satu kata pun. Mereka berusaha membenahi semuanya. Mempekerjakan publicist khusus Darma—walau malah jadi masalah baru, saling mendukung satu sama lain, dan menjaga satu sama lain.

Sementara dirinya? Ah, apa yang mau diharapkan dari ayah otoriter seperti Aditya?

"Mas Darma, gue lagi nggak mood buat berantem, deh." Gayatri mengibaskan tangan. "Kalau lo ke sini cuma buat marahin gue, mending stop!"

Satu lagi yang membuat Gayatri malas kalau menghadapi Darma. Kakak sepupunya yang satu itu bertindak seolah-olah paling berkuasa. Tidak salah, sih. Mengingat dia yang akan menjadi Direktur Utama. Tetapi, rasanya, agak sebal saja. Apalagi mengingat bahwa Direktur Utama saat ini adalah Aditya—alias ayahnya sendiri—dan bukan Satya—ayah Darma dan Adhisty. Lagi, ia membenci patriarkisme yang tertanam di keluarga ini. Rasanya, ingin sekali menantang Darma untuk duel dan adu kebolehan tentang siapa yang lebih baik dalam memimpin perusahaan.

Ah, tapi, sudahlah! Melihat Darma yang seperti orang gila, Gayatri rasa, segini saja sudah cukup. Ia masih ingin bersenang-senang, bukan pacaran dengan laporan dan laptop seperti apa yang Darma lakukan setahun terakhir.

Darma mengambil napas. "Lo tahu, kan? Per kuartal empat, kategori kalian berdua bakalan dipisah. Adhisty pegang health and beauty, lo pegang fashion. Seharusnya, lo lebih bisa tanggung jawab, Tri. Lo bukan lagi brand director, lo bakal jadi Category Director. Lo seharusnya tahu kalau satu masalah lo berdampak ke setiap merek yang lo pegang."

Gayatri mengambil napas. Ia malas meladeni ocehan Darma yang akan jadi wejangan episode kedua setelah Aditya. "Gue ngerti, oke? Gue kelewatan, emosi gue nggak bisa kekontrol, gue minta maaf, puas?"

"Tri..." 

"Serius deh, Mas Darma. Daripada lo ngoceh nggak jelas, mendingan, Mbak Salsa bantuin gue," potong Gayatri cepat.

Darma mengangkat alis saat Gayatri menyebut nama istrinya yang baru saja ia nikahi awal tahun lalu dan sedang mengandung anak pertama mereka. Lelaki itu menggeleng.

"Salsa lagi hamil dan gue nggak akan izinin dia ngerjain kerjaan apapun." Darma berucap tegas.

"Kan!" Gayatri berucap sebal. 

Business UnusualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang